Pengakuan Dua Waria Diduga Diperas Rp 50 Juta oleh Oknum Polisi di Medan, Berawal dari Open BO
Begitu pintunya dibuka, ternyata ada sejumlah pria berpakaian preman yang diduga oknum polisi sekitar delapan orang.
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Dua waria bernama Deca dan Fury diduga menjadi korban pemerasan personel Polda Sumut pada 20 Juni 2023.
Seorang waria, Deca menceritakan, kejadian bermula dari dirinya mendapat pesan singkat sekaligus melalui WhatsApp dari seorang laki-laki bernama Hans untuk melayani hasrat seksualnya.
Dia diminta melayani di sebuah hotel di kawasan Jalan Ringroad, Kota Medan, pada Senin 19 Juni 2023 lalu.
Baca juga: Saat Korupsi, Pemerasan, dan Pungli Melanda Internal KPK
"Jadi di jam 19.11 WIB, aku dapat WhatsApp dibilang lu bisa open BO ST katanya, aku bilang bisa. Dia tanya tarif berapa terus," kata Deca saat ditemui di kantor LBH Medan, Jumat (23/6/2023).
Kemudian, laki-laki tadi meminta dirinya untuk mencarikan lagi satu orang temannya waria agar bisa berhubungan dengan dua waria sekaligus atau threesome.
Deca dijanjikan uang tambahan jika berhasil membawa seorang lagi teman warianya.
Kemudian Deca pun menghubungi rekannya bernama Fury.
Lalu Fury datang ke indekos Deca, dan mereka berangkat ke hotel di kawasan Jalan Ringroad, Kota Medan.
Sesampainya ke hotel mereka langsung naik ke lantai 3 dan masuk ke kamar 301.
Di dalam kamar ia dan rekannya langsung bertemu dengan laki-laki yang memesannya.
Baca juga: Polisi Ungkap Fakta Pria di Kendari yang Dikeroyok 2 Waria sudah Tahu yang Dipesannya Wanita Pria
Sebelum berhubungan badan mereka meminta uang yang dijanjikan. Lalu transaksi terjadi di kamar mandi.
Ketika selesai transaksi, dua waria ini mereka diminta membuka seluruh pakaiannya oleh pria bernama Hans.
Saat keduanya melepas pakaian dan hendak menggunakan pakaian jenis lingeri ternyata pria tadi bergegas ke kamar mandi dengan alasan bersih-bersih.
Tak lama kemudian tiba-tiba bel kamar berbunyi dan Hans yang berada di kamar mandi langsung buru-buru membuka pintu.
Begitu pintunya dibuka, ternyata ada sejumlah pria berpakaian preman yang diduga oknum polisi sekitar delapan orang.
"Di situ terjadi penggerebekan itu, nggak ada alasan apapun, mereka langsung nangkap kami. Ada sekitar delapan orang," bebernya.
Ketika itu, Deca mengungkapkan bahwa dirinya sempat memberontak dan mempertanyakan surat penangkapan terhadap dirinya dan temannya itu.
"Kami tanya mana surat penangkapan, cuma ditunjukin kertas saja," ungkapnya.
Deca mengatakan, saat itu pria yang datang diduga oknum polisi itu melakukan pemeriksaan di kamar.
Namun tiba-tiba pria bernama Hans tadi mengeluarkan benda yang diduga narkoba.
"Jadi tamu kami itu pura - pura ngeluarin bungkusan, langsung kami dibilang mau Makai narkoba di hotel itu," katanya.
Singkat cerita, ketiganya dibawa menggunakan mobil ke Polda Sumut. Namun, mereka dibawa secara terpisah menggunakan dua unit mobil.
Baca juga: Guru Waria Ajari Materi Tak Senonoh pada Siswa, Sekolah Isle of Man Tunda Kurikulum Edukasi Seks
"Kami di bawa, handphone saya di tahan, dia nakut - nakutin aku dia bilang aku kena pasal perdagangan orang," ujarnya.
Disampaikan, tak lama mobil yang membawa itu pun tiba di Polda Sumut dan mereka dibawa langsung ke sebuah ruangan di sana.
