Kapan dan Jam Berapa Asteroid 2016 HP6 akan Mendekati Bumi? Jumat 8 Mei 2020 atau 15 Ramadhan
Asteroid 2016 HP6 akan mendekati Bumi pada Jumat (8/5/2020) pukul 04.48 WIB. Apakah asteroid ini bisa dilihat dari Indonesia?
Penulis: Sri Juliati
Editor: Suut Amdani
TRIBUNNEWS.COM - Asteroid 2016 HP6 akan mendekati Bumi pada Jumat (8/5/2020) pukul 04.48 WIB.
Peristiwa ini tepat terjadi pada 15 Ramadhan 2020.
Lantas, apakah momen Asteroid 2016 HP6 mendekati Bumi pada Subuh besok, bisa dilihat dari langit Indonesia?
Jawabannya, Asteroid 2016 HP6 tidak dapat dilihat mata telanjang.
Bahkan alat seperti binokular atau teropong sederhana tidak mampu mengamati bagaimana pergerakan Asteroid 2016 HP6 saat mendekati Bumi.
Sebab, Asteroid 2016 HP6 memiliki magnitudo absolut +25,3 jika diamati pada jarak 1 SA (Satuan Astronomi) dari Matahari dan pengamat.
Baca: LAPAN: Asteroid Tak Akan Menabrak Bumi pada 8 Mei 2020, Berkecepatan 5,72 Km per Detik Dekati Bumi
Baca: 5 FAKTA Asteroid yang Dekati Bumi 8 Mei: Berkecepatan 5,72 Km per Detik, Tak Akan Tabrak Bumi
Diketahui, pada Jumat dini hari besok, Asteroid 2016 HP6 akan berada pada jarak 1,66 juta kilometer dari Bumi atau 4,3 kali jarak Bumi ke Bulan.
Walau dikategorikan 'dekat,' tapi sebetulnya ini bukanlah posisi terdekat Asteroid 2016 HP6 dalam periode Januari 2013 hingga Desember 2100.
Posisi melintas terdekat Asteroid 2016 HP6 ke Bumi terjadi pada 13 Mei 2018 silam pada jarak 831.672 kilometer.
Peneliti dari Pusat Sains Antariksa LAPAN, Andi Pangerang, menjelaskan Asteroid 2016 HP6 memiliki kecepatan relatif 5,72 kilometer per detik ketika mendekati Bumi.
"Asteroid 2016 HP6 dikategorikan sebagai asteroid Apollo," tulisnya, dikutip Tribunnews.com dari postingan di Instagram LAPAN.
Asteroid Apollo adalah asteroid yang memiliki sumbu setengah panjang lebih besar dibandingkan dengan orbit Bumi (> 1 Satuan Astronomi, SA).
Namun, jarak perihelionnya lebih kecil dibandingkan aphelion Bumi (< 1,017 SA).
Diketahui, perihelion adalah titik orbit benda angkasa baik planet maupun komet, yang paling dekat dari Matahari.
Sementara aphelion merupakan titik terjauh orbit suatu benda angkasa dari Matahari.
Menurut Andi Pangerang, beberapa asteroid Apollo bisa menjadi ancaman bagi penduduk Bumi apabila berada pada jarak yang sangat dekat dengan Bumi.
Sebut saja Meteor Chelyabinsk yang memasuki atmosfer Bumi dan meledak di langit kota Chelyabinsk, Rusia pada 15 Februari 2013 silam dengan ukuran 17 meter.
Lebih lanjut, Andi Pangerang menjelaskan, Asteroid 2016 HP6 memiliki sumbu setengah panjang sebesar 1,579 SA atau 236 juta kilometer dengan kelonjongan orbit sebesar 0,357.
Jarak terdekat asteroid ini dengan Matahari sebesar 1,014 SA dengan kemiringan orbit 3,92° terhadap ekliptika.
Jarak ini sedikit lebih miring dibandingkan orbit Venus (inklinasi 3,39°).
Periode orbit Asteroid 2016 HP6 selama 724,5 hari atau 1,98 tahun atau sedikit lebih lama dibandingkan periode orbit Mars yakni 687 hari atau 1,88 tahun.
Asteroid 2016 HP6, lanjut Andi Pangerang, diperkirakan berukuran antara 23 hingga 52 meter dengan magnitudo absolut +25,3 jika diamati pada jarak 1 SA dari Matahari dan pengamat.
Asteroid ini memiliki jarak perpotongan orbit minimum sebesar 0,0053817 SA atau 805 ribu kilometer terhadap orbit Bumi.
Jarak ini jauh lebih kecil dari 0,05 SA atau 7,5 juta kilometer, tapi magnitudo absolutnya lebih besar daripada +22.
Dengan 'kriteria' ini, Andi Pangerang menegaskan, Asteroid 2016 HP6 tidak dapat dikategorikan sebagai obyek berpotensi bahaya bagi Bumi.
Terkait Asteroid 2016 HP6 yang tidak berbahaya bagi Bumi, juga diaminkan Observatorium Bosscha milik Institut Teknologi Bandung (ITB).
Lewat akun Instagram-nya, Observatorium Bosscha juga membantah kabar Asteroid 2016 HP6 akan 'menabrak' Bumi.
Menurut pihak Observatorium Bosscha, kabar tersebut tidak benar alias hoaks.
Meskipun jarak potong orbitnya dengan Bumi kurang dari 7.5 juta km, tapi Asteroid 2016 HP6 tidak tergolong Potentially Hazardous Asteroids atau asteroid yang berpotensi membahayakan karena magnitudonya yang tinggi (25.3).
Lebih lanjut Observatorium Bosscha menerangkan, ada sejumlah cara untuk dapat mengetahui apakah sebuah Near Earth Object (NEO) memiliki potensi bahaya yang nyata bagi Bumi.
NEO tersebut harus selalu dimonitor dan dipantau posisi serta jalur orbitnya karena trayektori obyek dapat terus berubah.
Inilah yang menjadi obyektif beberapa proyek survey pengamatan astronomi di dunia, yaitu menemukan dan memonitor obyek-obyek yang dapat memberikan potensi bahaya ke Bumi
Sebenarnya, jatuhnya asteroid adalah proses alami yang terjadi terus-menerus.
Setiap harinya, material 80 hingga 100 ton asteroid jatuh ke Bumi dari luar angkasa dalam bentuk debu dan meteorit kecil (pecahan asteroid yang hancur di atmosfer Bumi).
Setidaknya dalam 20 tahun terakhir, sensor radar pemerintah AS telah mendeteksi hampir 600 asteroid berukuran sangat kecil (beberapa meter saja) yang memasuki atmosfer Bumi sehingga menciptakan bolide atau fireball/bola api.
Bolide adalah meteor yang sangat terang, terutama yang meledak di atmosfer.
Para ahli memperkirakan, benda jatuh alami yang besarnya sama dengan pecahan meteorit di Chelyabinsk terjadi sekali atau dua kali dalam 100 tahun.
Benda jatuh alami yang lebih besar diperkirakan sangat jarang terjadi (dalam skala ratusan hingga ribuan tahun).
Namun mengingat ketidaklengkapan katalog Objek Dekat Bumi saat ini, benda jatuh alami seperti meteorit Chelyabinsk dapat terjadi kapan saja.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)