Terdakwa Kasus Gratifikasi Bansos Kebakaran Dibebaskan, Pakar Minta MA dan KY Turun Tangan
kedua di antaranya sebelumnya menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) korban kebakaran di Kabupaten Bima.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
"Padahal sudah jelas ASN apapun alasannya tidak boleh menerima gratifikasi berkaitan dengan tugasnya, itu menjurus pada sikap koruptif," lanjutnya.
Terlebih, kata dia, ada bukti rekaman percakapan permintaan uang yang sudah menjadi bukti kuat dalam kasus tersebut.
"Karena itu, mengherankan jika hakim mempertimbangkan untuk membebaskan, ini potret dari oknum-oknum yang celamitan (suka minta-minta, red)," ujarnya.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Bima tak tinggal diam dan langsung melakukan upaya hukum selanjutnya dengan mengajukan kasasi dan telah dikirimkan ada 10 Mei 2023 lalu.
Kasi Pidsus Kejari Bima, Sigit Muharam, mengatakan bahwa dalam putusannya majelis hakim tak mempertimbangkan fakta dalam persidangan dari saksi maupun para terdakwa yang menjadi saksi mahkota.
"Kalau fakta di persidangan sudah jelas baik saksi maupun para terdakwa yang menjadi saksi mahkota sudah menyatakan bahwa uang tersebut bisa dimintakan karena ada inisiatif awal dari terdakwa Sirajudin. Atas perintah Sirajudin itu kemudian ditindaklanjuti oleh Sukardin maupun Ismud selalu kabidnya," kata Sigit.
Tak asal menyusun dakwaan, ia mengatakan jika jaksa yang menangani perkara tersebut juga telah berdasarkan alat bukti seperti adanya ratusan surat pernyataan dari para korban dan beberapa saksi lainnya yang dihadirkan dalam persidangan.
"Berdasarkan alat bukti 200 surat pernyataan dan beberapa saksi di persidangan yang kita hadirkan, juga menyatakan ada yang keberatan dan tidak. Tapi selaku PNS kan tidak boleh menerima uang, sebagaimana kalau kita lihat di buku saku KPK ada mana uang yang boleh diterima sama PNS atau ASN atau tidak," katanya.
Pihaknya pun telah menembuskan surat permohonan kasasi yang telah diajukan, kepada Komisi Yudisial dan Kamar Pidana Mahkamah Agung.
"Tentunya kewenangan pengawasan tersebut dikembalikan, kalau sebagaimana prosedur di KY memang KY yang menilai apakah hal tersebut perlu dilakukan pengawasan atau tidak," ujarnya.
Diketahui, dalam kasus tersebut berdasarkan keterangan penerima, pihak dinsos melakukan pemotongan dengan alasan untuk biaya administrasi. Nilai potongan cukup beragam, mulai dari Rp500 ribu hingga Rp1,2 juta per penerima.
Dari pemotongan itu, Sukardin berhasil mengumpulkan Rp105 juta yang diberikan secara tunai oleh para korban. Hasil pemotongan tersebut, kemudian disetorkan ke Andi Sirajudin dan Ismud.
Sukardin terdakwa kasus korupsi pemotongan dana bantuan sosial kebakaran di Kabupaten Bima tahun 2020, mengaku membuat rekening penampungan uang hasil potongan dana bantuan.
Rekening atas nama dirinya tersebut bertujuan agar dana sebesar Rp105 juta itu tidak tercecer.
“Uang hasil potongan itu saya tampung di rekening, supaya tidak tercecer," kata Sukardin.
Dari dana yang terkumpul, jaksa pun menguraikan bahwa Andi Sirajudin menerima Rp23 juta dan Ismud Rp32 juta. Sisanya Rp50 juta diambil Sukardin.
Selain itu, para terdakwa terbukti tidak melakukan asesmen terhadap 248 korban kebakaran.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.