"Sampai di Polda, kami diinterogasi mereka memaksa aku buka rekeningku. Kami diperiksa di sana, di ngomong gol ini," bebernya.
Polda Sumut Angkat Bicara
Setelah mendapat kritik terkait ketidakjelasan penanganan kasus dugaan pemerasan yang dilaporkan dua orang waria, Kamal Ludin alias Deca dan Rianto alias Fury, Polda Sumut akhirnya membeberkan siapa perwira polwan yang diduga memeras kedua transpuan itu.
Menurut Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi, perwira polwan yang diduga melakukan pemerasan terhadap dua waria itu adalah Ipda PG.
Ipda PG merupakan anggota Dit Reskrimum Polda Sumut.
"Proses penyelidikan yang dilakukan oleh Propam masih berlangsung," kata Hadi, Selasa (27/6/2023).
Ia mengatakan, dari tujuh orang personel Polri yang diduga terlibat dalam kasus pemerasan ini, empat diantaranya terindikasi kuat melakukan perbuatan tersebut.
Namun, siapa keempat orang dimaksud, tidak dirincikan.
"Empat personel dalam proses penyidikan. Tentu nanti kalau terbukti akan dilakukan penahanan," kata Hadi didampingi Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Dudung Adijono.
Meski sudah mengungkap sosok perwira polwan yang diduga mengomandoi pemerasan terhadap dua orang waria itu, tapi Polda Sumut tak merinci, apakah Ipda PG bertindak atas kemauannya sendiri, atau atas sepengetahuan dan perintah Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, Kombes Sumaryono.
Hal ini belum ada dijelaskan Kombes Hadi dan Kombes Dudung.
Keduanya hanya mengatakan, bahwa sejauh ini perwira polwan yang dimaksud melakukan dugaan pemerasan adalah Ipda PG.
Baca juga: Pimpinan Ungkap Ada Unsur Pemerasan dan Kolusi di Kasus Pungli Rutan KPK
Direktur LBH Medan Ungkap Beragam Keanehan
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Irvan Saputra mengungkap beragam keanehan dalam penanganan kasus dugaan pemerasan yang menimpa dua orang waria, Kamal Ludin alias Deca dan Rianto alias Fury.
Menurut Irvan, pada Senin (26/6/2023) kemarin, selepas kedua kliennya itu dipanggil Polda Sumut untuk menjalani klarifikasi, Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Dudung Adijono sibuk mengajak dua korban dan LBH Medan untuk menggelar jumpa pers.
Dalam jumpa pers itu, Propam Polda Sumut menyuruh kedua korban untuk menyampaikan ucapan terima kasih pada Kapolda Sumut, Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak.
Sebab, kata Irvan, dalam jumpa pers yang rencananya akan diadakan Polda Sumut itu, penyidik yang diduga telah melakukan pemerasan akan mengembalikan uang Rp 50 juta diduga hasil pemerasan itu pada Deca dan Fury.
"Kabid Propam yang ngomong gitu. Klien kami disuruh ucapkan terima kasih pada Kapolda Sumut," kata Irvan, Selasa (27/6/2023).
Karena merasa hal tersebut janggal, Irvan pun enggan menuruti permintaan Kabid Propam.
Terlebih, kata Irvan, saat itu dirinya tengah ada jadwal mengajar, sehingga tidak bisa ikut serta dalam jumpa pers yang akan diadakan Polda Sumut.
"Menurut saya, LBH Medan tidak punya keharusan menghadiri jupa pers itu. Karena kasus ini saja belum jelas penanganannya," kata Irvan.
Ia mengatakan, semestinya Polda Sumut lebih dahulu membeberkan siapa saja oknum yang terlibat dalam dugaan pemerasan itu.
Kemudian, Polda Sumut juga sepatutnya mengumumkan kepada publik, hukuman apa yang akan diberikan kepada oknum polisi yang nantinya terbukti melakukan kesalahan.
"Bukan malah langsung jumpa pers," kata Irvan.
Baca juga: FAKTA Baru Waria Tewas Dibunuh Pria Kenalannya, Motif hingga Pelaku Dihantui Rasa Bersalah
Ia mengatakan, sampai saat ini pun Polda Sumut belum ada menyampaikan permintaan maaf atas tindakan yang sudah dilakukan oknum penyidik kepada kedua kliennya itu.
Kemudian, kata Irvan, ia turut mengkritisi sikap Polda Sumut yang seolah-olah ingin kasus ini selesai begitu saja.
"Dalam jumpa pers yang akan diadakan Polda Sumut itu kan rencananya akan ada pengembalian uang Rp 50 juta. Uang itu kan sebagai barang bukti. Kalau barang bukti dipulangkan, terus apa menjadi jaminan kasus ini akan berlanjut," kata Irvan.
Ia curiga dengan Polda Sumut, kenapa sampai sekarang belum ada penjelasan menyangkut masalah ini.
Justru, kata Irvan, kliennya malah disuruh mengucap terima kasih kepada Kapolda Sumut, meski kasusnya masih tak jelas.
"Tidak ada kewajiban bagi LBH Medan untuk menghadiri jumpa pers tersebut. Kalau mau dibuat, ya silakan saja," kata Irvan.
Ia mengatakan, kalaulah kasus ini berhenti begitu saja, maka ini akan menjadi preseden buruk.
Sebab, kata dia, ada dugaan pelanggaran etik berat yang sudah terjadi dalam kasus ini.
Kemudian, kata Irvan, ada pemufakatan jahat yang terang-terangan terjadi dalam kasus ini.
"Masa kasus kategori pelanggaran kode etik berat langsung dikembalikan begitu saja. Seharusnya Kapolda Sumut punya sikap, seperti apa langkahnya," tegas Irvan.
Lapor LPSK
Deca dan Fury, dua waria yang mengaku korban pemerasan oknum penyidik Polda Sumut melapor ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Keduanya merasa terancam, karena adanya bentuk dugaan intimidasi yang disinyalir dilakukan sejumlah aparat Polda Sumut.
Wakil Direktur LBH Medan, Muhammad Alinafiah Matondang mengatakan, laporan ke LPSK dilakukan guna menjamin keselamatan kedua kliennya.
"Kenapa kami memilih mengajukan permohonan dengan LPSK, karena mengingat beberapa kali Deca dan Puri ada dugaan intimidasi," kata Ali.
Ali mengatakan, ada dugaan indikasi tindakan intimidasi yang didapat kedua kliennya ini bermuara pada upaya pencabutan laporan di Polda Sumut.
"Kami menilai (dugaan intimidasi) mengarah kepada agar laporan pengaduan mereka ini dicabut atau diadakan perdamaian," terang Ali.
Ia menyampaikan, pihak kepolisian berupaya menghubungi keluarga kedua kliennya itu, bahkan mendatangi kos-kosan Deca.
Oknum memaksa kliennya tidak melanjutkan kasus tersebut.
"Kita sudah sampaikan kepada pihak LPSK, agar supaya menerima (laporan korban), dan kita berharap dikabulkan untuk perlindungan Deca dan Fury ini,"
"Kami minta perlindungan nya dari fisik, karena dugaan kita ini tidak hanya berkaitan dengan oknum, tapi mungkin sudah ada backup-backup petinggi," tambahnya.
Ali mengungkapkan, ada beberapa poin yang disampaikan dalam permohonannya ke LPSK.
Mulai dari perlindungan proses hukum keduanya, psikologi, dan psikososial.
"Memang kemarin Deca didatangi oleh beberapa orang, yang kita pahami itu bagian dari oknum yang mencoba mengintimidasi agar ada berdamaian dan pencabutan laporan," ungkapnya.
"Juga ada langsung pihak kepolisian datang ke kostnya, pangkatnya Kombes sama AKBP. Kita sayangkan, karena datangnya itu bukan dalam rangka untuk penegakan hukum, tapi bagaimana Deca ini mencabut pendamai," katanya lagi. (Tribunnews.com/TribunMedan.com)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.