Kuasa Hukum Korban Guru Supriyani di Konawe Selatan : Pernyataan Jenderal Berbintang Bikin Gaduh
Laode bilang publik butuh tokoh yang bisa membantu melihat masalah ini secara bijak, berimbang dan jangan saat ada isu berlomba-lomba menghakimi
Editor: Eko Sutriyanto
![Kuasa Hukum Korban Guru Supriyani di Konawe Selatan : Pernyataan Jenderal Berbintang Bikin Gaduh](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/supriyani1232.jpg)
Laporan Wartawan Tribun Sultra Dewi Lestari
TRIBUNNEWS.COM, SULTRA - Kuasa hukum pihak korban guru Supriyani, La Ode Muhram Naadu mengatakan, berbagai pernyataan jenderal berbintang terkait kasus guru Supriyani di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), yang diduga menganiaya muridnya bikin situasi menjadi gaduh.
Ia meminta publik melihat kasus ini secara berimbang.
"Kedua jenderal ini kan adalah polisi.
Justru dari awal saat kedua jenderal ini yang berkomentar, situasi menjadi gaduh," kala La Ode dalam wawancara khusus dengan Tribun Sultra.
Ia mengingatkan, seorang polisi itu harus berkomentar atau berpendapat berdasarkan sesuatu yang bisa diverifikasi atau dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Karena kalau berkomentar itu hanya berdasarkan adanya pemberitaan-pemberitaan di media, yang melakukan spekulasi kiri kanan.
"Bahkan sempat juga mengomentari luka korban, padahal beliau bukan ahli forensik dan tidak melihat langsung lukanya," kata Laode.
Dikatakannya, publik juga butuh tokoh-tokoh yang bisa membantu melihat masalah ini secara bijak dan berimbang sehingga jngan saat ada isu berlomba-lomba menghakimi.
Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Anak Aipda WH Dibentak Supriyani saat di Kantor Polisi: Di Mana Saya Pukul Kau!
"Sehingga saya mengharapkan ada juga pihak-pihak lain yang mencoba melihat permasalahan ini secara jernih, sambil kita menghormati proses pengadilan, bagaimana hakim menemukan kebenaran dari kasus ini," katanya.
Laode menyampaikan harapannya agar Supriyani mengakui kesalahannya, agar bisa diajukan Restorative Justice sehingga tidak ada lagi vonis bersalah.
"Jika tidak mau mengakui kesalahannya, ibu Supriyani divonis dengan tujuan agar ibu Supriyani tidak mengulangi lagi perbuatannya," katanya.
Dikatakannya, kondisi kedua orangtua korban aman.
"Hanya saja tekanan publik ini tekanan psikologis, di mana ketika buka media sosial melihat lagi dicibir, begitu pula ketika buka berita," katanya.
Tekanan-tekanan itulah, kata dia yang sangat mengganggu dan merugikan pihak korban.
Seperti diketahui, kasus dari guru honorer Supriyani ini akan memasuki sidang kelima, setelah sebelumnya Pengadilan Negeri (PN) Andoolo menghadirkan delapan saksi.
Dari saksi-saksi yang dihadirkan, tiga di antaranya adalah saksi anak, termasuk korban.
Kasus ini berawal saat Aipda Wibowo Hasyim, anggota polisi sekaligus orangtua dari seorang siswa kelas 1 di SDN 4 Baito, melaporkan Supriyani atas dugaan penganiayaan ke Polsek Baito, 25 April 2024.
Laporan diajukan setelah ibu korban melihat ada bekas luka memar di paha belakang anaknya.
Namun, Supriyani membantah tuduhan itu menegaskan tidak mengajar di kelas korban dan tidak pernah berinteraksi langsung dengan anak tersebut.
Puncaknya pada 16 Oktober 2024, ketika Supriyani resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan ditempatkan di Lapas Perempuan Kendari sehingga memicu perbincangan luas di media sosial.
Sejumlah kalangan mempertanyakan urgensi penahanan Suryani.
Kasus ini makin rumit usai ada kabar soal uang damai Rp50 juta hingga kasus penembakan mobil dinas.
Artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul Wawancara Kuasa Hukum Aipda WH Orangtua Korban Kasus Guru Supriyani: Keluarga Alami Tekanan Mental
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.