Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus Siswi di Lamongan Dicukur Pitak Berbuntut Panjang, Sang Guru Nonjob hingga Panen Kecaman

REP, kata Munif, sementara sebagai staf di Diknas Lamongan dalam rangka pembinaan. Jadi tidak ada jabatan atau nonjob.

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Kasus Siswi di Lamongan Dicukur Pitak Berbuntut Panjang, Sang Guru Nonjob hingga Panen Kecaman
dok. Tribun Jatim
Mediasi kepala sekolah SMPN Sidodadi 1 Lamongan antara orangtua siswa dan ibu guru EN atas insiden pembotakan rambut siswa perempuan karena tidak mengenakan ciput di kerudung yang dikenakan menjelang pulang sekolah. 

Menurut Munif, seharusnya yang menindak siswa itu menjadi tanggungjawab guru bimbingan konseling (BK) bukan guru mata pelajaran.

Ia menyayangkan tindakan guru tersebut. Sedangkan oknum guru yang menurut Munif dalam proses pembinaan belum bisa dipastikan sampai kapan.

"Sementara ini kita stafkan," katanya.

Menyikapi siswa, guru berkewajiban memperbaiki karakter anak didik. Dan menciptakan proses belajar anak itu menyenangkan.

Bagaimana dengan orang tua siswa yang menjadi korban ? Menurut Munif, sehari setelah peristiwa antara orang tua siswa dengan guru dan pihak sekolah.

Menurutnya, antara siswa, orang tua murid dengan pihak sekolah sudah selesai, damai.

Apa yang terjadi di SMP Negeri 1 Sukodadi bagi Munif harus menjadi pembelajaran bagi semuanya.

BERITA REKOMENDASI

Bagaimana siswa yang menjadi korban arogansi si guru ? para siswi tetap masuk sekolah dan mengikuti proses belajar mengajar seperti biasa.

Baca juga: Sosok Guru SMP di Lamongan yang Botaki 19 Siswi Tak Pakai Ciput, Sudah Minta Maaf, Tak Boleh Ngajar

Dikecam LBH Surabaya

LBH Surabaya mengecam keras aksi pembotakan rambut terhadap 19 orang siswi kelas IX SMPN 1 Sukodadi Lamongan, Jawa Timur, yang dilakukan oleh oknum guru EN (REP) pada Rabu (23/8/2023).

Kepala Bidang Advokasi dan Kampanye LBH Surabaya, Habibus Shalihin mengatakan, salah satu perwujudan prinsip 'The Right to Survival and Development' atau hak untuk hidup dan berkembang bagi anak adalah setiap anak memperoleh hak atas pendidikan.

Termasuk ketika anak berada di dalam lingkungan satuan pendidikan agar terhindar dari tindak kekerasan fisik maupun psikis yang berpotensi dilakukan oleh elemen-elemen yang ada pada lingkungan satuan pendidikan, seperti pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan atau pihak lain .

Mereka menilai, aksi pembotakan terhadap para siswi di SMPN 1 Sukodadi Lamongan, menunjukkan upaya perlindungan anak dari kekerasan fisik berakibat pada kondisi psikis anak yang menjadi korban tindakan pembontakan rambut bagian depan yang dilakukan pihak sekolah, khususnya oleh guru berinisial REP yang melakukan aksi kekerasan tersebut.


"Seharusnya lingkungan sekolah menjadi ruang aman bagi anak untuk mendapatkan penikmatan atas hak pendidikan," ujar Habibus, dalam keterangan tertulisnya yang diterima TribunJatim.com, Rabu (30/8/2023).

Selain itu, menurut Habibus, tindakan oknum guru EN dalam kasus ini yang secara paksa melakukan aksi pembotakan rambut bagian depan siswi-siswinya, sudah dikategorikan sebagai salah satu bentuk kekerasan.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas