Pengakuan Terbaru Saksi Mata yang Ikut Evakuasi Vina Cirebon dan Eki, Vina Sempat Minta Tolong
Lokasi penemuan korban Vina dan Eki di Jembatan Talun, Cirebon, Jawa Barat, pada tahun 2016 lalu masih menyisakan tanda tanya besar.
Editor: Hasanudin Aco
Pengakuan Terbaru Saksi Mata yang Ikut Evakuasi Vina Cirebon dan Eki, Saat Itu Vina Masih Bernafas
TRIBUNNEWS.COM, CIREBON - Lokasi penemuan korban Vina dan Eki di Jembatan Talun, Cirebon, Jawa Barat, pada tahun 2016 lalu masih menyisakan tanda tanya besar.
Eki dan Vina ditemukan tergeletak di Jembatan Talun.
Keduanya diduga korban kekerasan.
Kecurigaan ini muncul setelah banyaknya luka lebam di tubuh kedua korban.
Suroto (50), warga Desa Kecomberan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, yang turut mengevakuasi tubuh Eki dan Vina, mengungkapkan kejanggalan yang ditemuinya saat itu.
"Awalnya saya menyangka itu hanya kecelakaan lalu lintas. Saya tidak mencurigai kejadian tersebut pembunuhan atau apa. Tapi membuat saya bertanya-tanya kalau hanya kecelakaan seperti itu, kok kondisi sepeda motornya tidak ada kerusakan, tapi pengendara lukanya separah itu dan kondisi wajahnya dalam keadaan hancur, sudah tidak terlihat wajah karena dipenuhi luka," ujar Suroto, Kamis (6/6/2024).
Kejadian tersebut terjadi pada malam hari sekitar pukul 22.00 WIB saat Suroto tengah melakukan ronda di wilayah yang sering terjadi pembegalan.
Pada malam itu, kata dia, cuaca gerimis dan Suroto melihat kerumunan orang di Jembatan Talun.
Ketika mendekat, ia menemukan dua orang tergeletak di dekat median jalan.
Baca juga: Polda Jabar: Penyelidikan Kasus Vina Cirebon Terus Berjalan, Kompolnas dan Komnas HAM Turut Awasi
Jasad laki-laki ditemukan sekitar 2 meter dari median jalan, sementara jasad perempuan berada sekitar 5 meter ke arah Sumber.
"Pertama jasad laki-laki itu berada sekitar 2 meter dari median jalan mengarah ke tengah jalan. Nah lalu jarak sekira 5 meter ke arah Sumber itu titik perempuannya, dekat tiang lampu (waktu itu belum tahu kalau namanya Vina). Lalu jarak sekira 5 meter lagi di ke arah Sumber lagi tergeletak motornya," ucapnya.
Saat itu juga, Suroto mencoba memeriksa kondisi kedua korban
"Pertama, yang saya lakukan pegang jasad laki-laki, saya tanya, 'dek dek', itu sudah enggak jawab. Langsung saya vonis saat itu ini sudah meninggal."
"Lalu saya ambil (copot tali) helm karena ikatannya mencekik ke leher, saya copot. Terlihat, wah ini benar udah meninggal (karena) berdarah banyak dan ngalir dari kepala dan dari badan," jelas dia.
Pria berusia 50 tahun itu kemudian fokus ke korban perempuan yang masih hidup dan meminta pertolongan.
"Karena waktu itu (korban laki-laki) saya anggap sudah meninggal, saya langsung fokus ke perempuan, karena dia (masih hidup) bilang tolong, tolong. Kata saya iya dek, sabar ya mobilnya (ranger kepolisian) lagi meluncur ke sini, nanti diantar ke rumah sakit," katanya.
Tidak lama kemudian, mobil polisi tiba dan mengevakuasi korban ke RSD Gunung Jati.
Suroto membantu mengangkat korban bersama polisi.
