Penjelasan BMKG Setelah Disebut Gagal Beri Peringatan Dini Tsunami Pasca Gempa di Sulteng
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG membantah tuduhan, BMKG gagal memberikan peringatan dini tsunami setelah gempa.
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono membantah berita, BMKG gagal memberikan peringatan dini tsunami setelah gempa di Sulawesi.
BMKG, kata Daryono, telah mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang sudah ditetapkan.
"Tidak ada human error dan instrument error oleh BMKG dalam memberikan informasi dan peringatan dini tsunami di Palu," ujar Daryono dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Minggu (7/10/2018).
Baca: Kota Palu Mulai Bergeliat Sementara Evakuasi Korban Terus Berlanjut
Diketahui, pasca gempa Donggala berkekuatan 7,4 dan tsunami Palu, Jumat (28/9/2018), beredar berita yang menuduh BMKG gagal memberi peringatan dini tsunami dan menyebabkan korban jiwa berjatuhan.
Untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, BMKG pun memberi kronologis urutan kejadian sejak BMKG mengeluarkan peringatan dini, kemudian terjadi tsunami, hingga peringatan dini tsunami diakhiri.
Kronologi kejadian tsunami
Sejak Donggala dan Palu diguncang gempa berkekuatan 7,4 pukul 18.02 WITA, maka Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) di BMKG secara otomatis memodelkan tsunami.
Baca: Update Gempa dan Tsunami Sulawesi Tengah, BNPB: 1.763 Orang Tewas, 265 Hilang, dan 152 Tertimbun
Ternyata gempa yang terjadi berpotensi tsunami.
Hasil model menunjukkan estimasi waktu tiba tsunami di Palu pukul 18.22 WITA dengan status ancaman Siaga dan estimasi tinggi tsunami 0,5 - 3,0 meter.
Selanjutnya peringatan dini tsunami disebarluaskan oleh BMKG pukul 18.07 WITA kepada institusi terkait.
Misalnya BNPB, BPBD, TNI, POLRI, serta media penyiaran, melalui berbagai moda diseminasi.
Baca: 1.755 Jenazah Korban Gempa dan Tsunami di Sulteng Telah Dimakamkan, 1 di Antaranya WNA Korsel
Yaitu via SMS, e-mail, facsimile, Warning Receiver System (WRS), website BMKG, dan sosial media seperti Twitter, Facebook, dan Instagram.
Setelah dilakukan pengecekan terhadap hasil observasi muka laut di Mamuju, tercatat adanya tsunami setinggi 6 cm pukul 18.27 WITA.
Sementara jarak antara Palu dan Mamuju adalah 237 km.
Baca: 4 Misteri Tsunami Palu Akhirnya Terjawab dari Tinggi Gelombang sampai Alasan Peringatan Dini Dicabut
Hasil temuan di lapangan oleh pegawai BMKG Palu menunjukkan, pukul 18.27 WITA ada genangan air setinggi 30 sentimeter di Pelabuhan Pantoloan, pada jarak 100 sampai 200 meter dari pantai.
Kemudian pukul 18.30 WITA, ditemukan genangan air setinggi 10 sentimeter di kantor Bea Cukai Pantoloan dan ada kapal terdampar menutupi jalan raya.
Ini merupakan fakta, saat itu tsunami sebenarnya sudah surut.
Berdasarkan catatan muka laut di Pantoloan diketahui, gempa terjadi pada pukul 18.02 WITA.
Air laut surut terjadi pukul 18.08 WITA dan tsunami maksimum terjadi pukul 18.10 WITA.
Berdasarkan hasil pemutakhiran mekanisme sumber gempa menunjukkan, gempa yang terjadi memiliki pergeseran mendatar dan hasil observasi tinggi tsunami.
Serta sudah terlewatinya waktu tiba tsunami di Palu dan Mamuju, maka peringatan dini tsunami diakhiri pukul 18.36 WITA.
Apa yang dilakukan oleh BMKG sudah tepat, yakni mengeluarkan peringatan dini pada menit ke-5 setelah gempa.
Jika melihat data pasang surut laut Pantoloan di Teluk Palu menunjukkan tsunami terbesar di teluk sudah lewat saat BMKG mengakhiri peringatan dini tsunami.
Jadi sebenarnya tidak ada masalah dalam operasional peringatan dini oleh BMKG.
Tidak ada yang gagal atau kecolongan dalam memberikan pelayanan peringatan dini tsunami.
"BMKG dapat disebut gagal atau kecolongan bila terjadi tsunami tetapi tidak memberikan peringatan dini sebelumnya," imbuh Daryono.
Meskipun sistem teknolgi dari InaTEWS sudah bekerja dengan baik, tetapi subsistem yang menghubungkan ke masyarakat tampaknya masih banyak masalah.
Dalam kasus tsunami Palu, peringatan dini dari BMKG terbukti telah dikirim melalui berbagai sarana diseminasi, meski ternyata SMS peringatan dini tidak sampai ke masyarakat Palu dan Donggala.
"Menurut laporan, penyedia layanan SMS mengalami gangguan akibat gempa kuat," jelas Daryono.
Selain itu, dengan status ancaman tsunami “Siaga” maka estimasi tinggi tsunami berkisar antara 0,5 - 3,0 meter.
Mestinya sirine di Teluk Palu dibunyikan oleh pemerintah daerah sebagai perintah evakuasi, tetapi sirine tidak berbunyi.
Ternyata peralatan penerima warning WRS milik BMKG di BPBD Palu juga terganggu akibat gempa.
Di kawasan pesisir yang sumber gempanya dekat pantai maka fungsi peringatan dini tsunami kurang bekerja efektif.
"Untuk itu, tidak ada pilihan lain bagi masyarakat kecuali menerapkan evakuasi mandiri dengan menjadikan gempa kuat sebagai peringatan dini tsunami."
"Begitu terjadi gempa kuat segera menjauh dari pantai."
"Sistem peringatan dini tsunami masih bermanfaat untuk informasi potensi tsunami dan mengakhiri peringatan dini," terangnya.
Selama ini memang masih ada masalah mendasar yang belum selesai.
Antara warning yang dikeluarkan BMKG dan respon pemerintah daerah belum "terhubung" dengan baik.
Pemerintah daerah harus memiliki SOP pengambilan keputusan untuk merespon status ancaman tsunami, selain terus memberikan edukasi mitigasi ke masyarakat.
"Jika semua masalah ini terselesaikan maka kiranya akan dapat membantu BMKG dalam menyelamatkan masyarakat supaya tidak jatuh korban lagi saat terjadi tsunami," tegasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BMKG Buka Suara, Jawab Tuduhan Gagal Beri Peringatan Dini Tsunami"