Ketua STIP Dibebastugaskan Buntut Tewasnya Taruna, Menhub Tiadakan Penerimaan Mahasiswa Baru 2024
Ketua STIP Jakarta yakni Ahmad Wahid kini dibebastugaskan usai taruna tewas dianiaya. Menhub berjanji akan mereformasi pendidikan di STIP.
Penulis: Faisal Mohay
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Kasus tewasnya taruna tingkat satu di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Jakarta mendapat sorotan dari Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi.
Korban yang bernama Putu Satria Ananta Rustika (19) tewas dipukul seniornya pada Jumat (2/5/2024) lalu.
Polres Metro Jakarta Utara telah menetapkan empat taruna tingkat dua sebagai tersangka.
Budi Karya Sumadi mendatangi rumah korban di Klungkung, Bali dan mengucapkan belasungkawa atas kematian Putu Satria, Kamis (9/5/2024).
Ia beserta rombongan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menemui keluarga korban dan meminta maaf atas terjadinya kasus penganiayaan di STIP.
Atas kejadian ini, Ketua STIP Jakarta, Ahmad Wahid dan sejumlah pejabat STIP dibebastugaskan.
"Kami sudah bebastugaskan direktur dan beberapa pejabat di STIP Marunda. Ini sebagai rasa bahwa tanggung jawab dan tindakan tegas, itu harus dilakukan," ungkapnya, Kamis, dikutip dari TribunBali.com.
Kemenhub berjanji akan mendampingi proses hukum korban sehingga para tersangka mendapat hukuman setimpal.
Pria kelahiran Palembang ini juga akan mereformasi sistem pendidikan di STIP yang berada di bawah naungan Kemenhub.
"Apa yang dialami ananda Rio (panggilan Putu Satria), kami kenang sebagai suatu kejadian yang mendalam. Jadi dasar reformasi pendidikan vokasi Kemenhub," ucapnya.
Salah satu bentuk reformasi yang dijanjikan yakni tidak menerima taruna baru pada tahun ajaran mendatang.
Baca juga: Terungkap, Ini Kalimat Provokasi Para Tersangka ke Taruna STIP sebelum Dianiaya hingga Tewas
Hal ini dilakukan untuk memutus mata rantai senioritas di STIP.
"Jadi kita akan putus satu angkatan, memutus tradisi jelek dan tidak ada lagi senior junior," terangnya.
Sistem asrama yang selama ini senior dan junior tinggal bersama juga akan diubah.
"Kami juga akan libatkan orangtua untuk ikut mengasuh anak didik, melalui komite sekolah," sambungnya.
Seragam serta atribut dinas STIP yang menunjukkan ada perbedaan senior dan junior juga diubah.
"Ke depan semua atribut kami hilangkan. Kami akan gunakan yang lebih humanis. Tidak setiap hari kami gunakan seragam itu (dinas), tapi ada seragam putih, batik, olahrahraga, dan libur bisa pakaian bebas," pungkasnya.
Baca juga: Menhub Budi Karya Melayat ke Rumah Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Ibu Korban: Tolong Bantu Kami
Peran 4 Tersangka
Tegar Rafi Sanjaya (21), merupakan tersangka utama dan tiga temannya baru ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik mengumpulkan bukti rekaman CCTV dan hasil visum korban.
Ketiga tersangka baru yakni KAK alias K, WJP alias W, dan FA alias A.
Mereka berada di lokasi penganiayaan dan memprovokasi Tegar melakukan pemukulan.
Diketahui, Putu Satria tewas usai dipukul Tegar di toilet gedung STIP pada Jumat (2/5/2024) pagi.
Saat kejadian, korban dibariskan bersama empat temannya yang masih taruna tingkat satu.
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, mengatakan keempat tersangka memiliki peran yang berbeda.
Tersangka FA berperan memanggil korban dan empat temannya dari lantai 3 ke lantai 2.
Korban dan teman-temannya dianggap melanggar lantaran masih mengenakan seragam olahraga yang seharusnya sudah mengenakan seragam dinas STIP.
"Ini yang diidentifikasi menurut persepsi senior tadi, salah atau menggunakan pakaian olahraga memasuki ruang kelas dengan mengatakan 'Woi, tingkat satu yang pakai PDO (pakaian dinas olahraga), sini!'," ungkapnya menirukan teriakan tersangka, Rabu (8/5/2024), dikutip dari TribunJakarta.com.
Baca juga: Pesan Terakhir Taruna STIP Korban Penganiayaan Senior, Ingin Angkat Derajat Keluarga di Bali
FA juga terekam kamera CCTV berdiri di depan toilet untuk mengawasi.
