Wamenkumham Apreasiasi Langkah Rutan Samarinda Bangun Rumah Restorative Justice
Jul Herry memastikan Rumah Restorative Justice bisa memberikan keuntungan di Rutan Samarinda seperti mengatasi masalah overpopulasi rutan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengapresiasi langkah Rutan Samarinda yang membuat Rumah Restorative Justice dan Ruang Pojok Hukum di sana.
Eddy Hiariej, sapaannya, menyebut inovasi Karutan Samarinda Jul Herry Siburian sesuai Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 yang menyebut bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum, sehingga semua mempunyai hak perlindungan dan pendampingan hukum.
"Saya berharap pencanangan Rumah Restorative Justice ini mampu membangkitkan kembali nilai-nilai serta norma-norma positif yang sudah ada di lingkungan masyarakat sebagai upaya penyelesaian sebelum nantinya menuju upaya terkahir," ujar Eddy dalam keterangannya, Jumat (9/6/2023).
Rumah Restorative Justice tersebut, kata Eddy, nantinya juga bisa dijadikan wadah untuk berkonsultasi, khususnya terkait masalah hukum, baik pidana maupun perdata.
Baca juga: Kasus Siswi SMP Kritik Pemkot Jambi Berakhir Damai Lewat Restorative Justice, Laporan Dicabut
"Yang tentunya akan ditangani orang-orang yang sudah profesional di kejaksaan," kata dia.
Sementara itu, Jul Herry memastikan Rumah Restorative Justice bisa memberikan keuntungan di Rutan Samarinda. Seperti mengatasi masalah overpopulasi rutan.
"Tidak bisa dipungkiri bahwa memang nantinya restorative justice ini akan memberikan benefit, yakni perlahan akan mampu mengatasi overcrowded di lapas atau rutan di Indonesia, khususnya Rutan Samarinda," ujarnya.
Adapun restorative justice adalah sebuah proses di mana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama-sama bagaimana menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan.
Restorative justice sebagai alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang dalam mekanisme tata cara peradilan pidana, berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait.
Hal ini bertujuan untuk bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.