Profil Lengkap Sri Sultan HB X yang Hari Ini Berulangtahun ke-78, Foto Saat Muda Jadi Sorotan
Salahs satu foto yang dibagikan merupakan koleksi pribadi, ketika Sultan dan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas melawat ke Italia
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Tepat di hari ini, 2 April 2024, Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X merayakan ulang tahun yang ke-78.
Di tahun sebelumnya, akun resmi Instagram Kraton Jogja @kratonjogja mengunggah foto Sultan dan Hemas.
Kedua foto itu jadi sorotan mengingat terlihat Sri Sultan dan Hemas masih sangat muda.
Foto yang dibagikan koleksi pribadi, ketika Sultan dan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas melawat ke Italia.
Foto lainnya Sultan ketika membaca koran dan sebelahnya ada Ratu Hemas.
Baca juga: Sri Sultan HB X: Hasil Pemilu akan Menunjukkan Derajat Budaya Demokrasi Indonesia
Dalam keterangannya, Kraton Jogja turut mengucapkan selamat ulang tahun menggunakan bahasa Indonesia maupun Inggris.
“Mangayubagya pertambahan usia yang ke-77 tahun untuk Sri Sultan Hamengku Buwono X berdasarkan tahun Masehi, Minggu (02/04)/11 Pasa Ehe 1956. Teriring doa dan harapan agar Sri Sultan senantiasa dilimpahi kesehatan, keberkahan, dan kekuatan untuk mengayomi kita semua,” tulis akun itu.
Akun @kratonjogja juga mengucapkan dalam bahasa Inggris
“Happy 77th birthday to Sri Sultan Hamengku Buwono X on Sunday (2/4) in the Gregorian calendar.
Prayers and best wishes for Sri Sultan to be blessed with health, blessings, and the strength to protect us all,” jelasnya tahun lalu.
Tahun ini, akun tepat di ulangtahun ke-78 Sri Sultan, instagram @kratonjogja juga mengunggah foto Sri Sultam Hamengkubuwono X terbaru.
Gubernur DIY itu terlihat mengenakan beskap bermotif bunga, berwarna pink, kuning dan biru.
“Sugeng Ambal Warsa Ingkang Kaping 78 Tahun Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Semoga Ngarsa Dalem senantiasa dalam perlindungan Tuhan Yang Maha Kuasa, diberikan kesehatan, keberkahan, dan kekuatan dalam memimpin Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat beserta seluruh masyarakat Yogyakarta. Hamengku, Hamangku, Hamengkoni. Salam hangat dari Yogyakarta untuk Sahabat semua,” tutur akun @kratonjogja.
IG Kratonjogja ini dibanjiri ucapan selamat ulangtahun untuk Sri Sultan HBX :
smpn_2_S** : Saking katebihan ing tlatah wetan inggih punika Bojonegoro Jawi Wetan, ngaturaken sugeng ambal warsa ingkang kaping 78 th kagem Ngarsa Dalem Sri Sultan HB X, amugio tansah pinayungan sehat lir sambi kala.
amee***: hbdd pak sultann
ajeng*** : Sugeng Ambal Warsa Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X ????????
Yak*** : Sugeng Ambal Warsa Sinuwun, semoga senantiasa berlimpah ruah berkah dan penuh suka cita.Aamiin????
ima** : Panjang Umur Berkah Selalu, Ngarsa Dalem ❤️
Naik Tahta 35 Tahun Lalu
Nama kecil Sri Sultan HB X adalah Bendara Raden Mas Herjuno Darpito.
Ia merupakan anak dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan Kanjeng Raden Ayu (KRAy) Windyaningrum.
Sultan HB X lahir dengan nama Bendara Raden Mas (BRM) Herjuno Darpito pada tanggal 2 April 1946 di Jogja.
Setelah dia beranjak dewasa, Herjuno Darpito ditunjuk oleh ayahandanya sebagai Pangeran Lurah atau yang dituakan di antara semua pangeran di Kraton Jogja.
Mas Jun, begitu biasa disapa pada saat muda lalu diberi gelar Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Mangkubumi.
Sebelum bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono X, KGPH Mangkubumi sudah terbiasa dengan urusan di pemerintahan.
