Foto-foto Kerusuhan di Wamena, Kapolda Papua Pastikan Isu Penculikan Anak Merupakan Kabar Hoaks
Berikut beberapa foto-foto kerusuhan di Wamena. Kerusuhan ini mengakibatkan 10 orang meninggal, 18 luka-luka, 2 ruko dan 13 rumah terbakar.
Penulis: Faisal Mohay
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Situasi keamanan di Sinakma, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan berangsur kondusif setelah sempat terjadi kerusuhan.
Kerusuhan yang terjadi pada Kamis (23/2/2023) mengakibatkan 10 orang meninggal, 18 luka-luka, 2 ruko dan 13 rumah terbakar.
Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Ignatius Benny Ady Prabowo menegaskan aparat gabungan TNI-Polri terus meningkatkan pengamanan di beberapa pemukiman warga serta beberapa sentra ekonomi di Wamena.
Baca juga: Redam Situasi, Forkopimda dan Tokoh Agama di Wamena Dikumpulkan
"Situasi sudah terkendali hingga saat ini. Aparat TNI-Polri masih bersiaga dan melakukan patroli yang ditingkatkan di daerah-daerah pemukiman warga dan sentra ekonomi," ungkapnya, Jumat (24/2/2023), dikutip dari TribunPapua.com.
Sementara itu, Kapolda Papua, Irjen Mathius D Fakhiri, mengatakan berbagai upaya telah dilakukan agar situasi di Wamena kembali kondusif.
"Pemda di sana sudah mengumpuklan Forkopimda, tokoh agama untuk penanganan," jelasnya.
Ia juga memastikan isu penculikan anak yang menjadi penyebab kerusuhan adalah kabar hoaks.
Berikut beberapa foto-foto kerusuhan di Wamena:
1. Sekolah Diliburkan
Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Wamena, Yosep Wibisono mengatakan kegiatan belajar mengajar di Wamena sempat terganggu karena kerusuhan.
Menurutnya kondisi pasca kerusuhan belum memungkinkan murid dan guru kembali ke sekolah sehingga dipulangkan lebih awal.
Baca juga: Kerusuhan di Wamena Isu Penculikan Anak, Warga Terluka hingga Kapolres Gandeng Tokoh Setempat
"Tapi kami pulangkan lebih awal, mengingat secara psikologis, anak-anak sudah terganggu, jadi kalau dipaksakan tidak mungkin," paparnya.
Ia menambahkan, pasca kerusuhan tidak semua murid masuk sekolah sehingga diputuskan sekolah libur sementara.
"Mungkin juga karena akibat trauma berkepanjangan, sehingga ada sesuatu yang bisa mengganggu psikologi anak-anak otomatis ada anak didik yang datang atau tidak," bebernya.