Jaga Warisan Budaya, Destinasi Wisata Kampung Songket di Sawahlunto Dikembangkan
Pengembangan kampung songket yang diberi nama Kampung Dolas Songket telah dimulai sejak peletakan baru pertama tata ruang pada 25 April 2024.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam menjaga eksistensi songket silungkang sebagai warisan budaya bangsa, dilakukan pengembangan destinasi wisata kampung songket di Desa Lunto Timur, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.
Pengembangan kampung songket yang diberi nama Kampung Dolas Songket telah dimulai sejak peletakan baru pertama tata ruang pada 25 April 2024.
Baca juga: Batik Haji Indonesia Motif Sekar Arum Sari, Padu Padan Kawung, Truntum, Songket dan Tenun
Pengembangan Kampung Dolas Songket meliputi, pembangunan gapura, perbaikan akses jalan, pembangunan fasilitas assembly point (titik kumpul) untuk wisatawan, hingga bantuan mesin tenun.
Corporate Secretary SIG, Vita Mahreyni mengatakan, pengembangan kampung Dolas Songket dilakukan PT Semen Padang adalah langkah strategis yang sejalan dengan semangat keberlanjutan SIG.
Menurutnya, hal ini dilakukan untuk menjaga eksistensi songket silungkang sebagai warisan budaya bangsa agar tetap lestari dan meningkatkan ekonomi masyarakat.
"Dengan pendampingan secara menyeluruh akan melahirkan penenun-penenun andal yang mampu membawa songket silungkang ke kancah global dan mengharumkan nama Indonesia,” kata Vita ditulis Sabtu (22/6/2024).
Baca juga: Desa Muara Penimbung Indralaya, Sentra Kain Songket Khas Sumatera Selatan
Diketahui, Dolas Songket didirikan Anita Dona Asri pada 2014.
Anita Dona Asri yang akrab disapa Dona (38 tahun) adalah seorang local hero kelahiran Lunto yang memperjuangkan kelestarian songket silungkang dengan memberikan edukasi dan pelatihan menenun bagi masyarakat di desanya.
Dengan ikhtiarnya itu, songket silungkang juga diharapkan dapat menjadi sumber ekonomi keluarga. Nama Dolas Songket sendiri merupakan gabungan dari nama Dona dan dua adiknya, yaitu Lastri dan Sepri.
Dona mengisahkan, keahlian menenun songket telah dimiliki sejak duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar yang ia pelajari dari orangtuanya.
Keahliannya itu terus ditekuni dengan membuat usaha kecil-kecilan hingga mampu membiayai studinya di salah satu perguruan tinggi di Sumatra Barat hingga selesai pada 2010.
Dona pun akhirnya memantapkan niatnya mendirikan Dolas Songket dengan modal awal Rp10 juta dan dibantu seorang kerabat pada 2014.
Baca juga: Desa Muara Penimbung Indralaya, Sentra Kain Songket Khas Sumatera Selatan
”Sekarang saya memiliki teamwork profesional sebanyak 29 orang yang telah memiliki kemampuan menenun sejak usia remaja. Produk yang ditawarkan juga bermacam-macam, dari kain, sarung, kemeja pria dan gaun wanita, dengan harga bervariasi mulai dari Rp400 ribu-Rp3,5 juta," paparnya.
"Untuk pembelian dapat dilakukan di galeri Dolas Songket atau melalui media sosial dan marketplace. Alhamdulillah, per bulannya rata-rata ada 120 item terjual dengan peningkatan omzet sebesar 65 persen dibandingkan awal usaha,” sambung Dona.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.