Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPAI Soroti Kasus Siswi SD di Pariaman Meninggal setelah Terbakar: Penanganan Harus Hati-hati

KPAI menyoroti kasus meninggalnya AR, siswi SD di Padang Pariaman, Sumatra Barat setelah terbakar di sekolahnya.

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in KPAI Soroti Kasus Siswi SD di Pariaman Meninggal setelah Terbakar: Penanganan Harus Hati-hati
Tribunnews/IST
Komisioner KPAI, Dian Sasmita menyoroti kasus meninggalnya AR, siswi SD di Padang Pariaman, Sumatra Barat setelah terbakar di sekolahnya. 

TRIBUNNEWS.COM - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kasus meninggalnya AR, siswi SD di Padang Pariaman, Sumatra Barat setelah terbakar di sekolahnya.

Komisioner KPAI, Dian Sasmita menilai kasus ini harus diusut secara serius dan penuh kehati-hatian.

KPAI mengingatkan kasus ini melibatkan anak-anak, baik korban, saksi, dan anak yang berkonflik hukum.

"KPAI sangat prihatin dan berduka untuk ananda A dan KPAI sangat mengapresiasi upaya cepat yang telah dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan UPTD PPA Pariaman untuk kasus tersebut," ungkap Dian kepada Tribunnews, Selasa (28/5/2024).

Diketahui, AR (11) meninggal dunia pada Selasa (21/5/2024) setelah dirawat selama empat bulan karena menderita luka bakar 80 persen.

Akibatnya, AR mengalami gizi buruk hingga berujung kematian.

Kejadian itu bermula saat AR diminta gurunya membakar sampah dengan seorang temannya. Ada dugaan AR terbakar setelah tersiram minyak tanah.

Berita Rekomendasi

Pihak keluarga AR telah melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian dan masih diselidiki.

Dalam kasus ini, kata Dian, ada hak-hak anak yang perlu diperhatikan, seperti anak-anak saksi yang melihat kejadian maupun anak yang diduga melakukan pelanggaran.

"UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) menyebutkan jelas anak berhadapan hukum adalah anak korban, saksi, dan anak berkonflik hukum atau AKH."

"Bagi AKH yang berusia kurang dari 12 tahun diberlakukan mekanisme penyelesaian sesuai PP 65/2015 di mana pelibatan Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerja Sosial sangat penting sekali," ungkapnya.

Baca juga: Sosok Sagil, Siswa SD di Jambi Miliki Tinggi 2 Meter, Akui Susah Cari Pakaian hingga Ingin jadi TNI

Dian mengatakan pemerintah telah memiliki Stranas Penghapusan Kekerasaan terhadap Anak (Perpres 101/2022) di mana salah satunya tujuannya agar kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah memastikan ketersediaan layanan yang terintegrasi untuk anak.

"Layanan tersebut juga harus mudah diakses oleh anak. UPTD PPA di kabupaten atau kota menjadi wajib adanya namun harus juga didukung dengan ketersediaan tenaga profesional seperti psikolog dan pekerja sosial," ujarnya.

Dian juga menyoroti pelaksanaan Permendikbudristek No 46 tahun 2023 terkait penanganan maupun pencegahan terkait kasus ini.

"Aturan ini mengamankan sekolah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasaan (TPPK) dan Satgas PPK (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan) oleh pemerintah daerah."

"Sehingga kasus ini dapat segera tertangani tanpa mengabaikan prinsip-prinsip hak anak, salah satunya kepentingan terbaik bagi anak," ujarnya.

KPAI, lanjut Dian, sebagai lembaga independen akan memantau dan memastikan pihak-pihak terkait merespons kasus ini.

"Bilamana di kabupaten tersebut belum tersedia standar atau layanan maka KPAI mendorong untuk percepatan pembuatan standar dan lembaga layanan tersebut," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas