Ribuan Gugatan Cerai di Lumajang Rata-rata Diajukan Pasangan yang Minta Dispensasi Menikah
Rata-rata yang mengajukan cerai adalah pasangan muda yang dulunya minta dispensasi menikah.
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, LUMAJANG - Pengadilan Agama Lumajang Jawa Timur mencatat 1.485 pengajuan perceraian.
Rata-rata yang mengajukan cerai adalah pasangan muda yang dulunya minta dispensasi menikah.
Baca juga: KPAI Ungkap Penyebab Masyarakat Ajukan Dispensasi Pernikahan
"Kami menduga secara kemampuan mengontrol diri secara batin, mental, dan ekonomi memang masih belum stabil. Rata-rata yang mengajukan cerai itu ya yang dulunya minta dispensasi nikah. Nah, mereka ini kan yang dulu memaksa menikah walaupun secara mental belum siap, ekonomi juga rata-rata usia segitu belum stabil," ujar hakim Pengadilan Agama IA Kabupaten Lumajang, Anwar dikutip dari Tribun Jatim, Senin (23/1/2023).
Pengadilan merinci, konflik rumah tangga akibat ekonomi sebanyak 969 perkara, sementara perkara meninggalkan salah satu pihak sebanyak 411 perkara.
"Kami mencatat sepanjang tahun 2022, pemicu terjadinya perceraian diduga akibat perselisihan. Secara presentase terbanyak sekitar 50 persen termasuk akibat masalah ekonomi hingga meninggalkan salah satu pihak," ujar Anwar.
Kata Anwar, selain ekonomi, berbagai faktor turut memicu perceraian di Lumajang.
Beberapa diantaranya menjurus pada penyimpangan sosial.
Seperti Kekerasan dalam rumah tangga 51 perkara. Mabuk minuman keras 37 perkara. Dihukum penjara 5 perkara.
Baca juga: BKKBN Ungkap Dispensasi Nikah Karena Faktor Hamil Duluan Menonjol di Jatim, Jabar dan NTB
Cacat badan 5 perkara. Poligami 2 perkara. Murtad 1 perkara. Judi 22 perkara dan Kawin paksa 6 perkara.
Anwar menganalisa jika rata-rata pasangan yang memilih bercerai menginjal usia di bawah 40 tahun.
Para pasangan juga seringkali ditemukan menikah pada usia dan kondisi ekonomi yang belum stabil.
Dispensasi Nikah Tinggi, Ahli Psikologi Ingatkan Penggunaan Media Sosial dan Peran Orangtua
Publik saat ini tengah menyoroti tingginya angka dispensasi pernikahan pada beberapa daerah di Indonesia.
Sebagai informasi, batas usia minimal menikah saat ini adalah 19 tahun, baik bagi laki-laki maupun perempuan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.
Baca juga: Ratusan Pelajar Ajukan Dispensasi Nikah karena Hamil, Dokter Boyke Beri Tanggapan
Menurut Ketua Program Studi Terapan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Rose Mini, keberadaan media sosial menjadi salah satu pencetusnya.
"Jadi sebetulnya ini pada zaman dahulu kala sudah ada, tapi tidak seheboh saat ini, kenapa? Bahwa ada media sosial dan sebagainya," ungkapnya pada siaran MNC Trijaya, Sabtu (21/1/2023).
Anak saat ini rentan bisa mengakses banyak hal yang sebetulnya belum perlu diakses.
"Hal ini lah yang kemudian menjadi salah satu pencetusnya," tegas Rose.
Di sisi lain, orangtua pun tidak dapat membentengi aktivitas anak selama 24 jam penuh.
Maka orangtua perlu memberikan bekal berupa pemahaman kepada anak.
Mana yang baik dan tidak baik untuk dilakukan.
Baca juga: Ratusan Pelajar Ajukan Dispensasi Nikah karena Hamil, Dokter Boyke Beri Tanggapan
Salah satu cara adalah dengan melatih pembentukan perilaku di rumah.
Ada faktor kognitif, afektif hingga psikomotor.
Menurut Rose, memberikan pemahaman menjadi anak sangat lah penting.
"Misalnya nya agar anak tidak mudah mendapatkan pelecehan, diajarkan seluruh anggota tubuhnya. Bagian tubuh yang harus hati-hati dan jangan disentuh orang lain. Hal itu diajarkan sejak dini. Dan dikasih tahu kenapa," papar Rose lagi.
Selain itu, Rose menganjurkan pada orangtua untuk tidak hanya memarahi anak ketika melakukan kesalahan.
Anak harus diberi penjelasan kenapa tindakan yang dilakukan tersebut tidak boleh dilakukan.
"Ketika salah hanya marah saja, tapi tidak mengatakan ibu bapak siap membantu kamu, dia tidak akan lari ke ortu. Tapi akan lari kepada teman di kelompoknya," tegas Rose.
Situasi ini pun berpotensi membuat anak mendapatkan informasi yang mungkin tidak tepat.
Ada juga pada satu kasus anak membuka situs tertentu karena diajari oleh temannya.
Kalau terus dipaparkan, akan muncul stimulasi yang berdampak dari cara berpikir dan dorongan untuk mencoba.
"Jadi, kalau saya melihat ini, stimulasi di luar terlalu heboh, kalau tidak ada rem di dalam dirinya akan berdampak sulit pada orangtua untuk mengerem juga. Sehingga pelatihan tidak hanya ke anak, tapi orangtua juga," pungkasnya.
Penulis: Erwin Wicaksono
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Biang Kerok Maraknya Kasus Perceraian di Lumajang, Adanya Masalah Ekonomi hingga KDRT