Kebedaraan Ismail Bolong Misterius, Ketua RT Sebut Nomor HP Diganti dan Tak Pernah Lagi Bertemu
Mantan polisi yang kini beralih jadi pebisnis tambang batubara itu menuduh setor uang miliaran rupiah kepada petinggi Polri.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Pengakuan Ismail Bolong melalui video bikin gempar.
Mantan polisi yang kini beralih jadi pebisnis tambang batubara itu menuduh setor uang miliaran rupiah kepada petinggi Polri.
Setelah kasus tersebut bergulir, keberadaan Ismail Bolong pun dipertanyakan.
Tribunkaltim.co pun mencoba menelusuri kediaman Ismail Bolong yang berada di kawasan Kecamatan Sungai Pinang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa (8/11/2022).
Sesampainya di sana, nampak rumah mantan anggota Polri tersebut nampak mencolok di antara rumah warga lainnya.
Baca juga: 5 Fakta Baru soal Isu Ismail Bolong Setor Uang Tambang Ilegal ke Kabareskrim, Ferdy Sambo Buka Suara
Rumah mewah tersebut berwarna dominan putih.
Terlihat asri dengan beberapa tanaman hias di halaman rumahnya.
Terlihat dari balik pagar besi cokelatnya, mobil Lexus dan Fortuner putih beserta beberapa sepeda motor terparkir di teras dan garasi.
Rumah terlihat lenggang namun samar terlihat mobilitas di dalamnya.
Pewarta ini pun berkesempatan berbincang dengan Ketua RT setempat yang bernama Titus Sidete.
Ketua RT asal Bone, Sulawesi Selatan ini mengaku terakhir berjumpa dengan Ismail Bolong pada Kamis (3/11/2022) lalu dalam suatu acara pernikahan warga setempat.
"Setelah itu tidak pernah lagi bertemu. Nomornya juga semua sudah ganti," sebutnya.
Titus juga menyebutkan bahwa Ismail Bolong telah tinggal di kawasan tersebut selama 10 tahun lamanya.
"Dia punya 4 anak. Yang tinggal di rumah itu kurang lebih 10 orang, sudah termasuk pembantunya ya," sebutnya.
Sejak pertama datang, Ismail Bolong sudah menjadi anggota Polri.
Ia tidak mengingat pasti kapan salah satu warganya tersebut mulai menjalankan bisnis pertambangan, hingga resmi pensiun dini dari satuan kepolisian per Juni 2022 lalu.
"Jadi setahu saya memang usaha tambang," bebernya.
Terkait kehidupan sosial, pria berdarah Bone tersebut mengatakan Ismail Bolong sekeluarga merupakan pribadi yang santun, rendah hati, mau berbaur dan selalu berpartisipasi dalam setiap kegiatan lingkungan.
"Ada kegiatan apa saja pasti beliau bantu. Soal nilai (bantuan tunai) beliau tidak pernah keberatan,
Ada yang nikahan, perbaikan dan program pemerintah pasti dia bantu. Apalagi kalau orang sakit dan dia tahu, pasti sangat cepat membantu," pujinya.
Oleh sebab itu, terkait kasus yang menyeret warganya tersebut, dirinya enggan berkomentar.
Walaupun ia bersama warga setempat mengaku terkejut dengan munculnya permasalahan yang viral belakangan ini.
"Jujur saya kaget sekali ada kasus seperti itu. Tapi lepas dari itu di mata kami beliau sangat berjiwa sosial tinggi. Itulah mengapa kami di sini memanggil beliau Bos," pungkasnya.
Ramai Diperbincangkan
Pemerhati Politik dan Hukum (Patih) Paser Muchtar Amar mengatakan pengakuan Ismail Bolong masih terus ramai di perbincangkan.
"Hal itu tentunya menjadi perhatian publik, apalagi nilai setoran tersebut terbilang fantastis sebesar enam miliar atas bisnis haram yang dilakukannya sejak Juli hingga Nopember 2021," kata Amar, Selasa (8/11/2022).
Kini, skenario itu disusul pula dengan skenario viralnya Surat Kadiv Propam Polri No. R/1253/IV/WAS.2.4/2022/DIVPROPAM tertanggal 7 April 2022.
Surat tersebut diduga ditandatangani oleh Irjen Pol Ferdy Sambo kala menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Amar menambahkan, atas fenomena saling serang kian memanas di institusi Polri yang beriringan dengan tensi politik Pemilu 2024 yang memanas pula.
"Tensi politik Pemilu 2024 kian panas, panasnya berdampak kuat ke institusi ataupun lembaga negara dibawah kendali presiden, termasuk Polri," ungkapnya.
Menurutnya, pejabat yang menjabat itu refresentatif dekat dengan kekuasaan tertinggi di institusinya, karena ada poros politiknya.
"Jadi upaya saling jegal, yang dipastikan berdampak terhadap kinerja lembaga-lembaga negara," singgungnya.
Disebutkan, video viral Ismail Bolong erat kaitannya dengan surat Kadiv Propam Polri yang turut viral itu sangat relevan sekali kaitannya.
"Poros politik bintang di internal Polri bisa ada kaitannya dengan poros politik nanti di Pemilu 2024," tambah Amar.
Lebih lanjut disampaikan, jabatan bintang itu merupakan jabatan politik, jadi jika poros bintang FS saat ini dijatuhkan, maka bisa jadi poros bintang lain pun harus turut jatuh, dengan motif sakit hati.
Hal tersebut, tambah Amar memberikan preseden buruk bagi lembaga-lembaga negara, politik kotor saling menjatuhkan karena pegangan kartu truf bakal terus berlanjut.
"Publik menilai, sistem pemerintah dalam penegakkan hukum masih buruk, karena sistem pemerintahan bukan berbasis kinerja, tetapi berbasis kedekatan struktural dan kultural, poros politik bintang akan saling buka kartu truf untuk mempertahan trahnya, dan hukum jadi alat kepentingan politik mereka," bebernya.
Amar tak menampik bila praktik KKN ala era orde baru masih tumbuh subur bahkan kian masif dan terstruktur hingga ke lapisan masyarakat bawah.
Praktik nepotisme belum terwujud baik sejak era reformasi, yang masih terkesan jalan di tempat. Terlebih lagi, inklusifitas prilaku penegakkan hukum ini terkait dengan kemaslahatan publik di masa depan.
"jika bumi, alam dan lingkungannya hancur, apa yang akan kita wariskan, ini harus jadi perhatian serius pemerintah, bahwa bukan hanya kita yang akan hidup di muka bumi ini, anak cucu kitalah yang menjadi pewarisnya," timpal Amar.
Penulis: Syaifullah Ibrahim
Artikel ini telah tayang di TribunKaltim.co dengan judul Jejak Ismail Bolong di Samarinda, Miliki Rumah Mewah dan Kerap Berbagi, 'Kami Panggil Beliau Bos'