KGPH Mangkubumi acapkali diminta membantu tugas-tugas ayahandanya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia dan aktif di berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.
Pada tanggal 2 Oktober 1988 Sri Sultan Hamengku Buwono IX wafat sehingga KGPH Mangkubumi pun menjadi calon paling kuat untuk menjadi Sultan berikutnya.
Proses suksesi ini menjadi hal yang baru dalam sejarah Kraton Jogja.
Hal ini karena, pada era sebelumnya, setiap Sultan yang akan dilantik harus mendapat persetujuan dari Belanda.
Sesaat sebelum dinobatkan, KGPH Mangkubumi mendapat gelar Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati Hamengku Negara Sudibyo Raja Putra Nalendra Mataram yang bermakna sebagai putera mahkota.
Setelah itu, baru kemudian secara sah dinobatkan sebagai Sultan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada tanggal 7 Maret 1989 atau Selasa Wage, tanggal 29 Rajab 1921 berdasarkan kalender Jawa.
Kehidupan Pribadi dan Pendidikan
Ia menikah dengan Tatiek Drajad Suprihastuti (BRA Mangkubumi/GKR Hemas), putri Kolonel Raden Subanadigda Sastrapranata, pada tahun 1968.
Mangkubumi naik tahta pada 7 Maret 1989 dengan gelar Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Ka 10, Suryaning Mataram, Senopati Ing Ngalogo, Langgenging Bawono Langgeng, Langgenging Tata Panotogomo”.
Sri Sultan HB X dikaruniai 5 orang putri, yakni . Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun (GKR Mangkubumi), GRAj Nurmagupita (GKR Condrokirono), GRAj Nurkamnari Dewi (GKR Maduretno), GRAj Nurabra Juwita (GKR Hayu) dan GRAj Nurastuti Wijareni / GKR Bendara.
Sri Sultan telah memiliki cucu yakni Drasthya Wironegoro, Artie Ayya Fatimasari Wironegoro, Raden Ajeng Nisaka Irdina Yudonegoro
Jabatan: Gubernur Kepala Daerah Tk. I Daerah Istimewa Yogyakarta 1998-2003, Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2003-2008, Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2008-2012, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta 2012-2017, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta 2017-2022 dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta 2022-2027.
Pendidikan: SD Keputran I Yogyakarta, SLTP Negeri 3 Yogyakarta, SLTA Negeri 6 Yogyakarta dan UGM Fakultas Hukum Jurusan Ketatanegaraan
Pengalaman organisasi: Ketua Golkar Provinsi DIY 1977-1998, Kadinda Propinsi DIY dan Ketua KONI Propinsi DIY 1990 s/d 1998
Kata-kata Mutiara Sultan HB X
“Yogyakarta selalu terbuka bagi setiap gelar seni budaya, baik yang klasik dan kontemporer maupun gelar seni etnis-etnis Nusantara dan seni budaya dari mancanegara” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 59.
“Lilin adalah cahaya, dan cahaya adalah sebentuk materi. Kebalikannya adalah gelap. Gelap bukan materi, ia tidak memiliki daya. Ia adalah keadaan hampa tanpa cahaya. Oleh karena itu, meskipun lilin bentuknya kecil, ia selalu dapat mengusir gelap” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 32.
“Yogyakarta adalah asrama mahasiswa. Berbagai asrama mahasiswa ada di sini: Riau, Minang, Medan, Flores, dan lain-lain. Itu artinya, karakteristik Yogyakarta adalah bhinneka tunggal ika. Ibarat sup, ia kaya rasa. Tatkala dinikmati pasti lezat. Itulah harmoni kehidupan bermasyarakat yang sejati” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 59-60.
“Kota kita tidak memerlukan kata pujian yang berlebihan. Dia hanya perlu sentuhan kasih dari hati nurani kita” - Kutipan dari Monumen Tapak Prestasi, Yogyakarta via stekom.ac.id.
“Keraton bukan pusat kekuasaan dalam pengertian politis dan melahirkan jabatan politis seperti perdana menteri atau patih. Keraton lebih merupakan simbolisasi spiritual, semacam bentuk pemihakan yang ikhlas kepada rakyat” - Buku “Sultan Hamengku Buwono X Biara” halaman 20.
