Kasus KDRT Berujung Maut di Tembalang Semarang, Menteri PPPA: Tak Dapat Diterima Masyarakat Beradab
Menteri PPPA kecam KDRT di Tembalang yang berujung pada meninggalnya korban, minta diterapkan sanksi hukum setimpal dengan menerapkan UU PKDRT.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengecam tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi di Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah yang berujung pada meninggalnya korban.
Dirinya mendorong aparat penegak hukum menerapkan sanksi hukum yang setimpal dengan mengenakanUU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
"Tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang merenggut nyawa seorang perempuan adalah tindakan yang tidak dapat diterima dalam masyarakat yang beradab," ujar Bintang melalui keterangan tertulis, Rabu (30/8/2023).
"Kita tak bisa tinggal diam saat kasus semacam ini terjadi. Kami sangat menyesal atas perbuatan terduga pelaku yang begitu tega menghabisi nyawa istrinya sendiri," tambah Bintang.
Tim Layanan SAPA KemenPPPA telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Semarang pada proses pendampingan kasus ini.
Bintang mengatakan KemenPPPA juga mendampingi proses pemakaman terhadap jenazah korban.
Selain itu, KemenPPPA melakukan pendampingan kepada anak dan keluarga korban
"Segera setelah menerima laporan, Tim Layanan SAPA melakukan koordinasi dengan UPTD PPPA Kota Semarang untuk memastikan proses penjangkauan kasus yang sudah dilakukan," kata Bintang.
Sanksi pidana, menurut Bintang, harus mencerminkan seriusnya tindak kekerasan terduga pelaku dan merujuk pada hukum yang berlaku.
Baca juga: 7 Bulan Mendekam di Penjara karena Kasus KDRT, Ferry Irawan Tak Dendam ke Venna Melinda
Atas tindak pidana yang dilakukan, terduga pelaku dapat dikenakan pasal 6 huruf a Jo 44 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Pasal ini berbunyi: “Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah)”.
“Saya berharap kiranya seluruh pihak dapat melakukan berbagai upaya sinergi dan kolaborasi, agar kejadian tersebut tidak terulang kembali," pungkas Bintang.
UU PKDRT, menurut Bintang, adalah salah satu peraturan yang melakukan terobosan hukum karena terdapat beberapa pembaharuan hukum pidana yang belum pernah diatur oleh undang-undang sebelumnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.