Pelaku Pembunuhan Balita Dililit Lakban di Banten Akui Tak Menyesal, Masih Dendam pada Ibu Korban
AKP Hardi Meidikson Samula mengungkapkan SA tak merasa menyesal setelah melakukan penculikan dan pembunuhan pada APH, balita asal Cilegon, Banten.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Kasat Reskrim Polres Cilegon, AKP Hardi Meidikson Samula mengungkapkan pengakuan SA (38), tersangka kasus pembunuhan APH (4) balita asal Cilegon, Banten.
Hardi mengatakan hingga kini SA tak merasa menyesal atas aksi pembunuhan yang dilakukannya itu.
Bahkan, SA mengaku masih menyimpan dendam kepada ibu korban.
Hal itu dikarenakan ibu korban memiliki kedekatan dengan tersangka lainnya yakni RH.
RH ini diketahui memiliki hubungan asmara sesama jenis dengan SA.
"Dari kelima pelaku ini yang sampai sekarang belum ada penyesalan ini si SA, bahkan kita tanyakan menyesal tidak, dia bilang 'saya engga menyesal,'" kata Hardi dilansir Kompas.com, Jumat (27/9/2024).
Selain dendam, diketahui pembunuhan APH ini juga dipicu oleh adanya utang pinjaman online (pinjol) sebesar Rp 75 juta.
Adanya pinjol ini yang kemudian membuat para tersangka berencana untuk menculik dan membunuh korban.
SA dan RH pun bersama-sama menggunakan akun ibu korban untuk mengajukan pinjol tersebut.
"Jadi untuk pinjol itu si RH dan SA bersama-sama menggunakan akun dari si ibu korban," ujar Hardi.
Diketahui sebelumnya, polisi telah menetapkan SA (38), EM (23), RH (38), UH (22) dan YH (32) sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan seorang balita di Banten.
Baca juga: Balita di Cilegon Bukan Target Utama Pembunuhan, Para Tersangka Tak Bunuh Ibu Korban karena Hamil
Kelima tersangka tersebut dijerat pasal 80 ayat 3 jo pasal 76c dan atau 83 jo 79 huruf f Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Untuk tersangka UH dan YH, penyidik mengenakan pasal 221 ayat (1) angka 2 KUHP tentang menghilangkan barang bukti berupa tas ransel untuk membawa korban yang dibakar keduanya.
Kemudian kelimanya dijerat pasal 340 tentang pembunuhan berencana jo pasal 55 dan 56 KUHPidana dengan ancaman hukuman mati.