Pemerintah Wajib Selamatkan Rakyat di Pulau Rempang dari Aksi Sewenang-wenang
Menurut Heikal Pemerintahan Presiden Jokowi wajib melindungi hak - hak warga yang terdzalimi. Contohnya relokasi warga di Pulau Rempang.
Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Heikal Safar angkat bicara terkait relokasi warga di Pulau Rempang.
Mantan Sekjen Partai Priboemi ini mengatakan peristiwa itu sudah terindikasi sejak lama, tetapi pemerintah diduga tidak tegas berpihak kepada kepentingan rakyat yang sesungguhnya.
"Saya sebagai Eks Sekjen Partai Priboemi dan elemen masyarakat di seluruh Indonesia sangat prihatin karena sungguh ironis mereka yang notabene adalah warga asli Pribumi yang nasibnya terzolimi lantaran terusir dinegerinya sendiri," ujar Heikal Safar dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/9/2023).
Bakal Calon Walikota Bekasi 2024 ini menegaskan bahkan masih banyak lagi daerah-daerah di Indonesia yang diduga menimbulkan potensi kasus-kasus yang serupa dengan Pulau Rempang, Kepulauan Riau tersebut.
Dia menilai nasib rakyat kecil yang kehidupannya masih tertindas sehingga ikut menggugah hati sanubari.
"Saya menjadi bertanya-tanya kepada pemerintah selaku pemangku kebijakan, dimana ya letak Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia? jika tanah air beserta kekayaan negara hanya dikuasai oleh segelintir orang saja," kata Heikal.
"Dan konyolnya satu keluarga Konglomerat kekayaannya sebanding dengan ratusan juta rakyat Indonesia. Ingat! Bahwa cita -cita Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah untuk mengangkat Harkat, Derajat, dan Martabat Pribumi Bukan malah Sebaliknya," kata Heikal.
Menurut Heikal Pemerintahan Presiden Jokowi wajib melindungi hak - hak warga yang terdzalimi.
"Kasihan mereka, hingga menjadi korban kekejaman pihak-pihak ataupun oknum-oknum pemangku kebijakan yang tidak bertanggung jawab," katanya.
Lebih lanju Heikal menjelaskan, oleh karena itu Pribumi wajib bersatu untuk melawan kesewenang - wenangan dan ketidakadilan.
Dia mengatakan jangan pernah takut dan gentar dengan penguasa dan pengusaha yang zalim dan mengintimidasi rakyatnya sendiri.
"Jiwa patriot kita pribumi ini dikobarkan Seperti semangat juang berani berkorban demi membela kebenaran dan keadilan hukum untuk kemakmuran rakyatnya yang ditanamkan oleh Almarhum Ketua Dewan Pembina Partai Priboemi Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso," ujarnya.
Heikal juga berharap agar sesama pribumi anak bangsa antara penduduk Pulau Rempang dan Polisi agar tidak diadu domba sampai berkelahi, sampai-sampai menjadi korban penganiayaan dikarenakan kebijakan yang tidak berkeadilan tersebut.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Polhukam Mahfud Md., meminta aparat penegak hukum dan keamanan untuk hati hati dalam menangani kasus di Rempang, Kepulauan Riau. Hal itu disampaikan Mahfud usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, (11/9/2023).
"Oleh sebab itu saya berharap kepada aparat penegak hukum, aparat keamanan supaya berhati-hati menangani ini," katanya.
Selain itu Mahfud juga minta aparat untuk mensosialisasikan mengenai adanya kesepakatan pada tanggal 6 September antara Pemda, pengembang, DPRD, dan masyarakat.
Mahfud mengatakan masalah hukum konflik lahan tersebut sebenarnya sudah selesai. Pada tahun 2001-2002 telah diputuskan adanya pengembangan kawasan wisata di pulau-pulau,m yang terlepas dari pulau induknya, salah satunya pulau Rempang.
Pada 2004 kemudian ditandatangani kesepakatan antara Pemda atau BP Batam dengan pengembang atau investor untuk mengembangkan pulau pulau tersebut.
Hanya saja sebelum kesepakatan tersebut dijalankan, sudah dikeluarkan lagi izin-izin kepada pihak lain.
Izin-izin baru yang dikeluarkan sesudah MoU tersebut kemudian dibatalkan semua oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Pada saat pengembang yang sudah menjalin kesepakatan pada 2004 lalu tersebut akan memulai kegiatan, lahannya sudah digunakan oleh pihak lain.
"Nah ketika akan masuk, di situ sudah ada kegiatan, sudah ada penghuni lama dan seterusnya, dan seterusnya," katanya.
Konflik kemudian terjadi karena adanya perintah pengosongan oleh pengembang yang akan memulai kegiatannya di wilayah tersebut.
"Nah di situ lalu terjadi perintah pengosongan karena tahun ini akan masuk kegiatan-kegiatan yang sudah diteken tahun 2004 sesuai dengan kebijakan tahun 2001, 2002," katanya.
Pada akhirnya kata Mahfud, dijalin lah kesepakatan antara Pengembang, Pemda, dan dan masyarakat pada 6 September kemarin. Kesepakatan tersebut yakni warga yang mendiami lahan tersebut direlokasi.
Setiap kepala keluarga diberi tanah 500 meter persegi dan dibangunkan rumah dengan ukuran (tipe) 45 sebesar Rp 120 juta setiap kepala keluarga.
"Besar lho itu, daerah terluar," katanya.
Baca juga: Demo soal Rempang di BP Batam Ricuh, Ini Kondisi kantor dan 2 Polisi yang Terluka
Selain direlokasi, setiap keluarga juga mendapatkan uang tunggu sebelum relokasi sebesar Rp 1.034.000. Lalu diberi uang sewa rumah sambil menunggu rumah yang dibangun, masing-masing Rp 1 juta.
Mahfud menambahkan relokasi 1200 kepala keluarga tersebut dilakukan ke tempat yang tidak jauh dari pantai.
"Nah semuanya sudah disepakati, rakyatnya sudah setuju dalam pertemuan tanggal 6 itu, yang hadir di situ rakyatnya sekitar 80 persen sudah setuju semua," katanya.
Permasalahannya kata Mahfud kesepakatan tersebut belum terinformasikan dengan baik kepada masyarakat. Ditambah lagi adanya provokasi kepada masyarakat. Provokator tersebut telah diamankan pihak kepolisian.
"Di situ sudah ada (kesepakatan) tanggal 6 September, lalu demonya meledak tanggal 7 sehingga ada 8 orang, 8 atau 7 tuh, yang sekarang diamankan karena diduga memprovokasi dan diduga tidak punya kepentingan dengan tempat itu," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.