Bareng Mahasiwa Unpad, Generasi Melek Politik Bahas Kebijakan Atasi Kemacetan Bandung
Akibatnya, lanjut Mudiyati, kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di kota Bandung setara dengan kurang lebih Rp4,63 triliun dalam setahun.
Penulis: Reza Deni
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Generasi Melek Politik (GMP) menyelenggarakan program Academia Politica di Bandung, Jawa Barat. GMP kali ini menggandeng Himpunan Mahasiswa Studi (HMS) Ilmu Politik Universitas Padjadjaran dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Padjadjaran (Unpad), Academia Politica. Mereka membahas soal isu transportasi di Bandung.
Adriansyah Yasin Sulaeman sebagai Pegiat Transportasi memaparkan isu transportasi erat kaitannya dengan isu sosial, dan isu lingkungan. Dia meyakini, penyumbang emisi terbesar di perkotaan Indonesia bersumber dari transportasi.
“Maka dari itu, sudah seharusnya kota-kota besar di Indonesia untuk mulai mencari cara dalam membenahi sistem transportasi yang efektif dan terintegrasi,” katw Adriansyah saat menjadi pembicara di diskusi bertajuk “Macet itu Berat, Biar Kita Cari Solusinya Bersama” di Universitas Padjadjaran, dalam keterangan yang diterima, Jumat (5/7/2024).
Sementara itu, dosen Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Mudiyati Rahmatunnisa menjelaskan bahwa saat ini Kota Bandung mengalami peningkatan kepemilikan kendaraan bermotor yang berpotensi memperburuk kemacetan lalu lintas.
“Kemacetan tersebut tentu membawa kerugian dalam segi ekonomi dan juga lingkungan. Tidak hanya itu, kecepatan lalu lintas jalan di kota metropolitan Bandung telah mencapai 11 km/jam, di mana sangat berada jauh di bawah batas ideal yakni 20 km/jam,” jelas dia.
Baca juga: Juru Parkir Masih Minta Uang Parkir kepada Pengendara di Medan, Begini Tanggapan Bobby Nasution
Akibatnya, lanjut Mudiyati, kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di kota Bandung setara dengan kurang lebih Rp4,63 triliun dalam setahun.
Senada dengan itu, Ahli Planologi dan Praktisi Tata Transportasi, Amanda Deviana, berpandangan untuk mengatasi isu kemacetan lalu lintas di Kota Bandung memerlukan kolaborasi antarpihak yakni pemerintah, NGO & akademisi, serta sektor privat atau pelaku bisnis.
“Penataan sarana transportasi perkotaan juga patut memperhatikan tiga hal yaitu integrasi moda transportasi massal karena moda transportasi tidak bisa berdiri sendiri; fasilitas pejalan kaki dan pesepeda yang tersedia di setiap trotoar dengan kondisi yang aman, layak, dan nyaman; implementasi kebijakan dari pemerintah untuk membantu mensukseskan permasalahan kemacetan di kota,” beber dia.
Adapun Direktur Eksekutif Yayasan Partisipasi Muda, Neildeva Despendya Putri, berharap program Academia Politica mampu mendorong anak muda memahami pentingnya politik di kehidupan sehari-hari.
Baca juga: Atasi Kemacetan, Perusahaan Teknologi Ini Pamer Solusi Sistem Transportasi di ITS APAC Forum 2024
Menurut dia, setiap partisipasi politik akan berdampak pada kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
“Politik agar menjadi relevan dengan anak muda, Academia Politica dirancang dengan tema visual yang sedang menjadi tren budaya populer seperti misalnya Barbie, Squid Game, Harry Potter, dan Avatar,” kata Neildeva.
Neildeva percaya, Academia Politica mampu memberikan pengalaman perumusan kebijakan publik dari kacamata masing-masing stakeholder seperti NGO sampai Pemerintah.
Tujuannya, dikatakan dia, yakni untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin muda Indonesia, agar ketika duduk di bangku pemimpin, mereka paham bahwa isu lingkungan adalah isu prioritas untuk bumi kedepannya.
“Academia Politica adalah ruang aman dan tempat belajar anak muda untuk berpartisipasi aktif dengan mendapatkan kemampuan agenda setting, negosiasi, argumentasi, hingga membuat rekomendasi kebijakan atau policy brief,” dia memungkasi.
Sebagai informasi, kegiatan Academia Politica berisi simulasi pembuatan kebijakan publik terkait isu wacana penggantian angkutan kota (angkot) dengan microbus listrik yang ramah lingkungan.
Para peserta yang terdiri dari anak-anak muda, perwakilan Pemerintah, NGO, Korporasi, DPR, dan Akademisi diberikan waktu 30 menit untuk menyusun argumentasi sesuai dengan sudut pandang dan fungsi masing-masing peran yang telah dibagi sebelumnya terkait dengan isu pemantik.