Bukti Chat Kasus Vina Diduga Rekayasa, Reza Indragiri Singgung Putusan Hakim: Sayang Beribu Sayang
Pakar Psikolog Forensik, Reza Indragiri menduga bukti chat di kasus Vina merupakan hasil rekayasa.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel, menduga bukti chat di ponsel milik terpidana kasus Vina, Hadi Saputra, hasil rekayasa.
Sebab, chat di ponsel Hadi yang dijadikan bukti oleh pihak kepolisian itu tidak didukung ekstraksi data lengkap.
"Isi halaman 65 yang menyebut bahwa seolah ada SMS antara Saka Tatal dengan Sudirman, itu tidak didukung oleh bukti ekstraksi data," kata Reza, dikutip dari tayangan YouTube Official iNews, Rabu (7/8/2024).
Menurut Reza, yang diekstraksi polisi hanya percakapan antara Hadi Saputra dengan kekasihnya.
Padahal, komunikasi sepasang kekasih itu hanya membahas perihal rencana pernikahan mereka.
Reza melanjutkan, tidak ada dalam komunikasi tersebut membahas soal rencana pembunuhan.
"Yang ada dalam bukti ekstraksi data digital adalah komunikasi antara Hadi dengan pacarnya."
"Yang sebenarnya sama sekali tidak bicara tentang pembunuhan atau rencana pembunuhan apapun," jelas Reza.
Selain itu, kata Reza, tidak ada nomor terpidana kasus Vina lainnya, seperti Sudirman dan Saka Tatal, di ponsel Hadi.
Oleh karena itu, Reza menduga kuat, bukti chat terpidana di kasus Vina merupakan hasil rekayasa.
"Berarti kuat dugaan saya, isi halaman 65 tentang konon SMS antara Sudirman dengan Saka Tatal adalah informasi rekaan belaka."
Baca juga: Ungkap Foto Motor dan Helm Eky Tak Hancur, Pitra Romadoni Yakin Vina-Eky Bukan Korban Kecelakaan
"Yang diperoleh barangkali dengan cara intimidasi kah itu, iming-iming kah itu, tipu muslihat kah itu. Intinya isi halaman 65 adalah mengandalkan pada keterangan," urainya.
Reza pun menyayangkan bukti chat tersebut digunakan oleh hakim untuk menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada para terpidana kasus Vina.
Ditambah, hakim menyatakan para terpidana melakukan pembunuhan berencana terhadap Vina dan Eky pada 2016 silam.
"Sayang beribu sayang, isi halaman 65 tentang konon SMS tersebut itulah yang dijadikan pertimbangan oleh hakim untuk memutus benar sudah terjadi pembunuhan berencana," terangnya.
Reza berpendapat, seharusnya Polda Jabar mengekstraksi seluruh ponsel terpidana.
Termasuk ponsel kedua korban, Vina dan Eky.
Bukan hanya mengekstraksi ponsel Hadi yang kemudian dijadikan alat bukti hingga menjadi pertimbangan putusan hakim.
"Padahal tidak ada bukti komunikasi elektroniknya. Tidak semata-mata handphone, Hadi dan pacarnya yang semestinya diekstrak oleh Polda Jabar."
"Tapi seluruh gawai para tersangka, ditambah lagi dengan gawai kedua korban juga harus dapat perlakuan yang sama, diekstrak," paparnya.
Jika itu dilakukan, maka akan diperoleh informasi detail terkait kematian Vina dan Eky, delapan tahun silam.
"Sehingga kita peroleh informasi serinci-rincinya tentang siapa, dengan siapa, berkomunikasi tentang apa pada jam menit detik ke berapa," pungkas Reza.
Kasus Vina Cirebon
Sebagai informasi, kasus ini kembali mencuat setelah film yang diadaptasi dari kasusnya, "Vina: Sebelum 7 Hari", dirilis dan menjadi perbincangan publik.
Kasus ini terjadi pada 2016 silam. Vina dirudapaksa dan dibunuh oleh sejumlah anggota geng motor.
Kekasih Vina, Eky juga menjadi korban keberingasan anggota geng motor.
Baca juga: 2 Terpidana Kasus Vina Diperiksa Selama 6 Jam, Penyidik Tanya soal Kesaksian Palsu Dede dan Aep
Dalam kasus ini, polisi telah menangkap delapan dari 11 pelaku.
Tujuh di antaranya dijatuhi hukuman penjara sumur hidup.
Mereka adalah Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Jaya, Eka Sandi, Sudirman, dan Supriyanto.
Sementara, satu terpidana lainnya, Saka Tatal dijatuhi hukuman 8 tahun penjara.
Delapan tahun berlalu, satu pelaku yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Pegi Setiawan ditangkap polisi pada Selasa (21/5/2024).
Dengan penangkapan Pegi, dua orang yang masuk DPO dinyatakan tidak ada dan dihapuskan.
Hingga akhirnya Pegi Setiawan sendiri dibebaskan dan status tersangkanya gugur setelah menang dalam gugatan praperadilan.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana)