Duduk Perkara Pungli SMKN 1 Sale Rembang, Ganjar Pranowo Geram, Eks Kepsek Beri Penjelasan
Eks Kepsek SMKN 1 Sale Rembang membeberkan duduk perkara adanya infak di sekolahnya yang membuat Ganjar Pranowo geram.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.com - Kepala Sekolah SMKN 1 Sale, Rembang, Jawa Tengah, Widodo, dibebastugaskan pada Rabu (12/7/2023), buntut terungkapnya ada infak alias pungutan liar (pungli) di sekolahnya.
Adanya pungli ini terbongkar saat seorang siswi SMKN 1 Sale bercerita pada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dalam sesi tanya-jawab ketika acara di Pendopo Kabupaten Rembang, Senin (10/7/2023).
Dalam kesempatan itu, si siswi bercerita ia dan teman-teman sekolahnya diwajibkan membayar uang gedung tiap kenaikan kelas.
Namun, besaran uang gedung itu tergantung tingkatan kelas para siswa-siswinya.
Siswi tersebut mengaku dirinya membayar Rp300 ribu untuk uang gedung.
"Bayar untuk uang gedung, infak. Setiap naik kelas beda, (saya bayar) Rp300 ribu (terakhir)" ungkap si siswi di hadapan Ganjar, dikutip dari tayangan Instagram sang gubernur.
Baca juga: Dipecat Karena Pungli Berkedok Infaq Bangun Musala, Ini Pengakuan Mantan Kepala SMKN 1 Sale Rembang
Mendengar pengakuan siswi itu, Ganjar terlihat heran dan geram.
Pasalnya, semua sekolah negeri di Jawa Tengah dilarang melakukan pungli atau infak dalam bentuk apapun, alias gratis.
Ganjar pun menegaskan kepala sekolah SMKN 1 Sale sama saja mencari masalah dengannya jika nekat melakukan pungli.
"Ciri-ciri kepala sekolah yang setelah ini bermasalah sama gubernurnya," kata Ganjar disambut tawa hadirin.
"Saya pastikan itu nanti saya suruh kembalikan. Kalau nggak kepala sekolahnya aja yang suruh berhenti," tegasnya.
Duduk Perkara
Menanggapi hal tersebut, Widodo mengaku infak tersebut merupakan inisiatifnya sendiri dan pihak komite.
Alasannya, karena di SMKN 1 Sale belum memiliki tempat ibadah.
"SMK Sale dari total 550 siswa kan belum punya sarana tempat ibadah mushala dan itu inisiatif saya dengan komite mengumpulkan wali-wali murid dan kita ceritakan semenjak awal sampai 2022 itu belum punya mushala."
"Jadi saat Shalat Dhuhur dan Ashar itu kita masih dompleng di SMP," urai Widodo saat dihubungi Kompas.com, Selasa (11/7/2023).
Dengan kondisi tersebut, Widodo menuturkan setelahnya ia dan pihak komite menawarkan kepada wali murid.
Mengetahui mendapat respons yang bagus dari wali murid, Widodo dan komite sekolah pun memberanikan diri mengadakan infak alias pungli, meski bertentangan dengan aturan.
"Terus ditawarkan ke wali murid untuk membahas mushala itu dan ternyata mereka responsnya bagus."
Baca juga: Dipecat Karena Pungli Berkedok Infaq Bangun Musala, Ini Pengakuan Mantan Kepala SMKN 1 Sale Rembang
"Tapi, dengan aturan yang ada 'kan bertentangan, cuma komite sekolah melihat kondisi ril di lapangan, (akhirnya) memberanikan diri," sambung Widodo.
Selain mushala, sarana dan prasarana di SMKN 1 Sale diungkap Widodo cukup kurang.
Widodo mengatakan sekolahnya belum memiliki perpustakaan, bengkel mobil, dan kekurangan ruang kelas.
Ia mengaku sudah mengajukan pengadaan sejumlah sarana dan prasarana sekolah lewat aplikasi TAKOLA.
Namun, hingga kini belum terealisasi.
"Sarprasnya kekurangan, termasuk Mushala, bengkel mobil belum punya, ruang kelas, kita punya 19 kelas Rombel tapi baru punya 9 ruangan, kemudian perpustakaan," jelasnya.
"Nggih (iya) mas, termasuk mobil praktik juga kita mengajukan ke Aset Provinsi/BPKAD tetapi sampai sekarang belum terealisasi," imbuhnya.
Karena itu, Widodo merasa dengan adanya infak untuk pembangunan mushala, bisa menjadi salah satu solusi menyelesaikan kekurangan sarana dan prasarana di SMKN 1 Sale.
