Dianggap Sumber Wabah Corona, Kelelawar Ternyata Punya Banyak Virus dan Bisa Hidup Lama
Kelelawar dianggap sebagai sumber penyebaran virus corona jenis baru dari Wuhan, atau novel coronavirus (2019-nCoV).
Editor: Malvyandie Haryadi
Dalam laporan tahun 2017 di Nature, Dr. Daszak, Kevin J. Olival dan rekan-rekan lainnya dari EcoHealth Alliance, melaporkan bahwa mereka telah membuat database 754 spesies mamalia dan 586 spesies virus, dan menganalisis virus mana yang dilindungi oleh mamalia dan bagaimana mereka memengaruhi tuan rumah mereka.
Mereka membenarkan apa yang dipikirkan oleh para ilmuwan, yakni "Kelelawar adalah tuan rumah bagi proporsi zoonosis yang jauh lebih tinggi daripada semua ordo mamalia lainnya."
Menariknya, kelelawar tak cuma bisa selamat dari virus yang ada di tubuh mereka. Kelelawar juga berumur panjang.
Sebut saja kelelawar besar, spesies paling umum di AS yang dapat hidup hingga 20 tahun di alam liar. Spesies lain seperti kelelawar kecil dari Siberia bisa hidup sampai 41 tahun.
Ini sangat berbeda jika dibanding mamalia kecil lain, tikus misalnya, yang hanya bisa hidup sampai dua tahun.
Masih banyak yang harus dipelajari tentang kelelawar. Bagaimana fisiologi dan virus mereka yang bisa memengaruhi manusia.
Namun, kelelawar tak salah sepenuhnya. Gaya hidup dan apa yang kita konsumsi juga sangat berperan.
Oleh sebab itu, Daszak mengingatkan untuk berhenti menjual atau membeli hewan liar seperti kelelawar. Ini demi mengurangi penyebaran virus baru di masa depan.
Berita ini tayang di Kompas.com dengan judul: Memiliki Banyak Virus, Bagaimana Kelelawar Bisa Hidup Sangat Lama?
Penularan Virus Corona lewat Feses
Ilmuwan Cina telah menemukan jejak virus corona di dalam tinja atau feses sejumlah pasien yang terinfeksi.
Kemungkinan dari temuan itu, bisa mengindikasikan cara penularan penyakit coronavirus yang baru.
Padahal sebelumnya otoritas kesehatan mengira cara utama penyebaran virus ini melalui transmisi dan kontak pernapasan.
Termasuk menyentuh wajah orang yang terjangkit virus.