Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

6 Anak SD di Banten Lukai Tangannya Sendiri gara-gara Ikuti Tren di TikTok, Komnas PA Turun Tangan

Berikut informasi soal tren TikTok lukai tangan di Kabupaten Serang, Banten. Komnas Perlindungan Anak (PA) turun tangan.

Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in 6 Anak SD di Banten Lukai Tangannya Sendiri gara-gara Ikuti Tren di TikTok, Komnas PA Turun Tangan
Dok. Komnas PA Kabupaten Serang
Ilustrasi anak SD. Berikut informasi soal tren TikTok lukai tangan di Kabupaten Serang, Banten. Komnas Perlindungan Anak (PA) turun tangan. 

TRIBUNNEWS.COM - Tren melukai tangan berawal dari konten media sosial TikTok yang  meresahkan masyarakat di Kabupaten Serang, Banten.

Dilaporkan ada enam anak SD yang kedapatan melukai tangannya sendiri.

Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Kabupaten Serang, Kurotu Akyun, membenarkan temuan anak SD sayat tangannya.

Ia mengatakan, anak SD tersebut masih duduk di bangku kelas V.

Keenamnya bersekolah di salah satu SD berlokasi di Kabupaten Serang.

Akyun sudah turun tangan dengan memintai keterangan anak-anak SD tersebut.

Baca juga: Viral Siswa SD di Situbondo Sayat Tangan Sendiri, Bupati Karna Suswandi: Saya Belum Tahu

Kepada petugas, mereka mengaku nekat menyayat tangannya karena terpengaruh media sosial.

Berita Rekomendasi

"Sementara ikut-ikutan aja," kata Akyun, dikutip dari TribunBanteng.com, Minggu (5/11/2023).

Akyun menyebut, pihaknya sudah berlakukan komunikasi dengan Komnas PA provinsi dan pusat terkait fenomena ini.

Terlebih tren sayat tangan juga dilaporkan terjadi di sejumlah daerah lainnya.

"Makanya kita koordinasikan dengan Komnas PA provinsi dan pusat untuk pendalaman, agar tidak terlalu jauh."

"Terlalu jauh itu ada komunitasnya yang tidak kita harapkan," ungkap Akyun.

Akyun menambahkan, tren tersebut sebetulnya bukan hal yang baru.

Potret tangan salah satu siswa SD di Kabupaten Serang yang tampak disayat-sayat kecil tak beraturan.
Potret tangan salah satu siswa SD di Kabupaten Serang yang tampak disayat-sayat kecil tak beraturan. (Dok. Komnas PA Kabupaten Serang)

Jauh sebelum media sosial berkembang seperti sekarang, ada fenomena sayat tangan yang menggambarkan sebuah kode.

Kode tersebut dibuat memakai silet dan pecahan kaca untuk melukai tangan.

"Jaman dulu kode kode itu cukup meresahkan," kata Akyun.

Terakhir Komnas PA Kabupaten Banten meminta orang tua turun pengawasi anak-anaknya.

Menurut Akyun ada indikasi masalah psikis anak yang nekat melukai tangannya sendiri.

"Itu pengawasan orang tua penting, ketika ada perilaku anak yang tidak biasa segera direspons lakukan pendekatan," pungkasnya.

Baca juga: Alasan Tersangka Pelecehan 17 Anak di Jambi Sayat Tangan Sendiri, Keluarga Bantah Ada Penyimpangan

870 siswa sayat tangan di Magetan

Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan, Jawa Timur melaporkan ada 870 siswa dari tingkat SMP dan SMA yang melakukan tren sayat tangan.

Motif siswa melukai dirinya karena mengikuti tren dari teman-temannya hingga karena ada masalah pribadi.

"(ada) Permasalahan dengan keluarga yang tidak harmonis atau permasalahan dengan pacar mereka, tapi yang paling banyak adalah karena ikut-ikutan temannya melakukan hal tersebut," kata Kepala Dinkes Kabupaten Magetan Rohmad Hidayat, dikutip dari Kompas.com.

Pemkab Kabupaten Magetan sudah menyiapkan langkah untuk mengatasi tren tersebut.

Sudah ada RSUD Sayidiman Magetan yang disiap guna melakukan pendampingan psikologis.

Direktur Utama RSUD Sayidiman Magetan Rohmat Santosa menjelaskan, ada dua tenaga ahli yang akan membantu siswa-siswa tersebut.

Baca juga: Ikuti Tren TikTok, 11 Siswa SD di Situbondo Sayat Tangan Sendiri

“Ada 2 psikolog yang kita siapkan untuk menangani siswa yang memiliki unsur psikologi dalam penanganan siswa menyayat lengan tangan mereka."

"Untuk fasilitas pelayanan sudah siap, tapi pasien dari kasus tersebut sampai saat ini belum ada yang masuk,” katanya.

Sementara itu, Dinas Pendidikan Kabupaten Magetan masih melakukan maping terhadap siswa yang ikuti tren sayat tangan.

Kepala Dindik Magetan Suwata menyebut, siswa dianggap layak mendapat pendampingan psikologis yang mengalami stres berat.

Sedangkan untuk siswa yang d iluar kategori di atas, pihak Dindik akan melibatkan orang tua siswa dan sekolah.

"Stres berat kategorinya perlu psikiater. Ada yang berat tapi tidak banyak,” katanya.

(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)(TribunBanten.com/Engkos Kosasih)(Kompas.com)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas