Hotman Paris Sebut Dede dan Kuasa Hukumnya Pintar sehingga Tidak Datang ke Sidang PK Saka Tatal
Hotman menilai soal sidang PK Saka Tatal, dia melihat novum yang lemah.
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Awalnya direncanakan, Dedi Mulyadi akan menjadi saksi dalam sidang lanjutan PK Saka Tatal terkait kasus pembunuhan Vina Cirebon di PN Cirebon, Selasa (30/7/2024).
Bahkan, Dedi telah hadir di ruang sidang dan diminta duduk di kursi depan persidangan.
Namun tidak jadi ditunjuk sebagai saksi dikarenakan tidak hadirnya saksi lainnya, Dede.
Dede dianggap bisa dihadirkan oleh Dedi, karena muncul pertama kali di kanal YouTube pribadi Dedi.
Nah, ketidakhadiran Dede sebagai saksi turut memengaruhi penunjukan Dedi sebagai saksi.
Pengacara senior Hotman Paris punya analisa mengapa Dede atau kuasa hukum tidak datang ke sidang Penijauan Kembali (PK) Saka Tatal.
Hotman menilai, baik Dede dan kuasa hukumnya pintar.
"Ini Dede itu pasti pintar, kuasa hukumnya juga pintar. Kalau Dede sampai datang ke pengadilan PK ini menyatakan dulu dia memberikan kesaksian palsu, artinya apa? Menit itu juga bisa dipenjara, karena sumpah palsu, mungkin itu dia sudah sadar maka dia tidak datang," kata Hotman dalam jumpa pers dikutip dari tayangan Kompas TV, Selasa (30/7/2024).
Baca juga: Yakin Kasus Vina Cirebon Bukan Kecelakaan, Hotman Paris: Di Mata Hukum yang Diakui Visum
Hotman menilai soal sidang PK Saka Tatal, dia melihat novum yang lemah.
Seharusnya bukti yang tak sempat diajukan di persidangan sebelumnya yang kemudian dibawa ke sidang Peninjauan Kembali.
Namun dalam sidang PK Saka Tatal, novum yang diajukan adalah bukti yang sebelumnya sudah dibawa di pengadilan sebelumnya.
"Artinya bukti novum tidak ada, tidak ada saksi maka tidak ada bagi hakim untuk mengubah putusan ini (putusan kasus Vina Cirebon 2017)," kata Hotman.
Hotman juga melihat bahwa ada percakapan SMS bukti percakapan antar-pelaku yang menjadi pertimbangan hakim bahwa pembunuhan Vina dan Eky adalah berencana.
"Keluarga Vina dan kami kuasa hukumnya tetap berpegang pada putusan itu bahwa yang terjadi adalah penganiayaan dengan matinya orang atau pembunuhan berencana atau pemerkosaan," ungkap Hotman Paris.