Waliyin dan Ridduan, Dua Terdakwa Kasus Mutilasi Mahasiswa UMY Divonis Hukuman Mati
Waliyin dan Ridduan dianggap melakukan pembunuhan berencana terhadap seorang mahasiswa UMY.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Waliyin (29) dan Ridduan (38), dua terdakwa kasus mutilasi terhadap mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Redho Tri Agustian (20) divonis mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Kamis (29/2/2024).
Sidang pembacaan putusan digelar di Pengadilan Negeri Sleman dan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Cahyono.
Dalam amar putusannya, majelis hakim memvonis keduanya hukuman mati.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Waliyin dan terdakwa Ridduan masing-masing dengan pidana mati," kata Cahyono dalam putusannya.
Baca juga: Rekonstruksi Kasus Suami Mutilasi Istri di Malang, Tersangka Pukul Korban hingga Pingsan di Rumah
Keduanya dianggap melakukan pembunuhan berencana terhadap seorang mahasiswa UMY.
Majelis hakim menilai, berdasarkan fakta-fakta persidangan, kedua terdakwa melalui perbuatannya telah memenuhi semua unsur tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana dalam dakwaan primer Pasal 340 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana pembunuhan berencana," kata Cahyono.
Selain itu Majelis Hakim menilai kedua terdakwa tidak berperikemanusiaan sehingga tidak ada hak bagi keduanya untuk mendapatkan keringanan hukuman.
Ketua Majelis Hakim Cahyono juga mengungkap hal yang memberatkan hukuman terhadap keduanya.
Yakni kedua terdakwa telah melakukan perbuatan tak berperikemanusiaan alias keji melalui tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi tersebut.
Perbuatan para terdakwa juga dinilai telah meresahkan masyarakat serta meninggalkan duka mendalam bagi keluarga korban.
Baca juga: Fakta Baru Terapis Pijat Mutilasi Pasien, Pelaku Buka Jasa Memikat Wanita, Saling Kenal di Medsos
"Atas dasar itu, hal yang meringankan tidak ada," kata Cahyono.
Vonis hukuman mati terhadap dua terdakwa mutilasi itu sesuai dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Atas putusan ini, terdakwa melalui kuasa hukumnya menyatakan pikir-pikir. Demikian pula JPU.