“Kedaulatan mestinya ada di tangan rakyat” - Buku “Sultan Hamengku Buwono X Biara” halaman 32.
“Saya tidak perlu pangkat untuk mengabdi kepada rakyat” - Sri Sultan HB X dalam wawancara bersama Reuters, April 1999.
“Rakyat lebih peduli pada perubahan kehidupan ke arah yang lebih baik ketimbang siapa yang menjadi presiden atau pemimpin” - Buku “Sultan Hamengku Buwono X Biara” halaman 25.
“Kalau sampai muncul jurang antara keraton dak rakyat, itu terjadi karena bodhone sultan (kebodohan sultan)” - Buku “Sultan Hamengku Buwono X Biara” halaman 35.
“Saya sudah mengucapkan ikrar di hadapan orangtua saya untuk memberi komitmen kepada rakyat. Dan itu bukan cuma rakyat Yogya. Ikrar itu akan saya bawa sampai mati” - Buku “Sultan Hamengku Buwono X Biara” halaman 27-28.
“Kebijakan pemerintah harusnya mengacu semangat gotong-royong. Jangan menumbuhkan sikap egoistis sekelompok orang” - Buku “Sultan Hamengku Buwono X Biara” halaman 50.
“Tidak ada peradaban yang dapat dibangun di atas kepalsuan, juta tidak di atas kekuasaan” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 10.
“Sejarah memberi pelajaran amat berharga, betapa perbedaan, pertentangan, dan pertukaran pikiran itulah sesungguhnya yang mengantar kita ke gerbang kemerdekaan” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 10.
“Semula kita mempercayai bahwa krisis yang terjadi tidak lain adalah krisis moneter. Tetapi, kalau dikaji lebih dalam, ternyata krisis itu adalah krisis kebudayaan” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 9.
“Seharusnya, setiap daerah justru diberi peran untuk menjadi pusat-pusat kebudayaan” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 22.
“Keunikan dan kekhasan tradisi merupakan potensi yang dapat diolah untuk menembus budaya global masa kini” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 23.
“Hanya dengan penafsiran, kehidupan ini layak dihidupi. Tanpa penafsiran, ia jadi beku, diam, dan sunyi. Penuh potensi, namun belum memberi arti bagi manusia” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 24.
“Kita memang selayaknya menghargai para seniman, yang pada umumnya adalah kreator dan inovator seni yang berkarya karena tanggung jawab profesi dan panggilan jiwa” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 49-50.
“Manusia pasar tak selalu harus berarti mengalahkan kreativitas seorang seniman jika kreativitas dibenturkan dengan pasar. Pasar adalah realitas kehidupan, dan seniman dituntut memiliki keberanian menghadapi realitas, sekaligus mengembangkan nilai kebenaran dalam ekspresinya. Ekspresi itu adalah sesuatu yang indah, mungkin sebuah puisi, lukisan, nyanyian, atau pun komposisi musik, bahkan mungkin sebuah keindahan tak berwajah” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 55.
“Sikap saling percaya dan rasa kebersamaan merupakan elemen inti dari cultural resources dan social capital warga Yogya, baik yang masih tinggal maupun yang bermukim di Jakarta” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 57-58.
“Salah satu tantangan yang paling mendesak demi kelangsungan kehidupan berbangsa adalah agar kita mampu memecahkan konflik-konflik secara damai” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 40.
“Sudah semestinya keistimewaan Jogja adalah untuk Indonesia. Bahwa menjadi Jogja, adalah menjadi Indonesia” - Pidato Sri Sultan HB X dalam pembukaan Festival Kesenian Yogyakarta ke-29 di depan Gerbang Kantor Gubernur DIY Kepatihan. (Tribun Jogja/Alifia Nuralita Rezqiana/Bunga Kartikasari)
Referensi :
Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita”. Penulis: Sri Sultan HB X. Penerbit: Gramedia. Tahun Terbit: 2007.
Buku “Sultan Hamengku Buwono X Biara”. Penulis: Pusat Data dan Analisa Tempo. Penerbit: TEMPO Publishing. Tahun Terbit: 2020.
Laman Resmi Kraton Yogyakarta www.kratonjogja.id
(Tribunjogja.com/ANR)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.