Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Awal Mula Konflik di Keraton Solo Selama 18 Tahun, Rebutan Takhta Setelah PB XII Mangkat

Ternyata, konflik di lingkungan keraton berawal saat meninggalnya Pakubuwono XII pada 12 Juni 2004 lalu.

Penulis: Muhammad Renald Shiftanto
Editor: Sri Juliati
zoom-in Awal Mula Konflik di Keraton Solo Selama 18 Tahun, Rebutan Takhta Setelah PB XII Mangkat
TribunSolo.com/Chrysnha Pradipha
Kori Kamandungan Lor, Keraton Solo. Difoto Senin (31/7/2017) siang - Konflik di lingkungan keraton berawal saat meninggalnya Pakubuwono XII pada 12 Juni 2004 lalu. 

TRIBUNNEWS.COM - Kericuhan kembali terjadi di dalam lingkungan Keraton Solo, Jawa Tengah, Jumat (23/12/2022) malam.

Konflik ini melibatkan dua kubu yaitu kubu Sasono Putro yang mengatasnamakan Sri Susuhunan Pakubuwono XIII dengan Lembaga Adat (LDA) atau kubu Gusti Moeng.

Dari kericuhan yang terjadi Jumat malam, empat orang dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

Sebenarnya, konflik di Keraton Solo sudah berlangsung selama 18 tahun berawal dari mangkatnya Pakubuwono XII pada 12 Juni 2004.

Pakubuwono XII meninggal tanpa memiliki permaisuri serta putra mahkota.

Mengutip TribunJateng, setelah Pakubuwono XII mangkat, terjadilah perebutan kekuasaaan di antara keturunannya.

Baca juga: Soal Ricuh Keraton Solo, Ada Anggota Polisi yang Disebut Todongkan Pistol hingga Kronologinya

Ada dua kubu yang mengklaim sebagai ahli waris.

Berita Rekomendasi

Kubu Hangabehi, putra tertua dari selir ketiga dan Tedjowulan yang merupakan putra dari selir yang berbeda.

Hangabehi mendeklarasikan sebagai raja pada 31 Agustus 2004.

Sementara Tedjowulan mendeklarasikan diri sebagai raja pada 9 November 2004.

Karena sering terjadi ketegangan, pada 2012, Joko Widodo yang saat itu menjabat Wali Kota Solo dan anggota DPR Mooryati Sudibyo mendamaikan kedua kubu.

Pendamaian tersebut membuahkan hasil Hangabehi dan Tedjowulan menandatangani akta rekonsiliasi.

Akhirnya, Hangabehi tetap menjadi raja, sedangkan Tedjowulan jadi mahapatih dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Panembahan Agung.

Namun, sejumlah keturunan Pakubuwono XII menolak rekonsiliasi dan mendirikan Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton.

LDA juga memberhentikan sang raja karena Hangabehi beberapa kali melakukan pelanggaran.

Kori Kamandungan Lor, Keraton Solo. Difoto Senin (31/7/2017) siang. TRIBUNSOLO.COM/CHRYSNHA PRADIPHA
Kori Kamandungan Lor, Keraton Solo. Difoto Senin (31/7/2017) siang. (TribunSolo.com/Chrysnha Pradipha)

Baca juga: Sejarah Konflik di Keraton Solo, Berawal dari Perebutan Takhta Setelah PB XII Mangkat 18 Tahun Silam

Dewan Adat pun melarang raja dan pendukungnya memasuki keraton.

Pintu masuk raja menuju gedung utama Keraton Solo dikunci.

Tak hanya itu, akses masuk juga ditutup dengan pagar pembatas.

Pakubuwono XIII Hangabehi yang sudah bersatu dengan Tedjowulan pun tak bisa bertakhta di Sasana Sewaka Keraton Solo.

Saat Jokowi menjabat sebagai presiden, rekonsiliasi kembali dilakukan.

Presiden Jokowi mengutus Jenderal Purn Subagyo HS, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) untuk melakukan upaya rekonsiliasi.

Namun, upaya rekonsiliasi tersebut gagal.

Kisruh juga terjadi pada awal 2021 lalu, saat anak keturunan PB XIII terkurung di Istana.

Kejadian Sepekan Terakhir di Keraton Solo

Dalam waktu sepekan, ada beberapa kejadian yang terjadi di Keraton Solo.

Mulai dari kasus pencurian yang dilaporkan oleh putri Sri Susuhunan Pakubuwono XIII, GRAY Devi Lelyana Dwi.

Lalu ada dugaan penganiayaan oleh GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani pada seorang sentana dalem.

Yang terbaru, ada kericuhan yang melibatkan dua kubu di Keraton Solo, yakni kubu Sasonoputro yang mengatasnamakan Raja Keraton Solo, SISKS Pakubuwono (PB) XIII Hangabehi dan Lembaga Dewan Adat (LDA).

(Tribunnews.com, Renald) (TribunJateng.com, Inez)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas