Soal Kasus Bunuh Diri di Semarang, Polda Jateng Larang Bagikan Konten hingga Kata Wali Kota
Polda Jateng larang bagikan konten bunuh diri, berpotensi terjadi bunuh diri tiruan dan penularan bunuh diri.
Penulis: Muhammad Renald Shiftanto
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Dalam waktu satu bulan, telah ada dua kasus bunuh diri di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Ketiganya merupakan mahasiswa dari perguruan tinggi berbeda di Kota Semarang.
Menanggapi hal tersebut, pihak Polda Jawa Tengah pun melarang penyebaran konten yang berkaitan dengan bunuh diri.
Hal tersebut dilakukan supaya tak ada bunuh diri tiruan (copycat suicide) atau penularan bunuh diri (suicide contagion).
AKBP Novian Susilo selaku Kepala Bagian Psikologi (PSI) Biro SDM Polda Jateng mencontohkan, surat wasiat yang disebarkan bisa menjadi ide untuk orang lain melakukan aksi serupa.
"Iya, jangan dieksploitasi (bunuh diri) misal surat wasiat jadi orang yang punya masalah yang sama malah dapat ide, di psikologi ada perilaku meniru," ujarnya seperti yang diwartakan TribunJateng.com.
Baca juga: Mahasiswi Udinus Semarang Akhiri Hidup di dalam Kamar Kos, Pacar Ungkap Fakta : Terjerat Pinjol?
Selain itu, Novian mengatakan bahwa bunuh diri adalah tanggung jawab semua pihak, mulai dari orang tua, lingkungan, termasuk pihak sekolah atau universitas.
"Misal ada perubahan perilaku harapannya lingkungan punya peran untuk membantu korban," ungkapnya.
Sedangkan Kombes Satake Bayu selaku Kabid Humas Polda Jateng melarang kejadian sadis seperti bunuh diri untuk diviralkan karena bisa membuat dampak kurang baik di masyarakat.
Selain itu, dengan viralnya kasus bunuh diri juga bisa membuat trauma bagi keluarga.
Tak hanya itu, bisa juga menjadi contoh orang lain untuk menyelesaikan masalah dengan jalan pintas.
"Hal itu tak dibenarkan secara agama, harusnya orang sekitar korban mau mencarikan solusi permasalahan supaya bisa diselesaikan," ungkapnya.
Bayu mengungkapkan, bila ada masalah, lebih baik diceritakan kepada teman, keluarga, atau psikolog supaya mendapatkan jalan keluar atau solusi.
"Curhatlah, keluarkan unek-unek, cari solusi baik dengan keluarga, orang terdekat maupun ke psikolog," pungkas Satake Bayu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.