Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kepala BNPT Usul Napiter Dihukum Bukan Hitungan Tahun, Tapi Kapan Cara Berpikirnya Berubah

Hukuman bagi napiter tidak bisa disamakan dengan pelaku pidana lain seperti pembunuhan, narkotika, dan semacamnya yang menggunakan masa lama tahanan

Penulis: Toni Bramantoro
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Kepala BNPT Usul Napiter Dihukum Bukan Hitungan Tahun, Tapi Kapan Cara Berpikirnya Berubah
Istimewa
Kepala BNPT disambut oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM RI Irjen. Pol. Dr. Reynhard Saut Poltak Silitonga, S.H., M.H., M.Si. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Toni Bramantoro 

TRIBUNNEWS.COM, CILACAP - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) Komjen Pol Prof Dr H Mohammed Rycko Amelza Dahniel MSi mengadakan kunjungan kerja di Pulau Nusakambangan, Sabtu (11/11/2023).

Kepala BNPT disambut oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM RI Irjen Pol Dr Reynhard Saut Poltak Silitonga SH MH M.Si.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala BNPT RI mengevaluasi model hukuman yang diterima oleh napi teroris (napiter).

Menurutnya, hukuman bagi napiter tidak bisa disamakan dengan pelaku pidana lain seperti pembunuhan, narkotika, dan semacamnya yang menggunakan masa lama tahanan.

Meskipun sudah dikenakan 25 tahun masa hukuman, namun napiter tersebut keluar dalam keadaan masih merah, ia akan tetap berbahaya di tengah masyarakat.

Baca juga: 20 Eks Napiter Cerita Salah Jalan dan Proses Pertobatan Dihadapan Mahasiswa Masuk Rekor Muri

“Mazhab hukuman harus dirubah. Hukum teroris itu harusnya bukan hitungan tahun, tapi kapan cara berpikirnya berubah. Jika enam bulan sudah berubah, maka ia bisa dibebaskan,” terang Kepala BNPT RI.

Berita Rekomendasi

Jenderal Bintang Tiga tersebut juga menyinggung soal tantangan program deradikalisasi yang tercantum dalam UU No. 7 Tahun 2021 bahwa program deradikalisasi sifatnya adalah sukarela. Karena perlu adanya tindakan efektif agar tantangan ini bisa dijawab dengan baik.

Ia lalu mengusulkan tentang perlunya meninjau kisah para napiter yang sukses dideradikalisasi sebelumnya.

“Kita belajar dari success story mereka yang sudah berhasil (hijau), di mana mereka tersentuh sehingga bisa dipertimbangkan untuk dilakukan juga (pada yang lain). Success story itu dipelajari, dievaluasi, sembari tetap membuka pintu terhadap potensi apa saja yang bisa membuka hati para napiter. Kita harus sukseskan program deradikalisasi agar semua orang bisa seperti Umar Patek, untuk melakukan sosialiasi kepada yang belum berubah,” tutur Rycko.

Ia menegaskan bahwa bangsa Indonesia dibangun atas dasar perbedaan, maka paham yang tidak bisa menerima perbedaan bisa sangat mengancam keutuhan bangsa. Status rekrutmen ini menurutnya juga perlu dipahami karena sejatinya simpatisan dan pelaku bom adalah korban dari ideolog.

Senada dengan Kepala BNPT RI, Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham RI Irjen. Pol. Dr. Reynhard Saut Poltak Silitonga, S.H., M.H., M.Si. meneguhkan bahwa petugas lapas tidak lagi menghukum tapi membina supaya napi kalau keluar dia tidak mengulangi lagi perbuatannya.

“Para napi dilatih kepribadian dengan kajian keagamaan, dan kemandirian dengan berbagai pelatihan,” tutur Reynhard.

Sementara Direktur Deradikalisasi BNPT RI Brigjen Pol. R Ahmad Nurwakhid, S.E., M.M., mengungkapkan bahwa pendekatan berbasis kemanusiaan penting untuk membuat napiter merasa diperhatikan. Karean itu, dalam proses deradikalisasi perlu membangun kepercayaan antara petugas Lapas dan Napiter.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas