5 Fakta Ustaz Zulfikar di Sulawesi Cabuli Santri Laki-laki, Akui Punya Kelainan Seksual
Pimpinan Pondok pesantren (Ponpes) Surga Religi itu kini sudah resmi jadi tersangka dan ditahan di Polres Polman, Sulawesi Barat.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, POLMAN - Ustas Zulfikar (37) mengakui perbuatannya melakukan pelecehan seksual terhadap beberapa santri laki-laki.
Pimpinan Pondok pesantren (Ponpes) Surga Religi itu kini sudah resmi jadi tersangka dan ditahan di Polres Polman, Sulawesi Barat.
Penahanan Ustaz Zulfikar terkuak setelah orang tua korban melaporkannya ke polisi.
Zulfikar nampak sudah mengenakan rompi orange dengan tangan terborgol.
Di depan awak media, Zulkifkar mengakui perbuatan bejatnya tersebut.
"Saya memohon maaf kepada Kemenag Polman, kepada seluruh keluarga korban dan kepada kedua orang tua saya," ujar Zulfikar kepada wartawan, Selasa (11/7/2023).
Baca juga: Remaja Laki-laki Korban Kepala Sekolah Cabul di MTs Labuhanbatu Bertambah Jadi 10 Orang
Seperti apa kasus ini? Benarkah Ustaz Zulfikar memiliki kelainan seksual? Berikut dirangkum Tribunnews.com, Jumat (14/7/2023):
1. Akui Kelainan Seks
Ustaz Zulfikar juga meminta maaf kepada seluruh masyarakat atas kegaduhan yang terjadi di lingkungan ponpes.
Zulfikar juga menyampaikan kepada seluruh masyarakat, agar kasus yang dialaminya tidak disangkutpautkan dengan lingkungan pondok pesantren.
Selain itu Zulfikar mengakui perbuatan melecehkan santrinya hingga menyebabkan trauma.
Zulfikar bahkan mengakui kelainan seks pada dirinya merupakan sebuah penyakit yang tak bisa ia bendung.
"Saya juga manusia biasa, ini murni penyakit yang tidak bisa saya bendung, saya sudah sempat berobat," lanjutnya.
Ustas Zulfikar menyebut pernah berobat dan berdoa di Madina, bahkan di depan Ka'ba.
Ia meminta agar penyakitnya dapat disembuhkan.
Masyarakat diminta untuk tetap menjadikan ponpes sebagai lingkungan yang baik untuk menimbah ilmu.
"Ponpes ialah tempat yang terbaik untuk menimbah ilmu, saya hanyalah oknum orang biasa," ungkapnya.
2. Tersangka Pencabulan
Ustaz Zulfikar menjadi tersangka atas kasus pencabulan terhadap santrinya inisial S.
Polisi menerapkan pasal 82 undang-undang perlindungan anak, ancaman hukuman 15 tahun penjara.
"Sampai saat ini hanya terdapat satu orang korban, pelaku juga sudah mengakui perbuatannya," ujar Kapolres Polman, AKBP Agung Budi Leksono.
Zulfikar nampak sudah mengenakan rompi orange dengan tangan terborgol.
3. Berawal dari Laporan Santri
Kasus ini terkuak bermula dari seorang santri laki-laki di ponpes Surga Religi kabur, usai mendapat perlakuan tidak senonoh dari Zulfikar.
Awalnya ia berbelanja ke kantin yang ada di Ponpes tersebut, kemudian ketika hendak balik ke kamarnya, ia dipanggil oleh Zulfikar.
Oleh tersangka, korban inisial S tersebut kemudian diminta memijat sang ustad di tempat tidur.
Lalu diminta memegang alat vital sang ustad dengan iming-iming uang Rp100 ribu.
Usai kejadian, korban trauma dan melarikan diri dari ponpes dan pulang ke rumah orangtuanya.
Keluarga korban kemudian melaporkan sang ustad ke polisi untuk diproses hukum.
4. Hasrat Sesama Jenis
Psikolog Polda Sulbar melakukan pemeriksaan di ruangan unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Polman, Senin (10/7/2023) sore.
Hasil pemeriksaan tersangka Ustas Zulfikar mengaku melakukan pencabulan lantaran berhasrat terhadap sesama jenis.
Hal tersebut merupakan adanya kelainan seks lantaran lebih berhasrat/ bernafsu sesama jenis.
“Dia mengaku hasratnya lebih besar kepada lelaki daripada perempuan,” kata Kanit PPA Polres Polman, Ipda Mulyono kepada wartawan.
Mulyono mengungkapkan tersangka Ustas Zulfikar mengaku selama ini lebih berhasrat kepada pria daripada lawan jenisnya.
Meski begitu tersangka Ustas Zulfikar mengaku tetap bisa berhubungan intim dengan perempuan.
“Dia mengaku bisa berhubungan sama perempuan, tapi tidak ada hasrat, hasratnya hanya kepada lelaki,” terang Mulyono.
5. Korbannya Capai 7 Orang
Hasil pemeriksaan unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Polman korban lebih dari satu orang.
Namun hingga Selasa (11/72023) hanya terdapat satu santri yang datang melapor secara resmi.
"Pengakuan pelaku lebih dari satu, ada tujuh orang, nanti kita selidiki dulu karena pelaku sudah lupa," terang Kanit PPA Polres Polman, Ipda Mulyono kepada wartawan.
Mulyono mengungkapkan pelaku sudah lupa nama-nama santrinya yang turut menjadi korban.
Hal itu lantaran kejadian pencabulan tersebut sudah lama, dan santrinya sudah tidak di ponpes.
Pencabulan yang dilakukan Ustas Zulfikar, kata Mulyono semua terjadi di lokasi TKP yang sama.
"Memang pelaku mengaku ada tujuh, menurutnya semuanya di ponpes, ya kita selidiki dulu," ungkapnya.
Ia menambahkan penyidik masih terus memeriksa lebih dalam untuk memastikan adanya korban tambahan.
6. PWNU SUlbar Minta Ponpes Dibina
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sulawesi Barat H Adnan Nota turut prihatin atas kembalinya terjadi pelecehan seksual dipondok pesantren.
"Persoalan ini berulang, memang harus ada pembinaan kepada pondok pesantren, makanya kita mengutuk keras yang melakukan tindakan pelecehan seksual kepada santri," kata Adnan.
Karena fenomena ini bukan lagi hanya terjadi di pulau jawa.
Tapi, sudah masuk ke Sulbar yang cukup memprihatinkan.
"Saya anggap ini persoalan darurat. Kekerasan seksual kepada santri itu sudah sesuatu yang sangat mengkhawatirkan," ungkapnya.
Karena itu, pemerintah harus hadir dan mengambil langkah-langkah.
Termasuk, saat pendirian pondok pesantren harus ada aturan ketat.
"Kita lihat hari ini kejadian berulang terus. Makanya pemerintah harus membuatkan regulasi yang ketat kaitan dengan pendirian pondok pesantren," tegasnya.
Sebab nanti disebut pondok pesantren jika memenuhi beberapa hal salah satunya ada kiyai atau pengasuh yang memiliki keilmuan agama luas.
Akan tetapi, tidak sampai di situ saja perlu juga figur yang teladan, karena selama ini kalau sudah bergelar ustadz dan saat mendirikan pondok langsung dilegalkan.
Akses ustadz ke santrinya ini perlu ada regulasi agar dapat dikontrol secara baik. Fasilitasnya juga harus ada pondok, masjid, dan ada tempat belajar.
Jangan ada santrinya dibawa ke akses ruangan pribadi dan ini biasa lepas dari pengawasan pengasuhnya. (*)