Walhi Indonesia Duga Pembangunan PLTA di Batangtoru Bukan untuk Masyarakat tapi Industri
Deforestasi diduga salah satunya dipicu oleh pembangunan proyek PLTA Batangtoru yang masih terus berjalan dan menimbulkan berbagai masalah
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Eko Sutriyanto
]Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deforestasi di kawasan hutan Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara kian mengancam habitat orangutan dan spesies lain di sana.
Walhi Indonesia menyebut, populasi orangutan di hutan Batangtoru berdasarkan IUCN Redlist berstatus kritis, yakni hanya tersisa 800 ekor.
Deforestasi diduga salah satunya dipicu oleh pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Batangtoru yang masih terus berjalan dan menimbulkan berbagai permasalahan.
Manajer Kampanye Hutan Walhi Indonesia, Uli Arta Siagian mengatakan, permasalahan di Batangtoru bukan hanya konsesi untuk PLTA saja. Tapi juga ada industri tambang dan perkebunan sawit yang ada di sana.
Baca juga: Mentan Tegaskan Pemerintah Dukung Gapki Kembangkan Industri Sawit Berkelanjutan
"Dan penambahan pasokan energi (dari PLTA) ini akan memungkinkan pembangunan industri dan pembangunan-pembangunan yang tidak berkelanjutan lainnya," kata Uli, dalam diskusi bertajuk "Masa Depan Orangutan Tapanuli dan Ekosistem Batangtoru", di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (9/3/2023).
Selain itu, Uli menduga, pembangunan PLTA di Batangtoru bertujuan untuk menopang industri-industri yang ada di lokasi hutan lindung tersebut.
"Juga kami mencurigai, bisa saja penambahan energi ini untuk menopang industri-industri yang ada di sana," katanya.
Lebih lanjut, tutur Uli, energi dari PLTA yang seharusnya diperuntukkan untuk rakyat, malah diduga dibangun untuk industri.
Menurutnya, akan merusak kehidupan hutan di Batangtoru jika dibiarkan begitu saja.
"Jadi sebenarnya politik energinya itu bukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tapi justru menopang industri yang kemudian dia akan semakin masif dan terus merusak kehidupan hutan di Batangtoru," tegasnya.
Sebelumnya, Satya Bumi bersama Walhi Sumatera Utara dan Green Justice Indonesia mengampanyekan ekosistem hutan Batangtoru, di Tapanuli Selatan yang sedang terancam.
Hal itu dilakukan melalui diskusi dan pemutaran film dokumenter berjudul “Batangtoru : The Last Breath”, di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (3/12/2022).
Direktur Green Justice Indonesia, Dana Tarigan, mengatakan saat ini di Batangtoru masih terjadi deforestasi yang berdampak pada habitat orangutan Tapanuli.
"Deforestasinya makin lama makin luar biasa mengkhawatirkan. Jadi tidak hanya bicara orangutan tapi juga mengganggu ketergantungan masyarakat terhadap hutan Batangtoru dan sungainya," kata Dana, saat ditemui, Sabtu ini.
Selain itu, Dana mengatakan, Pemerintah setempat sembarangan memberikan izin kepada perusahaan untuk beroperasi di Batangtoru.
"Izin itu sembarangan sekali dikeluarkan ya. Dimana saja bisa dikeluarkan," jelasnya.
Baca juga: Pria Bolivia Tersesat 31 Hari di Hutan Amazon, Nekat Makan Cacing demi Bertahan Hidup
"Lalu ada PLTA Batangtoru yang juga berada di jantung Tapanuli itu. Lalu ada perkebunan, ada panas bumi, dan banyak sekali izin-izin itu akan keluar," sambungnya.
Dana menjelaskan, kondisi di Batangtoru akan semakin kritis jika semua perusahaan di sana serentak memperluas konsesinya.
"Banyak sekali izin-izin itu akan keluar kalau semuanya serentak memperluas konsesinya saya pikir hutan Batangtoru itu akan makin lama semakin kritis,"
"Kalau semua ini dieksploitasi luar biasa, bisa terjadi tinggal 30 persenan lagi lah hutan Batangtoru," ujar Dana.