Keluarga Korban Penculikan Anak Tak akan Cabut Laporan Polisi Sebelum Pelaku Menikahkan Korban Wa
Keluarga korban penculikan anak di Kabupaten Bone tidak akan mencabut laporan polisi sebelum pelaku menikahkan korban Wa.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BONE - Keluarga korban penculikan anak di Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan mengungkapkan bahwa mereka tidak adakan mencabut laporan polisi sebelum pelaku menikahkan korban Wa.
Hal ini sesuai dengan kesepakatan yang dibuat sebelumnya bahwa pelaku penculikan berjanji kepada keluarga korban untuk menikahi Wa paling lambat tiga hari sejak Wa ditemukan, pada Kamis (19/1/2023).
Diketahui Wa yang kini duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar (SD) adalah seorang penyandang disabilitas intelektual.
Wa sebelumnya diculik oleh pelaku.
Baca juga: 3 Anak di Gresik Menjadi Korban Penculikan, Pelaku Mengendarai Sepeda Motor
Wa kemudian dilaporkan hilang oleh keluarganya di Polres Bone, pada Rabu (18/1/2023).
Laporan itu terdaftar dengan nomor surat OH/01/I/2023/SPKT/RES BONE.
Di surat laporan itu dijelaskan, jika Wa telah pergi meninggalkan rumah yang beralamat Jalan Sungai Musi, Lingkungan Palanga, Kelurahan Ta, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kabupaten Bono, pada Selasa (17/1/2023) sekitar pukul 22.00 Wita tanpa berpamitan atau meminta izin dari keluarga.
"Kata orang itu (pelaku), memang sudah saling suka dengan adik saya. Makanya dia ambil adik saya malam-malam," kata Risma (31), kakak Wa kepada Tribun-Timur.com, Sabtu (21/1/2023).
Menurut Risma, laporan tersebut tidak akan dicabut sebelum pelaku bertanggung jawab atas Wa.
"Tetap akan kami persoalkan selama janjinya belum dipenuhi," ucapnya.
PPDI Tak Setuju Wa Dinikahkan
Sementara, Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Bone Andi Takdir menyayangkan jika korban dinikahkan dengan pelaku.
Alasannya karena usia Wa masih di bawah umur.
Apalagi ia juga seorang penyandang disabilitas intelektual.
"Kasus tersebut sudah didamaikan di kantor Polres Bone dengan iming-iming akan dilamar paling lambat tiga hari sejak mereka ditemukan," kata Takdir.
Baca juga: Polisi Dalami Kemungkinan Adanya Pelecehan Seksual Dalam Kasus Penculikan Bocah di Gunung Sahari
"Entah seperti apa penerapan undang-undang perlindungan anak jika betul anak yang masih duduk di bangku kelas 5 SD sudah mau dinikahkan. Apalagi disabilitas intelektual itu kan dia tidak tahu apa-apa. Mereka cenderung labil dan mudah dipengaruhi," sambungnya.
Andi Takdir menambahkan, terkait masalah ini, ia mengharapkan agar Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Bone juga ikut mengawal kasus Wa.
"DP3A Bone wajib turun tangan jika anak ini dinikahkan. Apalagi sekarang Pemda telah menggodok Perda tentang pencegahan pernikahan anak di bawah umur," tambahnya.
Tindak Pidana
Senada, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Muhammad Haedir mengatakan perbuatan membawa pergi anak di bawah umur oleh laki-laki dewasa tanpa sepengetahuan atau izin dari orang tua maupun wali korban, sudah termasuk kategori tindak pidana.
Apalagi semisal, selama dalam penguasaan pelaku terjadi perbuatan menyetubuhi atau perbuatan lain berkaitan dengan tindakan asusila kepada korban.
Maka menurutnya, hal itu jelas termasuk ke dalam perbuatan tindak pidana.
"Jika kita perhatikan usia dari anak tersebut. Ketika semisal laki-lakinya punya niat baik, untuk kemudian menikahi korban, tetapi karena korban masih kategori di bawah umur, maka menurut undang-undang, ia belum cakap atau belum bisa dinikahkan," kata Haedir.
Sebagaimana ketentuan undang-undang yang berlaku sekarang, di mana syarat agar dapat dinikahkan, minimal sudah menginjak usia 19 tahun.
"Nah kalau semisal mau dinikahkan di bawah umur, maka kembali ke hak orang tua korban," ucapnya.
Namun akan ada konsekuensi jika anak tersebut dinikahkan di usia di bawah 19 tahun.
Baca juga: Anggota Polrestabes Makassar dan Brimob Berjaga di Rumah Pelaku Pembunuhan dan Penculikan Anak
Karena hal tersebut akan masuk pada hukum perdata. Di mana dikemudian hari terjadi sesuatu yang menyebabkan keduanya berpisah atau bercerai. Maka hak-hak korban akan terlepas.
"Jika menikah di bawah umur, korban tidak akan bisa menerima haknya jika suatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan dan mereka bercerai," jelasnya.
Meski demikian, siapa pun tidak boleh memberi intervensi, baik kepada korban maupun keluarganya.
"Tetapi lagi-lagi kita tidak boleh mengintervensi. Semua keputusan dikembalikan ke orang tua korban," tuturnya.
Apa Itu Disabilitas Intelektual?
Dalam sebuah penelitian yang dimuat Research in Developmental Disabilities, mengungkapkan, disabilitas intelektual dialami sekitar satu persen populasi di dunia.
Kondisi ini dua kali lebih banyak dialami anak-anak di negara berkembang dibanding negara maju.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fifth Edition, disabilitas intelektual terjadi pada periode tumbuh kembang si kecil.
Hal ini ditandai dengan adanya defisit (keterbatasan) fungsi intelektual maupun sosial anak.
Cirinya antara lain, keterlambatan dalam tumbuh kembang, memiliki masalah dalam berbicara, terlambat menguasai keterampilan dasar, kesulitan belajar.
Lalu sulit memahami perilaku dan konsekuensi, serta memiliki masalah perilaku.
Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Keluarga Korban Dugaan Penculikan Anak di Bone Tagih Janji Pelaku
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.