Sebagian dari Kecamatan Cugenang & Pacet Daerah Rawan Gempa, Sebaiknya Tidak Dijadikan Tempat Hunian
BMKG menyebut Kecamatan Cugenang dan Pacet sebaiknya tidak menjadi tempat hunian pasca bencana gempa bermagnitudo 5,6 di Cianjur.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan dua kecamatan di Cianjur sebaiknya tidak menjadi tempat hunian pasca bencana gempa bermagnitudo 5,6.
Daryono memaparkan setidaknya ada sebagian dari dua kecamatan yang perlu dihindari yakni Cugenang dan Pacet.
"Memang gempa ini karakteristiknya sangat dangkal dan memiliki karakter unconsolidated material atau tanah lunak sehingga sangat memungkinkan beresonansi," ungkap Daryono dalam agenda diskusi Menyoal Mitigasi dan Penanganan Bencana di Jakarta, Sabtu (3/12/2022).
Daryono tidak menampik adanya periode ulang bencana gempa besar di wilayah Cianjur.
Baca juga: Kisah Relawan Gempa Cianjur, Seorang Chef yang Masih Bertahan hingga Cerita Pengantar Bantuan
Menurutnya, gempa di sekitar Cianjur bahkan sudah terjadi sejak zaman Belanda.
Catatan BMKG, paling tidak ada tiga bencana gempa yang merusak saat era kolonial.
"Gempa merusak yang pertama terjadi pada 1884 disusul pada 1910 di wilayah Cianjur dan sekitarnya, kemudian 1912, ada banyak kerusakan di Cianjur dan Sukabumi. Kemudian 1968 banyak rumah roboh," kata Daryono.
"Dilanjutkan lagi gempa 5,5 mengakibatkan banyak sekali kerusakan dan korban jiwa. Lalu 12 Juli tahun 2000 ini kekuatan 5,1 menyebabkan lebih dari 500 rumah rusak berat. Kemudian 14 November lalu ada tiga gempa berurutan terjadi di Cirata," katanya.
Daryono menjelaskan tidak perlu gempa berkekuatan besar untuk menimbulkan kerusakan hebat.
Dia menegaskan perlunya langkah antisipasi serius dari stakeholder dan pemerintah agar tidak menimbulkan jatuhnya banyak korban jiwa ke depan.
"Kita sendiri melihat dahsyatnya amplifikasi ground motion gempa di Cianjur, ada rumah yang temboknya tidak retak tetapi terguling juga akibat tanah lunak," ujarnya.
Sehingga, menurutnya, mau tidak mau relokasi tempat tinggal harus dilakukan karena melihat gempa dangkal yang terjadi terutama di Cugenang dan Pacet.
Baca juga: Jumlah Korban Meninggal Akibat Gempa Cianjur Bertambah Menjadi 331
Wilayah Rawan Bencana
Direktur Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pangarso Suryotomo mengatakan pihaknya telah memetakan wilayah rawan bencana di seluruh Indonesia.
Adapun platform untuk mengetahui informasi bencana dan risiko tersebut bernama Inarisk.
Platform ini berisi gambaran cakupan wilayah ancaman bencana, populasi terdampak, potensi kerugian fisik, ekonomi hingga lingkungan.
Saat ini platform Inarisk telah memetakan wilayah rawan bencana di hampir 80 ribu desa.
Di mana 53 ribu di antaranya masuk kategori rawan bencana tinggi dan sedang. Kemudian 5.744 desa rawan gempa dan tsunami.
"Kami sekarang bisa memetakan, sekitar hampir 80 ribu desa di Indonesia dan 53 ribu di antaranya rawan bencana tinggi dan sedang. 45 ribu desa lebih rawan gempa, kemudian desa yang rawan gempa dan tsunami ada sekitar 5.744 desa," ujar Pangarso dalam diskusi daring Polemik Trijaya, Sabtu (3/12/2022).
Selain itu ada pula 2.160 desa rawan terdampak letusan gunung berapi, serta 37 ribu desa berisiko terdampak banjir dan 41 ribu rawan kekeringan.
Banyak dan beragamnya bencana alam tersebut tak ayal mengancam 51 juta keluarga yang ada di 53 ribu desa yang telah masuk dalam pemetaan BNPB.
Baca juga: Update Gempa Cianjur, 17 Jenazah Ditemukan Hari Ini: 9 Pelintas, 8 Warga Cugenang
"Yang perlu kita pastikan dan kuatkan adalah bagaimana cara kita mengurangi risiko, termasuk dengan cara meningkatkan kapasitas masyarakat dan pola di desa," ujarnya.
Kendati telah memetakan, BNPB menyatakan bahwa bencana alam tak dapat diprediksi secara pasti oleh manusia, termasuk kerusakan yang ditimbulkan.
"Mitigasinya sudah dilakukan, kami sudah siapkan desa-desa di Selatan pantai Jawa, siapkan desa-desa tangguh sepanjang pantai rawan tsunami. Namun yang terjadi justru di darat. Jadi kami memang tidak bisa tau pasti," katanya.
Gempa Susulan Cianjur Capai 378 Kali
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat gempa susulan di Cianjur, Jawa Barat terjadi 378 kali.
Hal itu disampaikan Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam agenda diskusi Menyoal Mitigasi dan Penanganan Bencana di Jakarta, Sabtu (3/12/2022).
"Update gempa susulan hampir dua pekan sampai pagi ini pukul 10.00 WIB itu sudah 378 gempa," kata Daryono.
Menurutnya, gempa susulan yang paling besar tercatat berkekuatan Magnitude (M) 4,1 dan yang paling kecil berkekuatan M 1,0.
Daryono menjelaskan gempa susulan mayoritas bermagnitudo 2,0 di wilayah Cianjur.
"Gempa kerak dangkal sekitar 5 kilo tapi ini dirasakan padahal dangkal sekali," katanya.
Dia menambahkan kekuatan gempa di Cianjur semakin melemah, kemudian frekuensi gempa sudah jarang terjadi.
"Kekuatan gempa melemah dan frekuensi tidak banyak seperti di awal," imbuh Daryono.
Daryono menyampaikan gempa Cianjur merupakan peringatan penting bahwa di Indonesia ternyata masih banyak sesar aktif yang mampu memicu gempa kuat dan merusak dan belum terpetakan sumbernya.
"Untuk itu kegiatan identifikasi sumber gempa sesar aktif dan pemetaannya harus terus digalakkan," katanya.
331 Korban Meninggal
Dalam catatan teranyar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), korban meninggal dunia akibat bencana gempa Cianjur sebanyak 331 orang.
Sementara korban hilang masih sebanyak 11 orang, namun hingga kini BNPB beserta sejumlah elemen terkait masih melakukan pencarian.
BNPB juga mencatat korban luka berat sebanyak 593 orang, dan yang masih dirawat di rumah sakit sebanyak 59 orang.
Kemudian, jumlah pengungsi 114.683 orang, dan kerugian materil rumah rusak yang tervalidasi sebanyak 29.985 unit rumah.
Penyaluran Bantuan Terkendala
Founder Sekolah Relawan Bayu Gautama dalam diskusi yang sama mengungkapkan kendala para relawan menyalurkan bantuan untuk para pengungsi.
Menurut Bayu, antusiasme dari masyarakat yang ingin membantu para korban justru menimbulkan kemacetan di jalur menuju titik terparah gempa.
"Masyarakat-masyarakat yang menyampaikan langsung bantuan sehingga itu menyebabkan kemacetan," katanya.
Dia menilai pentingnya aturan yang kuat agar penyaluran logistik bantuan dikumpulkan dalam satu naungan.
Hal ini agar tidak menimbulkan hambatan-hambatan akses menuju pengungsian korban gempa.
"Ke depan semoga pihak-pihak terkait, stakeholder seperti BNPB atau pemerintah bisa melakukan regulasi yang itu menyetop seluruh yang tidak berkepentingan agar tidak menyulitkan tim di lapangan," tuturnya. (Tribun Network/Reynas Abdila)