Soal Konflik Antar Desa di Flores Timur, Ratusan Warga Mengungsi hingga Anak-Anak Trauma
Pascakonflik yang terjadi Senin (21/10/2024) ini, ada 177 jiwa atau 52 Kepala Keluarga (KK) yang mengungsi ke Desa Wureh.
Penulis: Muhammad Renald Shiftanto
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Inilah kabar terbaru soal konflik tapal batas tanah antar Desa Bugalima dan Desa Ilepati di Kecamatan Adonara Barat, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sejumlah rumah warga di Desa Bugalima dibakar oleh massa.
Pascakonflik yang terjadi Senin (21/10/2024) ini, ada 177 jiwa atau 52 Kepala Keluarga (KK) yang mengungsi ke Desa Wureh.
Mereka mengungsi di rumah-rumah penduduk karena kondisi desanya tak kondusif.
"Ada 52 KK atau 177 jiwa yang mengungsi ke Wureh, mereka menempati rumah-rumah penduduk dan malam setelah doa, mereka tidur di dua Kapela, sementara yang lainnya di rumah warga," kata Sekretaris Desa Wureh, Florianus Karwayu, Rabu (23/10/2024).
Kepada TribunFlores.com, para warga yang mengungsi ini membutuhkan bantuan seperti air minum hingga perlengkapan tidur setelah rumah terbakar.
"Yang dibutuhkan saat ini itu air, perlengkapan tidur, karena saat terjadi kebakaran itu, seluruh rumah warga ludes terbakar," jelasnya.
Florianus menuturkan, para pengungsi kembali ke Desa Bugalima setelah sarapan untuk memberi makan ternak.
Setelah itu, mereka kembali ke Desa Wureh pada sore hari.
Anak-anak Trauma
Sementara itu, anak-anak di Desa Bugalima alami trauma pascakonflik.
Trauma tersebut dialami salah satunya oleh anak dari Natalia Leni (44) warga Desa Bugalima.
Baca juga: Polisi Tetapkan 14 Warga dan 2 Kades Jadi Tersangka Konflik di Adonara Flores
Ia menceritakan, saat kejadian, ia mendengar seperti ledakan bom di sekitar kampung.
Mendengar suara tersebut, ia langsung membangunkan kelima anaknya dan berlari melewati kebun menuju Desa Wureh sejauh satu kilometer.
Setibanya di Desa Wureh, Natalia bersama suaminya menyeberang ke Kota Larantuka untuk mengungsi di kos yang disewa untuk anak keduanya yang masih duduk di bangku SMA.
"Pas ledakan itu, kami lari lewat kebun ke Desa Wureh untuk mengungsi di Wure sementara, malam jam 7, kami mengungsi ke Larantuka di anak nomor dua punya kos," ujar Natalia, dikutip dari TribunFlores.com.
Natalia menceritakan, ia berlari tanpa membawa apa-apa, bahkan tanpa alas kaki.
"Waktu lari kami tidak bawa apa-apa, tidak pake sendal ke Desa Wureh," katanya.
Dari peristiwa tersebut, satu unit kios, rumah, kulkas, laptop, gading, dan motor ludes terbakar.
Ia mengaku, Hingga saat ini, Anak ke-enamnya yang masih duduk di bangku TK A Santa Elisabeth Bugalima masih mengalami trauma.
"Tadi malam kami nginap di Wureh, dia menangis terus tidak mau tidur, sebelum dia tidur, dia tanya ke saya, mama mereka ikut lagi kita tidak, mereka bawa lagi bom kah tidak, saya jawab bilang tidak lagi nona," ujarnya.
Surat-surat penting miliknya pun ikut terbakar dalam peristiwa ini.
"Semua seragam sekolah terbakar semua, ijazah anak empat orang juga terbakar, dengan surat penting lainnya," jelasnya.
Mengutip TribunFlores.com, konflik yang dipicu batas tanah ini sudah berlangsung sejak 1970.
Pada tahun 1990-an lalu, kedua pihak sempat dimediasi oleh Forkopimda Kabupaten Flores Timur.
Namun, saat itu kesepakatan batas tanah sengketa belum tercapai.
Baca juga: Konflik Berdarah Akibat Batas Tanah Dua Desa di Flores Timur NTT: 51 Rumah Terbakar, 2 Warga Tewas
Lalu, pada Juli 2024 lalu, Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan pengukuran lahan.
Namun, masyarakat masih belum puas hingga terjadi perang antara kedua desa.
Kini, bentrokan pun kembali pecah pada Senin (21/10/2024).
Kapolres Flores Timur, AKBP I Nyoman Putra Sandita pun menuturkan, konflik saat ini sudah mereda.
Ia pun menuturkan bahwa penyelesaian konflik seharusnya bisa terjadi tanpa adanya kekerasan.
Nyoman Putra pun meminta semua pihak untuk bisa menahan diri.
"Tidak ada permasalahan yang harus diselesaikan dengan kekerasan. Di sini ada Pemerintah, Polri, TNI yang siap menangani situasi," katanya kepada wartawan.
Ia menambahkan, pihak-pihak terkait siap memberikan fasilitas penyelesaian masalah.
"Pemerintah daerah bersama aparat keamanan siap memfasilitasi penyelesaian masalah,"
"Kami meminta massa untuk menahan diri dan tidak melakukan aksi-aksi kekerasan," tutur Nyoman Sandita.
Diberitakan sebelumnya, konflik antar warga Desa Bugalima dan Desa Ilepati terjadi pada Senin (21/10/2024).
Bentrokan antar warga terjadi sejak Senin dini hari.
Sejumlah rumah warga desa Bugalima pun terbakar akibat aksi saling serang ini.
TNI dan Polri pun terjun ke lapangan untuk mencegah bentrokan susulan.
Baca juga: Rumah Sederhana Penerjemah Paus Fransiskus di Ujung Flores NTT, Dindingnya Masih Terbuat dari Papan
Kapolsek Adonara Barat, Ipda Januardana Rambi menuturkan, saat ini kondisi sudah kondusif.
"Sementara mulai redah. Saya sementara urus, mohon waktu dulu, ya. Nanti saya informasi lagi," katanya kepada wartawan.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunflores.com dengan judul Anak-anak di Adonara Flotim Alami Trauma Pasca Konflik
(Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunFlores.com, Arnold Welianto/Paul Kabelen)