Meski demikian, Widodo menegaskan infak untuk pembangunan mushala tidak bersifat mengikat.
Dari 550 siswa-siswi SMKN 1 Sale, kata Widodo, ada beberapa di antaranya yang dibebaskan lantaran berasal dari keluarga kurang mampu.
Sementara, untuk besarannya juga tergantung kemampuan siswa-siswi.
"Itu pun tidak mengikat sifatnya, kalau mereka ada lebih boleh, tidak Rp300 (ribu) bisa lebih."
"Kalau misalkan mereka sanggupnya kok hanya Rp 200 (ribu) atau Rp 100 (ribu) silakan dan itu pun kita klasifikasi, yang memang benar-benar tidak mampu bayar, kita data dan tidak diwajibkan untuk membayar iuran," urai Widodo.
Baca juga: Siswi yang Ungkap Pungli di SMKN 1 Sale Dapat Pendampingan Khusus, Disebut agar Tak Ada Perundungan
Widodo Siap Terima Konsekuensi
Widodo mengaku siap menerima konsekuensi dari keputusannya melakukan infak di SMKN 1 Sale.
Ia juga telah mengetahui soal dirinya yang dibebastugaskan sebagai Kepala Sekolah SMKN 1 Sale dan SMKN 2 Rembang.
Sebagai informasi, Widodo menjabat sebagai kepala sekolah di dua SMKN tersebut.
Meski surat tugas belum didapatnya, Widodo sudah mendapat informasi bahwa dirinya telah digantikan oleh Pelaksana Harian (Plh).
"Sore tadi saya mendengar bahwa posisi saya di Sale sudah digantikan oleh Plh," ungkap Widodo, Rabu (12/7/2023), dilansir TribunJateng.com.
"Surat bebas tugas belum datang secara langsung ke saya, cuma saya dikasih tahu bahwa di Sale sudah digantikan sama Plh," tegasnya.
Widodo mengaku ikhlas atas keputusan tersebut.
Ia juga tengah menunggu keputusan akhir terkait nasibnya akan seperti apa.
"Tetap saya tunggu (keputusannya) seperti apa, dan tetap saya siap seperti apa yang diputuskan ke saya," pungkasnya.
Disdikbud: Infak Sebenarnya Boleh
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jawa Tengah memberikan penjelasan terkait aturan infak.
Kepala Disdikbud Jateng, Uswatun Hasanah, mengungkapkan sebenarnya infak boleh dilakukan oleh pihak sekolah.
Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, termasuk harus dilakukan secara sukarela oleh wali murid tanpa ditentukan nominalnya.
Baca juga: Nasib Kepala SMKN 1 Sale setelah Siswanya Bongkar Dugaan Pungli Berkedok Infak pada Ganjar
"Kalau infak 'kan tempat ibadah ya. Sebenarnya kalau kita membedakan, infak itu sukarela dan tidak ditentukan besarannya," ungkap Uswatun saat ditemui TribunJateng.com, Rabu (12/7/2023).
Tetapi, lanjut Uswatun, jika pihak sekolah menentukan nominal infak, maka hal itu termasuk pungli.
"Kalau jatuhnya penentuan nominal yang ditentukan, itu namanya pungutan."
"Kalau tidak dikoordinir dan dikondisikan itu boleh saja selama sukarela,” tuturnya.
Dia mengatakan Ganjar Pranowo juga pernah menyampaikan bahwa infak diperbolehkan kepada para kepala sekolah se-Jateng.
Tetapi yang banyak terjadi, pihak sekolah menentukan jumlah infak.
Padahal kemampuan setiap wali murid untuk bersedekah tidak sama.
“Dalam pelantikan calon kepala sekolah tahun lalu, Pak Gubernur pernah menegaskan hal itu kok. Boleh apa tidak? Boleh."
"Tapi yang sering terjadi dikondisikan, sehingga yang tidak mampu akhirnya terpaksa harus membayar,” beber Uswatun.
Untuk itu, pihaknya cenderung mendorong sekolah untuk mencari dana selain dari infak atau segala bentuk pungutan lainnya.
Seperti halnya menggalang dana dari alumni yang notabenenya sudah tidak berstatus siswa atau anak.
“Terhitung mulai tahun 2020, Jawa Tengah ini sudah menerapkan sekolah bebas pungutan dalam bentuk apa pun."
"Pak Gubernur juga sudah menyampaikan. Utamanya di satuan pendidikan ini sangat rentan karena memang mayoritas peserta didik di Jateng ini masih kategori miskin,” tandasnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, TribunJateng.com/Mazka Hauzan Naufal, Kompas.com/Aria Rusta Yuli Pradana)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.