Diduga Selundupkan 2,3 Juta Barel Minyak, Kapten Kapal Dituntut 7 Tahun Penjara, Denda Rp 5 Miliar
JPU menuntut terdakwa tindak pidana lingkungan hidup asal Iran, Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba pidana penjara 7 tahun.
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus kapal super tanker berbendera Iran yang melakukan tindakan ilegal di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Laut Natuna Utara telah masuk ke persidangan.
Jaksa pada Pengadilan Negeri (PN) Batam menuntut terdakwa tindak pidana lingkungan hidup asal Iran, Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba pidana penjara 7 tahun.
Baca juga: KKP Bidik Pelaku Penyelundupan Benih Bening Lobster Sampai ke Akar
Dalam sidang yang berlangsung pada Senin 27 Mei 2024 lalu, jaksa juga mengenakan denda awak kapal MT Arman 114 Rp 5 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Jaksa Marthyn Luther dan Karya So Imanuel Gortb juga memerintahkan agar terdakwa segara ditahan.
Majelis Hakim Sapri Tarigan dipercaya sebagai Hakim Ketua pada sidang pembacaan tuntutan itu.
Ia didampingi Hakim Anggota, Douglas Napitupulu dan Setya Ningsih.
Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau atau Kajati Kepri, Teguh Subroto, melalui Kasi Penkum Kejati Kepri, Denny Anteng Prakoso mengungkap sejumlah poin dalam tuntutan jaksa.
Pertama, menyatakan terdakwa Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Lingkungan Hidup.
Ini sebagaimana diatur dan diancam dalam Dakwaan Pasal 98 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Baca juga: Sinergi Bea Cukai dan BNNP Jawa Barat Gagalkan Penyelundupan 13 Kilogram Ganja Kering
Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 06 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
"Kemudian, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp. 5 miliar subsidair enam bulan kurungan, dengan perintah agar terdakwa segara ditahan," ucapnya dalam keterangan yang diterima TribunBatam.id, Selasa (28/5/2024).
Selanjutnya jaksa penuntut umum menetapkan barang bukti berupa:
1. Barang Bukti Kapal MT ARMAN 114 berbendera Iran Nomor IMO 9116912 dan Muatan Light Cruede Oil sebanyak 166,975.36 Metrik Ton dari Mr. Mahmoud Abdelaziz Mohamed (DIRAMPAS UNTUK NEGARA).
2. Barang bukti sampel dari Komandan Kapal Nasional Pulau Marore-322, Badan Keamanan Laut RI, dirampas untuk dimusnahkan.
3. Barang bukti dokumen dari Sdr. Muh. Kurniawan, S.Si., MT., Ph.D. LEMIGAS, terlampir dalam berkas.
4. Barang Bukti dokumen dari Komandan KN Pulau Marore-322 pada Badan Keamanan Laut RI, dirampas untuk negara.
5. Copy Foto dan Video Tumpahan Minyak dari Kapal MT Arman 114 satu buah Flashdisk, terlampir dalam berkas perkara.
6. Barang Bukti Dokumen dari Komandan KN Pulau Marore-322 pada Badan Keamanan Laut RI, terlampir dalam berkas perkara.
7. Barang Bukti Dokumen dari Sdr. Albina Apriadsa, Surveyor Pemetaan Pertama pada Badan Informasi Geospasial, terlampir dalam berkas perkara.
8. Barang Bukti Dokumen dari Sdr. Agus Basana Chris Abrin, (PNS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), terlampir dalam berkas perkara.
9. Barang Bukti Dokumen dari Mr. Mahmoud Abdelaziz Mohamed (Nakhoda Kapal MT ARMAN 114 berbendera Iran Nomor IMO 9116912).
“Isi tuntutan juga menetapkan untuk membayar biaya perkara sebesar lima ribu rupiah,” ujarnya.
Baca juga: TNI AL Gagalkan Penyelundupan 19 Kg Sabu di Pulau Siondo Riau, 4 PMI Ilegal Turut Diamankan
Kata Kuasa Hukum
Tuntutan Jaksa Penuntut umum terkait (JPU) terkait persidangan kasus pecemaran lingkungan atas terdakwa Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba disebut tidak mendasar oleh Kuasa hukum terdakwa Daniel Samosir.
Daniel Samosir meminta majelis membebaskan kliennya dari segala tuntutan pidana, sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum.
Sebab dari fakta-fakta persidangan, tuntutan jaksa yang menjatuhkan dakwaan terhadap terdakwa dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar, subsider 6 bulan dinyatakan tidak berdasar.
Karena terdakwa bukan kapten MT Arman 114 pada saat terjadi tindak pidana pencemaran lingkungan, seperti yang didakwakan.
"Tentunya ini sangat tidak berdasar, sebab saat itu Kapten Kapal MT Arman bukanlah klien saya ini," sebut Daniel.
Awal Penangkapan
Bakamla RI berhasil menangkap kapal super tanker berbendera Iran yang melakukan tindakan ilegal di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Laut Natuna Utara pada Jumat 7 Juli 2023.
Kepala Bakamla RI Laksdya Aan Kurnia menjelaskan kapal tersebut ditangkap karena diduga melakukan sejumlah tindakan ilegal.
Tindakan tersebut di antaranya adalah kapal tersebut melakukan transhipment atau pemindahan muatan dari satu kapal ke kapal lain dengan kapal berbendera Kamerun yang kabur, membuang limbah, dan melakukan pengelabuan Automatic Identification System (AIS).
Ia mengatakan proses penangkapan tersebut turut didukung oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) mengingat kapal tersebut sempat kabur ke yurisdiksi perairan Malaysia.
KN Marore Bakamla yang melakukan pengejaran terhadap kapal tersebut, kata Aan, sempat melakukan komunikasi dengan kapal dan memerintahkan kapal tersebut berhenti.
KN Marore, kata dia, juga sempat melakukan tembakan peringatan ke udara di depan haluan dan buritan kapal.
Namun demikian, kapal tersebut terus berjalan dan berusaha kabur.
"Karena tidak mau berhenti, kita tetap melaksanakan sesuai aturan. Jadi kita ada tahap prosedur aturan untuk menghentikan kapal, mulai dari komunikasi, kemudian agak keras bicaranya, kemudian melakukan tembakan peringatan itu sudah kita laksanakan," kata Aan saat konferensi pers di Markas Besar Bakamla Jakarta pada Selasa (11/7/2023).
"Tembak ke udara, ke depan, ke haluan, buritan kapal, dia tetap tidak mau berhenti," kata Aan.
Baca juga: 18 Tahun Berdiri, Bakamla RI Hanya Punya 10 Kapal Patroli, Masih Jauh dari Jumlah Ideal
Kapal tersebut, kata dia, akhirnya bisa dihentikan di perairan yurisdiksi Malaysia setelah tujuh personel unit khusus dari APMM turun ke atas kapal dengan menggunakan helikopter.
Di atas kapal tersebut, kemudian personel Bakamla dan APMM berkoordinasi terkait kegiatan tersebut.
Personel APMM kemudian melakukan penyerahan kapal tersebut kepada personel Bakamla.
"Alhamdulillah hari Minggu (9/7/2023) menjelang malam sudah sampai Batam kapal ini dan sedang kita proses," kata Aan.
Bakamla, kata Aan, telah melakukan koordinasi dengan Menko Polhukam, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup, Imigrasi, TNI Angkatan Laut, dan kepolisian.
Hal tersebut dilakukan guna melihat kemungkinan adanya dugaan pelanggaran lain yang dilakukan oleh kapal tersebut.
"Tapi dugaan awal, kapal ini bisa kita amankan karena melalukan dumping, transhipment di ZEE kita," kata dia.
"Dan yang menarik di sini, ini sesuatu yang baru. Jadi kapal ini, karena masuk perairan kita wajib menghidupkan AIS. Tapi kapal ini menyalakan AIS tapi AIS-nya posisinya ada di Laut Merah. Tapi faktual kapalnya ada di ZEE kita. Jadi ini seperti melakukan penipuan, pengelabuan," sambung dia.
Kapal bernama MT Arman 114 tersebut, kata Aan, bermuatan bahan bakar sebesar 272 ribu matrik ton atau 2,3 juta barel.
Muatan tersebut ditaksir senilai Rp 4,6 triliun.
Kapal tersebut memiliki panjang 330 meter.
"Ada 29 orang (di atas kapal tersebut), penumpangnya ada istrinya nahkoda sama anaknya. Ini masih kita dalami. Sebagian besar Iran, sama Mesir. Ini makanya kita melibatkan imigrasi, Kementerian Luar Negeri, dan semua (instansi terkait)," sambung dia.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunBatam.id dengan judul Sidang Awak Kapal MT Arman di PN Batam, JPU Tuntut Terdakwa 7 Tahun Denda Rp 5 Miliar
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.