Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kerja Keras Bebas Cemas, BPJS Ketenagakerjaan Bikin Pelaku UMKM Brownies Telo Bisa Senyum Manis

House of telo ini memproduksi aneka kue olahan berbahan baku singkong dan ketela. Produk utamanya Brownies Telo n'Dukun yang dari singkong.

Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Kerja Keras Bebas Cemas, BPJS Ketenagakerjaan Bikin Pelaku UMKM Brownies Telo Bisa Senyum Manis
Tribunnews.com/Arif Tio
Theresia Dwi Utami pemilik brand Brownies Telo n'Dukun saat ditemui Tribunnews.com di 'House of telo' yang berlokasi di Grogol Rt 03/04, Mangunsoko, Dukun, Magelang, 15 km sebelah barat daya dari puncak Gunung Merapi. 

TRIBUNNEWS.COM - "Yang dua ini diantar ke alamat yang pesan ini ya mas. Yang satunya COD di alamat itu. Hati-hati jalannya ya," ujar Dwi ke Cahyono, Minggu (26/11/2023) siang.

"Mbak, telurnya jangan lupa dipesankan ya mbak, 20 kg," kata Dwi kepada Prapti, karyawannya di bagian administrasi.

Setelah memberi pesan kepada Cahyono dan Prapti, Dwi kembali ke Dapur untuk melanjutkan mengaduk adonan kue brownies yang telah dibuat oleh Yuni, karyawannya di bagian produksi.

Mengenakan celemek serta haircap layaknya chef profesional, perlahan-lahan Dwi menuangkan adonan brownies ke dalam loyang yang disiapkan.

Satu per satu loyang terisi, setelah itu dimasukkan ke dalam klakat siap untuk dikukus.

Begitu gambaran ketika Dwi, owner dari Brownies Telo n'Dukun menjalankan usahanya yang berlokasi di Grogol Rt 03/04, Mangunsoko, Dukun, Magelang.

Dari dapur ukuran 2 meter x 6 meter itu, Theresia Dwi Utami menjalankan usahanya yang dimulai sejak 2019 silam.

Berita Rekomendasi

Berkunjung ke rumah produksi yang dinamai 'House of telo', terletak 15 km sebelah barat daya dari puncak Gunung Merapi, aroma sedap khas kue sudah tercium dari depan pintu.

"House of telo ini memproduksi aneka kue olahan berbahan baku singkong dan ketela. Produk utama kita itu Brownies Telo n'Dukun yang dari singkong, ada beberapa varian coklat, red velvet, pandan," ujar Dwi.

Brownies Telo nDukung Magelang 1
House of telo memproduksi aneka kue olahan berbahan baku singkong dan ketela. Produk utama kita itu Brownies Telo yang dari singkong, ada beberapa varian coklat, red velvet, pandan.

Baca juga: Komitmen Berikan Pelayanan Prima, BPJS Ketenagakerjaan Raih Penghargaan ICXC 2023

Selain brownies, ada pula olahan lainnya yang berasal dari singkong atau ketela, yakni kue kering, gethuk, kue tart, hingga dessert.

Untuk harganya bervariasi, mulai kisaran Rp30 ribu untuk brownies, lalu dessert telo Rp25 ribu, Cupcake Rp33 ribu, kue tart Rp57 ribu.

Dwi memilih ketela dan singkong sebagai bahan baku utama dari semua produk kue ciptaannya.

Dwi bermaksud ingin menaikkan nilai bahan pangan lokal seperti ketela dan singkong.

"Disini kan banyak olahan singkong, kayak pothil, slondok, gethuk. Tapi rata-rata warga di sini kalau diberi sajian dari olahan ketela atau singkong itu belum ada rasa bangga, 'halah cuma dari ketela' begitu," ujar Dwi.

"Nah dari situ kepikiran singkong ini harus bisa diubah jadi sesuatu yang istimewa, dan akhirnya terpilihlah brownies ini yang jadi produk utama serta aneka kue lainnya," terang Dwi.

Perempuan dua anak ini menggeluti usahanya sejak 2019 silam, setelah memutuskan resign dari pekerjaannya sebagai karyawan swasta di sebuah perusahaan di Jakarta.

“Karena ingin fokus mengurus anak, saya akhirnya memutuskan untuk resign pekerjaan di tahun 2018,” ujar Dwi.

Bersama sang suami yang juga asli dari Magelang, ia pun memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya.

Dari situ, muncul keinginannya untuk berwirausaha. Dwi pun mulai mengamati secara jeli peluang usaha yang bisa dilakoninya hingga dipilihlah olahan dari singkong dan ketela sebagai jalannya berbisnis.

Berbagai varian produk buatan House of Telo yang dipimpin Theresia Dwi Utami.
Berbagai varian produk buatan House of Telo yang dipimpin Theresia Dwi Utami. (Tribunnews.com/Arif Tio Buqi)

Tak Menyerah hingga Dapat Omzet Puluhan Juta

Usaha yang dijalankan Dwi tak langsung mulus dan berhasil begitu saja. Tidak sedikit yang meragukan citarasa Brownies singkong buatannya.

Namun demikian, ia tetap gigih. Setiap masukan ia terima dengan tangan terbuka. Akhirnya, setelah melakukan berbagai riset selama kurang lebih tiga bulan, ia menemukan resep yang pas.

Setelah berjalan enam bulan, Browniesnya mulai banyak diminati. Bahkan, produksinya sudah bisa mencapai 1400 box brownies dalam sebulan.

Sayangnya, setelah itu dunia dilanda pandemi. Saat pandemi, produksinya jauh menurun, namun usahnya masih bisa bertahan meski dengan pemesanan yang minim.

