Polda Sultra: Pencopotan Kapolsek Baito Untuk Permudah Usut Pelanggaran Etik di Kasus Guru Supriyani
Pencopotan Ipda Muhammad Idris dari Kapolsek Baito dalam rangka mempermudah pengusutan dugaan pelanggaran etik di kasus guru Supriyani.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, KENDARI - Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) mengatakan pencopotan Ipda Muhammad Idris dari Kapolsek Baito dalam rangka mempermudah pengusutan dugaan pelanggaran etik dalam penanganan kasus guru Supriyani di Konawe Selatan.
Begitu juga Aipda Amiruddin dicopot dari jatabanya dalam rangka mempermudah pemeriksaan terkait uang damai guru Supriyani senilai Rp 2 juta.
Ipda Muhammad Idris dan Aipda Amiruddin berdasarkan hasil pemeriksaan internal kepolisian terindikasi meminta uang Rp 2 juta kepada guru honorer Supriyani saat kasus dugaan penganiayaan anak Aipda WH bergulir di kepolisian.
Uang damai tersebut diminta agar guru Supriyani yang dituduh memukuli muridnya tidak menjalani penahanan.
Propam Polda Sultra pun sudah memeriksa tujuh polisi, termasuk guru Supriani dan suaminya Katiran serta Kades Wonua Raya Rokiman terkait dugaan pemerasan dalam penanganan kasus guru Supriyani.
Baca juga: Praktisi Hukum Edwin Partogi Soroti Tuntutan Bebas Supriyani: Bagian dari Cuci Dosa Jaksa
"Jadi dua personel ini Kapolsek dan Kanit Reskrimnya ditarik ke polres untuk mempermudah pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik," kata Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Pol Iis Kristian di Polda Sultra, Rabu (13/11/2024).
Iis menjelaskan, dua personel ini dicopot berdasarkan surat perintah Kapolres Konawe Selatan yang keluar pada Sabtu (9/11/2024).
Dari surat perintah itu, Kapolres menunjuk pejabat sementara untuk menjabat Kapolsek dan Kanit Reskrim Polsek Baito.
Baca juga: 3 Kejanggalan Tuntutan Bebas Supriyani: JPU Dianggap Cari Aman hingga Waktu Pemukulan Sesuai BAP
"Ini juga untuk menjamin pelayanan di Polsek Baito tetap berjalan, selama dua personel tadi diperiksa," ungkapnya.
Kabid Humas mengatakan setelah pencopotan itu, saat ini tim Internal Polda Sultra masih merampungkan berkas dugaan pelanggaran etik Ipda Muhammad Idris dan Aipda Amiruddin.
Selain itu, Tim internal dari Propam juga sudah mengumpulkan keterangan saksi sebelum nanti dilakukan gelar perkara untuk sidang etik.
"Semua keterangan saksi, korban, sama beberapa anggota yang diintrogasi nanti dirampungkan. Kemudian ditentukan kapan sidang etiknya," tutur Iis Kristian.
Dari surat perintah Kapolres Konsel, Ipda Muhammad Idris dimutasi sebagai perwira utama (Pama) bagian SDM Polres Konawe Selatan.
Pengganti Muhamad Idris yakni Ipda Komang Budayana PS Kasikum Polres Konsel ditunjuk Pelaksana Harian (Plh) Kapolsek Baito.
Sementara pengganti Aipda Amiruddin dari Jabatan Kanit Reskrim akan diisi Aiptu Indriyanto.
Indriyanto sebelumnya menjabat Ka SPKT 3 Polsek Palangga Polres Konsel.
Kapolres Konsel, AKBP Febry Sam, membenarkan pencopotan dua anak buahnya itu.
"Iya sudah diganti dan ditarik ke polres," katanya saat ditemui di Andoolo, Konsel (11/11/2024).
Febry mengatakan pencopotan dua personel ini untuk menenangkan situasi di masyarakat karena dua personel itu disebut terlibat kasus Supriyani.
"Jadi ini cooling down saja, sekarang jabatan mereka sudah kami ganti," katanya.
Ipda Muhammad Idris Terancam Patsus
Ipda Muhammad Idris terancam mendapatsanksi penempatan khusus (patsus) jika terbukti meminta uang Rp 2 juta dalam kasus guru Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Begitu juga dengan Aipda Amiruddin.
Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol Moch Sholeh mengatakan jika dalam pemeriksaan kode etik yang dilakukan puhaknya Ipda Muhammad Idris dan Aipda Amiruddin terbukti bersalah maka akan dikeluarkan surat perintah penempatan khusus (patsus).
"Kalau memang terbukti ada pelanggaran kode etik, kami akan tingkatkan untuk Patsus atau ditarik ke Polda Sultra," katanya kepada wartawan, Selasa (5/11/2024).
Penempatan khusus atau biasa disingkat patsus adalah prosedur yang diterapkan kepada anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin atau kode etik.
Berdasarkan bunyi Pasal 1 ayat 35 Peraturan Kapolri Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Patsus merupakan bentuk pengamanan yang berbeda dari penahanan biasa.
Penempatan ini biasanya dilakukan di lokasi seperti markas, rumah kediaman, atau ruang tertentu yang ditunjuk atasan.
Selain itu, pihak yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin berupa penempatan khusus (patsus) adalah Ankum, atasan Ankum, dan Provos.
Prosedur penempatan khusus ini diatur dalam peraturan Kapolri.
Di mana Provos Polri bertugas melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran disiplin, kemudian menyelenggarakan sidang disiplin.
Aturan mengenai masa penahanan di patsus tercantum dalam Pasal 1 ayat 26 Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2016, yang menyebutkan bahwa anggota polisi yang melanggar kode etik dapat ditahan di patsus selama 21 hari.
Namun, jika pelanggaran tersebut tergolong berat, sesuai dengan Pasal 5 ayat 2, masa penahanan dipatsus dapat diperpanjang hingga tujuh hari tambahan.
Penulis: Laode Ari
Artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul Polda Sultra: Kapolsek Baito dan Kanit Reskrim Dicopot, Mudahkan Pemeriksaan Etik di Kasus Supriyani