Kombes Pol Gidion menambahkan, tersangka WJP memprovokasi Tegar melakukan hukuman kekerasan ke korban.
WJP juga meminta korban membuktikan kekuatan fisiknya saat menerima hukuman pukulan.
Menurutnya, kata-kata provokasi yang digunakan tersangka hanya dipahami sesama taruna sehingga penyidik mendatangkan ahli bahasa menjadi saksi.
"Saudara W mengatakan 'jangan malu-maluin CBDM, kasih paham'. Ini bahasa mereka, maka itu kami menggunakan atau melakukan pemeriksaan terhadap ahli bahasa, karena memang ada bahasa-bahasa pakemnya mereka yang kemudian mempunyai makna tersendiri," lanjutnya.
Sedangkan peran KAK menunjuk Putu sebagai orang pertama yang mendapat hukuman.
Baca juga: Profil Ahmad Wahid, Ketua STIP yang Dibebastugaskan Buntut Kasus Taruna Tewas, Punya Harta Rp 12,4 M
Keempat teman korban selamat dari hukuman lantaran korban langsung pingsan setelah menerima pukulan.
"Peran KAK adalah menunjuk korban sebelum dilakukan kekerasan eksesif oleh tersangka TRS, dengan mengatakan 'adikku aja nih, mayoret terpercaya'."
"Ini juga kalimat-kalimat yang hanya hidup di lingkungan mereka, mempunyai makna tersendiri di antara mereka," ucapnya.
Ia menyampaikan Tegar menjadi tersangka utama dan dapat dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat.
Sementara tiga tersangka lain dijerat pasal 55 juncto 56 KUHP karena keikutsertaan melakukan tindak pidana.
"Ancaman hukumannya sama konstruksi pasal kemarin ya. Hanya mungkin perbedaan di pembelaan atau mungkin ada pemberatan atau pengurangan tambahan karena pasal 55. (Ancaman hukuman terhadap tiga tersangka baru) masih 15 tahun," bebernya.
Sebanyak 43 saksi telah diperiksa sebelum polisi menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus ini.
"Taruna tingkat 1 dan tingkat 2 serta tingkat 4 sebanyak 36 orang, pengasuh STIP, kemudian dokter klinik STIP, dokter rumah sakit Tarumajaya, ahli pidana, dan ahli bahasa," pungkasnya.
Baca juga: Tangis Pilu Ibu Taruna STIP Korban Penganiayaan, Jasad Penuh Luka Lebam, Minta Kapolri Turun Tangan
Rekaman CCTV
Beredar rekaman CCTV lima taruna di STIP Jakarta membopong Putu Satria Ananta Rustika yang tak sadarkan diri.
Putu Satria dibawa dari toilet menuju klinik STIP seusai dianiaya seniornya, Jumat (4/5/2024) pagi.
Meski sempat mendapat perawatan, taruna asal Bali tersebut dinyatakan tewas.
Lima senior yang membopong korban tampak mengenakan seragam dinas STIP Jakarta, termasuk tersangka penganiayaan, Tegar.
Tegar telihat mendekap dua lengan korban dan berjalan menysuri lorong gedung KALK C.
Kondisi gedung saat itu ramai, namun para taruna lain tak membantu membopong korban.
Kuasa hukum korban, Tumbur Aritonang, meminta pihak STIP membantu proses penyelidikan dengan memberikan semua bukti.
Menurut Tumbur Aritonang, bukti yang dimiliki STIP dapat mengkungkap fakta-fakta lain dalam kasus ini.
Baca juga: 3 Tersangka Baru Kasus Taruna STIP Aniaya Junior hingga Tewas, Berperan Jadi Provokator
Selain itu, pihak STIP diminta untuk tidak mengintervensi taruna lain yang berstatus saksi dan berada di lokasi penganiayaan.
"Begini, kejadian ini kan di internal sekolah, spesifiknya itu kan di toilet pria, itu kan lingkungan STIP, pasti STIP lah yang punya semuanya, dari mulai CCTV."
"Terus saksi itu kan taruna STIP semua, jadi STIP sangat berperan penting untuk membongkar perkara ini," tuturnya.
Ia berharap dengan terbongkarnya kasus ini menjadi evaluasi untuk instansi pendidikan agar tidak terjadi kasus serupa.
Sebagian artikel telah tayang di TribunBali.com dengan judul Reformasi Sistem Pendidikan Di Bawah Kemenhub, STIP Tutup 1 Angkatan Buntut Tewasnya Putu Satriadan TribunJakarta.com dengan judul Total 4 Senior yang Terlibat Penganiayaan Putu Jadi Tersangka, Semuanya Terancam 15 Tahun Penjara
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo) (TribunBali.com/Eka Mita/Zaenal Nur Arifin)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.