Saat dunia memasuki New Normal, Dwi mulai melakukan rebranding produknya. Ia menekankan, brownies buatannya itu bukan hanya sekadar bisa menjadi teman ngemil, tapi juga bisa menjadi kue yang pantas untuk dijadikan hantaran.

"Sebelumnya kita membranding brownies kita itu dari singkong, gluten free, terus kita juga ada produk yang lain juga kan, ada gethuk pokoknya semua yang dari singkong dan cocok untuk ngemil," kata Dwi.

"Setelah itu kita coba ganti, diubah, 'kenapa kita gak ubah bahwa brownies kita itu bisa buat hampers atau kue hantaran'."

"Kita rebranding itu, lalu juga biaya untuk pemasarannya lebih ditinggikan lagi. Mulailah pasang iklan di media sosial, lalu endors, dan ternyata ini berhasil, bisa meningkat lagi sama seperti sebelum pandemi dulu," ungkap Dwi.

Baca juga: Supeltas Colomadu, Selangkah Lebih Maju dengan SK Kemenkumham dan Siap Gabung BPJS Ketenagakerjaan

Kerja Keras Bebas Cemas

Setelah melalui lika-liku, kegigihan Dwi akhirnya berbuah keberhasilan. Omsetnya kini mencapai puluhan juta rupiah.

"Yang pesan rata-rata memang dari Magelang. Beberapa ada juga yang dari luar kota, seperti Yogyakarta."

"Di Magelang saja kita bisa lho, pesanan bisa sampai 1400 box sebulan," ujar Dwi.

Apa yang dikerjakan Dwi telah membuktikan bahwa lokasi tempat usaha bukan lagi menjadi persoalan utama asal bisa mencari siasat dan melakukan strategi pemasaran yang pas.

Dwi saat ini memiliki empat karyawan tetap untuk mengurusi masing-masing bagian, admin, pengiriman dan produksi.

Jika mendapat pesanan dalam jumlah yang banyak, ia juga turut mengajak warga sekitarnya untuk membantu.

"Ya hitung-hitung memberdayakan tetangga juga," kata Dwi.

Adapun untuk pengiriman pesanan, ia mengandalkan Cahyono. Biasanya Cahyono menggunakan sepeda motor untuk pengiriman.

"Maksimal untuk sekali pengiriman menggunakan motor itu bisa 50 box, tapi kalau lebih dari itu kita gunakan mobil."

"Sekarang kita kalau ngirim itu bisa jauh-jauh, sampai jarak 20km lebih," ungkapnya.

Untuk mengatasi rasa cemas dalam proses pengiriman, Dwi pun mendaftarkan Cahyono dalam program BPJS Ketenagakerjaan.

Bukan hanya Cahyono saja, melainkan juga semua karyawan yang ikut dengannya juga telah didaftarkan.

Dwi sadar setiap pekerjaan memiliki risiko, pun demikian dengan usahanya bergelut dengan dunia tela dan singkong.

Dimulai saat pengambilan bahan baku singkong di sawah berisiko terkena cangkul atau terkilir saat mengangkut singkong. Bahkan saat pengantaran, risiko kecelakaan juga menghantui di jalan. 

Dwi juga belajar dari pengalaman yang didapat tetangganya ketika mengalami musibah.

"Waktu itu tetanggaku kecelakaan di sawah, terus sampai patah tulang. Ternyata program jaminan yang diikuti tidak bisa nanggung karena kan itu posisinya dalam kondisi kerja. Belajar dari kasus itu maka saya mendaftarkan karyawan saya ini ke BPJS Ketenagakerjaan yang bisa menjamin ketika ada kecelakaan kerja," tutur Dwi.

Ia memilih BPJS Ketenagakerjaan sebagai perlindungan lantaran biaya cukup efektif bagi pelaku usaha UMKM seperti dirinya.

Langkah yang dilakukan Dwi ini mendapat respon positif dari para karyawannya. Seperti yang dikatakan Yuni, karyawan di bagian produksi, kini ia bisa lebih semangat dan tak cemas dalam bekerja.

"Ya senang, bisa lebih tenang untuk kerja. Kerjanya bisa lebih fokus jadi pikiran nggak kemana-mana," ujarnya.

Yuni, karyawan bagian produksi House of Telo, sedang mengaduk adonan saat akan membuat Brownies Telo n'Dukun.
Yuni, karyawan bagian produksi House of Telo, sedang mengaduk adonan saat akan membuat Brownies Telo n'Dukun. (Tribunnews.com/Arif Tio Buqi)

Oni Marbun, Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan mengatakan, pihaknya saat ini memang tengah gencar melakukan edukasi soal pentingnya memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan ke masyarakat.

Selama ini mungkin masyarakat mengira hanya pekerja formal saya atau pekerja kantoran yang bisa mengakses jaminan perlindungan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan, padahal tidak begitu.

Baik masyarakat di desa maupun perkotaan, saat ini bisa ikut dalam program BPJS Ketenagakerjaan, apapun pekerjaannya.

"Semua pekerja Indonesia dapat terlindungi BPJS Ketenagakerjaan. Baik pekerja kantoran atau non kantoran, baik petani, nelayan, pedagang, UMKM, semua pekerja rentan itu semua bisa dilindungi," kata Oni Marbun dalam Podcast Jamsostalks.

"Pekerja kantoran dapat mengikuti lima program. Untuk pekerja non kantoran atau bukan penerima upah dapat mengikuti tiga program, jaminan kecelakaan kerja atau JKK, Jaminan kematian atau JKM, dan jaminan hari tua atau JHT," jelasnya.

(Tribunnews.com/Tio)

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas