Tebalnya Capai Ratusan Halaman, Dokumen Pleidoi Guru Supriyani Berjudul 'Orang Susah Harus Salah'
Pembelaan guru Supriyani dalam kasus yang menjeratnya dituangkan dalam dokumen pembelaan berjudul 'Orang Susah Harus Salah'.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Pembelaan guru Supriyani dalam kasus yang menjeratnya dituangkan dalam dokumen pembelaan berjudul "Orang Susah Harus Salah".
Poin-poin penting dalam dokumen setebal 188 itu dibacakan oleh Andri Darmawan, kuasa hukum Supriyani dalam sidang pleidoi di Pengadilan Negeri atau PN Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), Kamis, (14/11/2024).
Setelah rampung membacakannya, Andri menyerahkan dokumen tersebut kepada Ketua Majelis Hakim Stevie Rosano.
Dokumen itu dikemas seperti buku bersampul tebal, warnanya dominan putih, dan ada kombinasi garis dan kotak-kotak warna hitam, merah, dan biru.
“Untuk Keadilan,” demikian tulisan pada bagian atas sebelah kanan dokumen.
Sementara itu, terdapat tulisan Nota Pembelaan (Pledoi) "Orang Susah Harus Salah".
Di bawahnya tertulis atas nama terdakwa Supriyani, S.Pd. dengan nomor perkara 104/Pid.Sus/2024/PN.Adl.
Adapun pada pojok kanan bawah berkas tersebut terdapat tulisan Lembaga Bantuan Hukum Himpunan Advokat Muda Indonesia (LBH HAMI).
LBH HAMI membantu Supriyani dalam menjalani proses hukum kasus yang membelitnya.
Dokumen itu juga diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ujang Sutisna.
Selepas sidang, Andri mengatakan di dalam dokumen setebal ratusan halaman itu terdapat pembelaan Supriyani yang dituding menganiayan muridnya yang merupakan anak seorang polisi.
Baca juga: Anggap Tuntutan Bebas Jaksa Janggal, Kuasa Hukum Tegaskan Supriyani Tak Terbukti Pukul Muridnya
Tudingan itu membuatnya menjadi tersangka dan sempat ditahan. Saat ini dia berstatus terdakwa.
Andri menyebut pembelaan tersebut juga untuk menjawab tuntutan lepas oleh jaksa dalam sidang penuntutan sebelumnya.
Menurut Andri, meski Supriyani dilepaskan dari segala tuntutan hukum, jaksa dalam tuntutannya masih menganggap sang guru telah memukul muridnya.
“Kemarin kan kita bisa dengar JPU bukan menuntut bebas yah, tapi menuntut lepas,” kata Andri.
“Dalam artian katanya ada perbuatan, tapi tidak ada mens rea (niat jahat).”
“Jadi di pledoi tadi kita sudah bahas, bahwa itu aneh. Bagaimana ada perbuatan tetapi tidak ada mens rea,” katanya.
“Karena perbuatan yang disangkakan terhadp Bu Supriyani katanya kesengajaan melakukan kekerasan."
Andri mengklaim alasan dan pertimbangan jaksa malah kontradiktif dengan kesimpulan tuntutan.
“Artinya, pada satu sisi dia sudah membuktikan bahwa Supriyani ini sengaja. Kalau sengaja di situ kan berarti ada niat, ada kehendak, ada pengetahuan,” ujarnya.
“Bahwa perbuatannya ini akan menimbulkan misalnya kekerasan atau luka lecet. Tapi pada kesimpulan akhir, dia mengatakan itu tidak ada niat. Jadi ini saling kontradiktif argumennya, yah ambigu."
Andri pun menjelaskan jaksa berada dalam posisi dilematis untuk menuntut guru Supriyani.
Baca juga: Sidang Pleidoi Guru Supriyani, Pengacara Simpulkan Tak Ada Pemukulan & Singgung Keanehan Tuntutan
“Kenapa? Pertama, dia ingin tetap mempertahankan dakwaaannya bahwa ibu Supriyani bersalah, tapi di sisi lain JPU ingin mempertahankan simpatik publik."
“Mengesankan bahwa dia juga berpihak pada keadilan, memberikan rasa keadilan kepada guru Supriyani. Jadi kenapa sikap jaksa ambigu seperti itu."
Andri simpulkan Supriyani tak pernah pukul murid
Andri juga menyimpulkan Supriyani tidak pernah memukul muridnya. Dia mengatakan pihaknya telah menganalisis semua alat bukti.
“Tadi di pledoi kami menggambarkan semua fakta-fakta. Kita analisis semua alat-alat bukti. Apakah semua alat bukti saling berkesesuaian, apakah dia memiliki kekuatan pembuktian,” ujar Andri.
“Sehingga kami pada akhirnya tiba pada kesimpulan akhir bahwa Bu Supriyani tidak terbukti melakukan seperti yang dituduhkan yaitu melakukan kekerasan terhadap seorang anak."
Andri turut mengungkapkan hal-hal penting dalam sidang pembelaan itu.
“Keterangan saksi yang disumpah. Guru-guru semua jelas menyampaikan tidak ada kejadian itu,” katanya.
“Kalau keterangan orang tua itu bersifat testimoni, tidak melihat langsung kejadiannya."
Kata dia, kesimpulan itu didasarkan pada keterangan saksi ahli yang hadir dalam sidang,
Ahli psikologi forensik Reza Indragiri menyebut keterangan anak tidak bisa diandalkan dalam kasus tersebut lantaran kualitasnya diragukan.
Saksi ahli lain, yakni ahli forensik Raja Al Fath Widya Iswara, berujar luka korban bukan karena pukulan sapu.
Luka itu diduga disebabkan oleh hal lain, yakni gesekan dengan benda berpermukaan kasar.
“Kemudian keterangan saksi anak kita sesuaikan lagi. Apakah dia berkesesuaian dengan kesaksian saksi yang lain,” kata Andri.
Andri menyinggung keterangan saksi anak yang mengatakan dugaan peristiwa penganiayaan itu terjadi pukul 08.30 Wita.
“Sementara saksi gurunya, Ibu Lilis, mengatakan bahwa tidak ada kejadian itu,” ujarnya.
“Kemudian ada saksi anak yang menyebutkan jam 10. Sementara ibu guru, guru-gurunya menyatakan bahwa kalau jam 10 anak kelas 1 sudah pulang semua."
(Tribunnews/Febri/Tribun Sultra/Samsul)
Artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul Orang Susah Harus Salah’ Pembelaan Guru Supriyani 188 Halaman, Jawab Tuduhan, Tuntutan Lepas Jaksa