"Saya saat itu ngangkat korban bertiga aja sama polisi. Sebelum saya angkat, sebelumnya (daerah sensitif korban perempuan) saya tutupin pakai jaket itu, rok itu tuh nyilak dan kemaluannya kelihatan."
"Waktu itu pakai rok dan celana dalamnya itu tidak sesuai seperti yang kita pakai (alias) melorot ke paha. Saya naikin dan saya tutupi pakai jaket lukanya di kaki, tangan. (Kedua korban), banyak lukanya," ujarnya.
Suroto merasa ada kejanggalan dengan luka-luka yang dialami kedua korban.
"Kalau mukanya, enggak laki enggak perempuan lebam semua kayak habis disiksa, diapa gitu banyak luka. Eki luka di kepala ada, pas saya copot (helmnya) darahnya banyak waktu itu. Yang jelas luka parah. Mukanya lebam semua," ucap Suroto.
Menurutnya, kondisi motor korban tidak mengalami kerusakan yang signifikan.
"Banyak sekali pengguna jalan arah ke kabupaten pada berhenti semua, ngelihat tapi enggak ada yang menolong. Kondisi motor enggak rusak enggak apa karena ketika dinaikin (kendarain) ke polsek juga masih bisa," jelas dia.
Tak hanya saat ini, pada tahun 2016 lalu, Suroto juga memberikan kesaksiannya dalam persidangan.
"Saya ikut sidang dua kali. Saya sampaikan (waktu persidangan), sama seperti ini, enggak direkayasa, apa adanya. Seminggu setelah kasus selesai dipanggil," katanya.
Bagaimana dengan CCTV
Suroto, yang juga mandor di struktur pemerintahan Desa Kecomberan mengaku, saat itu menyimpan kecurigaan dalam hatinya bahwa korban mengalami kekerasan namun tidak menceritakannya kepada siapa pun.
Beberapa hari setelah insiden, ia dipanggil oleh Polsek setempat untuk ikut ke SMP N 11 Cirebon dan mengikuti olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) di belakang showroom.
"Waktu itu anggota dari Polres Cirebon Kota datang ke Polsek Talun, saya diajak lagi untuk ikut olah TKP di belakang showroom pada saat itu. Dari dalam mobil sudah ada dua tersangka yang dibawa ke kebun belakang showroom tersebut," ucapnya.
Saat di lokasi, ia mendengar polisi menginterogasi kedua tersangka dengan pertanyaan seperti, "kamu pukul pakai apa? kamu bacok pakai apa?"
Namun karena kondisi malam dan penerangan yang minim, Suroto tidak bisa melihat wajah kedua tersangka tersebut.
"Dulu di belakang showroom ada gubuk kecil milik petani. Saya tidak melihat secara detail kedua pelaku itu, tapi yang jelas polisi membawa kedua pelaku," ujarnya.
Salah satu faktor yang memperumit penyelidikan adalah tidak adanya kamera CCTV yang mengarah langsung ke titik penemuan korban.
Menurut Suroto (50), warga Desa Kecomberan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, yang pada saat kejadian turut serta dalam proses evakuasi korban ke mobil ranger kepolisian, lokasi penemuan korban tidak terpantau oleh CCTV.
"Di sini (TKP) penemuan korban Vina dan Eki enggak ada CCTV."
"Adanya tepat di pinggir jembatan yang bawahnya jalur tol milik Jasa Marga," ujar Suroto, Jumat (7/6/2024).
Namun, ia menyampaikan ketidaktahuannya keberadaan kamera tersebut, apakah mengarah ke titik penemuan korban Vina dan Eki.
"Saya kurang tahu kameranya ngarah ke titik (penemuan korban Vina dan Eki) atau engga, yang jelas ngarahnya ke jalan tol," ucapnya.
Ketiadaan kamera CCTV di lokasi penemuan korban menimbulkan berbagai spekulasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada malam kejadian.
