SPKS Beberkan Tantangan dalam Percepatan Sertifikasi ISPO
Tantangan sertifikasi ISPO saat ini, dikatakan Sabaruddin, menyangkut soal biaya sertifikasi, hingga penyedia ISPO .
Penulis: Reza Deni
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) melakukan Sosialisasi Percepatan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) kepada Petani Swadaya di Provinsi Sulawesi Barat di tiga Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah dan Pasangkayu.
Provinsi Sulawesi Barat merupakan daerah dengan luas perkebunan sawit terluas di pulau sulawesi dengan total luas sekitar 155,958 hektar, perkebunan sawit tersebar di beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Pasangkayu, Mamuju Tengah, Mamuju, selain dikelola oleh perusahan perkebunan kelapa sawit di Sulbar dikelola sekitar 40 persen oleh petani sawit swadaya.
Baca juga: Wilmar Dampingi 1.500 Petani Swadaya di Siak untuk Raih Sertifikat ISPO
Hadir dalam acara sosialisasi adalah Kepala Bidang Perkebunan Pasangkayu, Kepala Bidang Perkebunan Kabupaten Mamuju Tengah, Kepala Bidang Perkebunan Kabupaten Mamuju, PT. Astra Agro Lestari, PT.Manakarra Unggul Lestari, serta petani sawit sekitar 500 petani di tiga Kabupaten yang mengelola sekitar 1.000 hektar lahan.
Ketua Umum SPKS, Sabarudin mengatakan kegiatan sosialisasi ini untuk mendukung percepatan sertifikasi sawit berkelanjutan di tingkat petani sawit melalui sertifikasi ISPO yang telah diwajibkan kepada petani sawit seluruh Indonesia sesuai dengan peraturan pemerintah.
Sulawesi Barat saat ini belum ada kelompok petani yang tersertifikasi ISPO sehingga melalui kegiatan sosialisasi ini untuk mempersiapkan Koperasi anggota SPKS sertifikasi ISPO dan kami targetkan tahun 2025 di Sulbar akan ada koperasi yang tersertifikasi ISPO.
Baca juga: Kejar Swasembada Energi, Bahlil Sebut Pasokan Sawit RI Cukup untuk Program Biodiesel
"Bagi kami sertifikasi ISPO itu sangat penting karena menyangkut banyak hal dalam ISPO misalnya terkait dengan data petani sawit dengan titik koordinat, penguatan kelembagaan, budidaya sawit sesuai dengan standar Good Agricultural Practices (GAP), terkait dengan kemitraan petani dan perusahaan serta terkait dengan dukungan pemerintah dan perusahan kepada petani sawit. Kami juga terus mendorong anggota SPKS melalui ISPO bisa mengelola sawit sesuai dengan standar yang diinginkan oleh pasar," kata Sabarudin kepada wartawan, Kamis (31/10/2024).
Tantangan sertifikasi ISPO saat ini, dikatakan Sabaruddin, menyangkut soal biaya sertifikasi, hingga penyedia ISPO .
"Karena menjadi pertanyaan bagi petani sawit, kalau mau sertifikasi ISPO satu koperasi butuh anggaran sekitar 300 jutaan tentunya ini akan sulit kalau disediakan oleh petani. Kami meminta agar sertifikasi ISPO melalui pendanaan dari lembaga sawit BPDPKS dan juga dari DBH sawit. Pemerintah harus menyediakan pendanaan sertifikasi ISPO bagi petani mulai dari persiapan sampai pada audit sertifikasi," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Perkebunan Kabupaten Mamuju Tengah I Wayan Purwase mengatakan sertifikasi ISPO bagi petani sawit sudah menjadi wajib saat ini, tantangan ISPO bagi petani untuk di Kab. Mamuju Tengah kelembagaan petani dimana sebagian besar petani belum masuk dalam sertifikasi ISPO.
"Untuk Kabupaten Mamuju Tengah kami telah menyediakan pendanaan dari DBH sawit untuk percepatan ISPO, saat ini kami telah mempersiapkan beberapa kelompok untuk disertifikasi ISPO, selain itu petani sawit juga bisa mengakses dana dari BPDPKS untuk melakukan sertifikasi ISPO melalui program sarana dan prasarana," ujarnya.
Kabid Perkebunan Kabupaten Pasangkayu, Fatmawati mengatakan bahwa sebagai komitmen dari Pemerintah Daerah pasangkayu untuk mendukung sertifikasi ISPO bagi petani sawit swadaya dilakukan percepatan pengurusan STDB bagi petani secara gratis, selain itu untuk DBH sawit juga difokuskan untuk pendampingan sertifikasi ISPO bagi petani sawit.