292 Gelandangan dan Pengemis di Bali Dipulangkan ke Daerah Asal
Proses pemulangan gepeng, Pemprov Bali mengeluarkan dana sebesar Rp60 juta.
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR- Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kadinsos P3A) Provinsi Bali, sepanjang 2022 telah memulangkan gelandangan dan pengemis (gepeng) sebanyak 292 orang.
Dari jumlah tersebut, paling banyak berasal dari Jawa Timur.
Baca juga: Hilang Selama 23 Hari, Balita asal Cilegon Korban Penculikan Ternyata Dijadikan Pengemis di Jakarta
Kepala Dinsos P3A Bali Dewa Gede Mahendra Putra mengatakan, dalam proses pemulangan gepeng, Pemprov Bali mengeluarkan dana sebesar Rp60 juta.
“Usia beragam mulai dari 18 tahun ke atas dan paling banyak laki-laki. Dan paling banyak dari Jawa Timur,” kata Dewa Gede yang dikutip dari TribunBali, Sabtu (28/1/2023).
Ia menyebut, sebelum dipulangkan para gepeng diberikan pembinaan dan beberapa pertanyaan meliputi apakah masih bersekolah atau memang sudah bekerja.
Jika masih sekolah diberikan pemahaman baik mental spritual supaya tidak mengulangi menjadi gepeng.
Kalau sudah waktunya bekerja, maka akan ditanyakan ketrampilan apa yang dia miliki dan Dinsos akan arahkan sesuai dengan ketrampilan.
Baca juga: Hilang Selama 23 Hari, Balita asal Cilegon Korban Penculikan Ternyata Dijadikan Pengemis di Jakarta
“Tapi rata-rata mereka tidak mau, uangnya sudah kami berikan, ruangnya kami berikan di Pemogan untuk pelatihan berupa dagang atau jualan, menjarit dari bantuan orang Luar Negeri juga ada,“ tambahnya.
Ia menyebut, pertimbangan para gepeng tersebut mengemis di Bali kebanyakan mereka beralasan karena untuk mencari makan, dijanjikan bekerja usai tinggal di Bali.
Sementara untuk Lansia biasanya akan beralasan sedang mencari keluarganya.
Sementara untuk mengemis online, untuk penangganan dari hulu ke hilir dari dulu sudah dilakukan.
Baca juga: Konten viral pengemis online di TikTok kemungkinan diorganisir sindikat, kata pengamat sosial
Berdasarkan kesimpulan ketika ditemukan kegiatan eksploitasi para lansia anak penyandang disablitas dan atau kelompok rentan harus melalor ke Polri dan aatu ditindak melalui Satpol PP.
Dalam upaya kaitan dengan anak di Desa terdapat PPA.
“Ini bukan hal baru tapi bilamana terjadi di Bali yang jelas akan dilakukan penindakan-penindakan dari sisi aparat dan sekarang meningkatkan pola dan kerja sama. Kalau yang sudah berjalan tetap berjalan. Kewenangan kami koordinasi monitoring antar kabupaten,” paparnya.
Pengawasan nantinya pasti dilakukan melalui online dan offline.
Pengawasan melalui online akan dilakukan dari sosial-sosial media dan berkoordinasi dengan Diskominfo. (Ni Luh Putu Wahyuni Sari/TribunBali.com)