Pelaku Ekonomi Kerakyatan: Zonasi Penjualan Rokok di RPP Kesehatan Mematikan Usaha Ultramikro
Pelaku dan Pengamat Ekonomi Kerakyatan: Larangan Penjualan Rokok Radius 200 Meter di RPP Kesehatan Dapat Mematikan Usaha Ultramikro
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Asosiasi Industri Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Indonesia (IUMKM) AKUMANDIRI khawatir atas rencana larangan zonasi penjualan rokok dalam aturan turunan dari UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023.
Dalam aturan itu mengatur jarak penjualan rokok harus berada minimal 200 meter dari pusat pendidikan dan tempat bermain anak.
Aturan ini dinilai akan menindas para pedagang kecil atau segmen usaha ultramikro serta memberikan pukulan berat bagi perekonomian dalam negeri.
Ketua IUMKM AKUMANDIRI, Hermawati Setyorinny, mengatakan saat ini telah banyak regulasi yang mengelilingi segmen perdagangan, namun pada akhirnya saling tumpang tindih.
"Negeri ini sudah terlalu banyak regulasi, yang pada akhirnya juga saling tumpang tindih. Implementasinya pun membingungkan dan menyulitkan."
"Kalau ditambah lagi ada aturan baru yang menyulitkan para pedagang kecil, maka ini memberikan pukulan berat bagi kami. Padahal, kami berupaya sekuat tenaga untuk memenuhi nafkah kehidupan sehari-hari," ungkap Hermawati.
Ia menegaskan rokok adalah produk legal, maka produk tersebut wajar menjadi salah satu produk yang dijual oleh pedagang kecil.
Baca juga: Aturan Zonasi Larangan Penjualan Rokok di RPP Kesehatan Resahkan Pedagang, Bikin Rugi Warung Kecil
Apalagi, margin dari penjualan rokok itu cukup membantu menambah pendapatan sehari-hari para pedagang serta mempercepat perputaran barang lainnya
"Larangan zonasi ini tidak adil bagi pedagang kecil. Mereka juga memahami bahwa rokok adalah produk terbatas yang hanya ditujukan bagi konsumen berusia 18 tahun ke atas," terangnya melalui keterangan yang diterima Tribunnews.
Selain itu, para pedagang juga tidak pernah mengetahui adanya rencana larangan ini sebelumnya, sehingga dari sisi keadilan, pemerintah dinilai belum memenuhi aspek tersebut.
"Dalam merancang aturan itu, seharusnya pihak yang terdampak, baik paguyuban atau asosiasi, itu dilibatkan," jelasnya.
Lanjutnya, saat ini yang dibutuhkan oleh para pedagang kecil, khususnya segmen ultramikro adalah perlindungan dari pemerintah.
Berbagai program pendampingan yang ada untuk segmen tersebut dinilai masih belum tepat sasaran.
Ia berharap pemerintah dapat menimbang kembali dampak yang akan dihadapi oleh para pedagang kecil apabila aturan ini disahkan.
Baca juga: Pemerintah Diminta Tak Naikkan Cukai Rokok Tahun Depan, Ekosistem Tembakau: Banyak yang Terdampak
Pihaknya mengingatkan, Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 65 juta pelaku usaha ultramikro. Maka, rencana pelarangan menjadi pukulan berat bagi keberlangsungan pedagang kecil.
"Para pedagang kecil ini harus diberdayakan dan dilindungi. Pemerintah harusnya menyiapkan program-program yang inklusif dan tepat sasaran, bukan dengan menerbitkan regulasi yang semakin menyulitkan pedagang kecil," katanya.
Setyorinny menambahkan, IUMKM AKUMANDIRI sepakat dengan pemerintah bawah rokok itu tidak ditujukan bagi anak di bawah umur 18 tahun.
Pihaknya juga siap mendukung pemerintah untuk mensuksesan larangan penjualan rokok bagi anak di bawah umur 18 tahun tanpa harus mengorbankan pelaku usaha ultramikro. (*)