Banyak pihak berharap agar penyelidikan lebih lanjut dapat mengungkap fakta-fakta baru yang dapat membantu menyelesaikan kasus ini.
Penemuan jasad Vina dan Eki di bawah Jembatan Talun menghebohkan warga sekitar dan menjadi perhatian publik.
Hingga kini, kasus tersebut masih menjadi perbincangan, khususnya terkait dengan langkah-langkah keamanan dan pengawasan di sekitar area tersebut.
Sebelumnya, Suroto memberikan kesaksian terkait penemuan jasad Eki dan Vina yang tergeletak di Jembatan Talun pada tahun 2016.
Kejadian tersebut terjadi pada malam hari sekitar pukul 22.00 WIB saat Suroto tengah melakukan ronda di wilayah yang sering terjadi pembegalan.
"Ya saya jelaskan kronologinya, jadi saya setiap hari pada tahun 2016 lalu sering berada di Polsek Talun sejak pukul 20.00 WIB."
"Tujuannya untuk berjaga dan berkeliling, karena pada waktu itu di wilayah sini (Talun) sering terjadi penjambretan atau pembegalan dengan sasaran orang pulang kerja atau perempuan," ujar Suroto.
Pada malam itu, kata dia, cuaca gerimis dan Suroto melihat kerumunan orang di Jembatan Talun.
Ketika mendekat, ia menemukan dua orang tergeletak di dekat median jalan.
Jasad laki-laki ditemukan sekitar 2 meter dari median jalan, sementara jasad perempuan berada sekitar 5 meter ke arah Sumber.
"Pertama jasad laki-laki itu berada sekitar 2 meter dari media jalan mengarah ke tengah jalan."
"Nah lalu jarak sekira 5 meter ke arah Sumber itu titik perempuannya, dekat tiang lampu (waktu itu belum tahu kalau namanya Vina)."
"Lalu jarak sekira 5 meter lagi di ke arah Sumber lagi tergeletak motornya," ucapnya.
Saat itu juga, Suroto mencoba memeriksa kondisi kedua korban.
"Pertama, yang saya lakukan pegang jasad laki-laki, saya tanya, 'Dek, Dek', itu sudah enggak jawab. Langsung saya vonis saat itu ini sudah meninggal."
"Lalu, saya ambil (copot tali) helm karena ikatannya mencekik ke leher, saya copot."
"Terlihat, wah ini benar udah meninggal (karena) berdarah banyak dan ngalir dari kepala dan dari badan," jelas dia.
Pria berusia 50 tahun itu kemudian fokus ke korban perempuan yang masih hidup dan meminta pertolongan.
"Karena waktu itu (korban laki-laki) saya anggap sudah meninggal, saya langsung fokus ke perempuan, karena dia (masih hidup) bilang tolong, tolong."
"Kata saya iya Dek, sabar ya mobilnya (ranger kepolisian) lagi meluncur ke sini, nanti diantar ke rumah sakit," katanya.
Tidak lama kemudian, mobil polisi tiba dan mengevakuasi korban ke RSD Gunung Jati.
Sebagai informasi, Vina dan Eki dibunuh pada 27 Agustus 2016 lalu. Sebanyak 8 pelaku kini telah ditangkap dan diadili. Tujuh di antaranya dipenjara seumur hidup, sedangkan satu lainnya dipenjara 8 tahun dan sudah bebas.
Kasus Vina kembali ramai usai kasusnya diadaptasi ke dalam film berjudul Vina: Sebelum 7 Hari yang tayang pada 8 Mei 2024.
Selasa (21/5/2024), jajaran Polda Jawa Barat berhasil menangkap buron atas nama Pegi Setiawan alias Pegi Perong di kawasan Katapang, Kabupaten Bandung.
Saat ini, Pegi telah ditetapkan sebagai tersangka dan diduga menjadi otak pembunuhan Vina dan Eki. Pegi kini ditahan di Rutan Polda Jabar.
Ia dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan Pasal 81 ayat 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.