Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Indonesia Diprediksi Masih Akan Dilanda Banjir Rob, Ini Penjelasannya

Faktor pemicu banjir rob semakin sering dan tinggi Ada beberapa faktor risiko banjir rob yang harus diwaspadai sejak saat ini.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Indonesia Diprediksi Masih Akan Dilanda Banjir Rob, Ini Penjelasannya
Dok BPBD Kota Pekalongan
BPBD Kota Pekalongan bersama TNI-Polri, perangkat kelurahan serta kecamatan mengevakuasi warga yang terdampak banjir rob. 

TRIBUNNEWS.COM -- Daerah-daerah di pesisir Indonesia sering dilanda bencana hidrometeorologi berupa banjir rob (coastal flooding).

Terakhir, sejumlah kota di utara pulau Jawa pada akhir Mei hingga awal Juni 2022 dilanda banjir tersebut.

Ternyata bencana ini diprediksi bakal tetap melanda pada masa-masa mendatang.

Peneliti Utama Astronomi-Astrofisika, Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin mengatakan, banjir rob sebenarnya bukan hanya menjadi masalah Indonesia, melainkan sudah menjadi permasalahan global yang juga terjadi di banyak negara lain di dunia saat ini.

Thomas menjelaskan, banjir rob selama ini memang rentan terjadi pada daerah-daerah pesisir yang landai, yang didukung oleh kondisi pasang air laut yang cukup signifikan tingginya dapat mengenangi kawasan pesisir tersebut.

Baca juga: BMKG Keluarkan Peringatan Banjir Rob di Pesisir Pantura Jawa Barat

“Sesungguhnya juga disebut banjir rob, kalau banjir dari daratan tidak terbuang ke laut, karena laut sedang pasang,” kata Thomas dalam diskusi bertajuk “Banjir Rob di Musim Kemarau”, Kamis (2/6/2022).

Banjir rob (coastal flooding) juga merupakan pola fluktuasi muka air laut yang dipengaruhi oleh gaya tarik benda-benda angkasa, terutama oleh bulan dan matahari terhadap massa air laut di bumi.

BERITA TERKAIT

Banjir rob juga dikenal dengan banjir pesisir, karena sering terjadi di wilayah yang tidak jauh dari pesisir pantai.

Ia pun menyebutkan, penyebab utama banjir rob adalah pasang maksimum air laut yang terjadi karena faktor astronomis diferensial gravitasi bulan dan matahari, juga disebabkan oleh gelombang tinggi air laut oleh pengaruh angin, dan bisa juga disebabkan pula oleh gabungan antara faktor astronomis dan gelombang tinggi.

Nah, di masa-masa yang akan datang, kata Thomas, prevalensi dan frekuensi banjir rob di Indonesia ini terutama di daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa memang relatif lebih tinggi, dan puncak dari banjir rob ini berpotensi terjadi pada tahun 2034 nanti.

Baca juga: Hendi Gelar Pertemuan Dengan Belanda Terkait Banjir Rob

Ia menyebutkan, ada setidaknya 3 faktor yang menjadi pemicu utama meningkatkan berbagai penyebab banjir rob ini semakin sering terjadi, bahkan ketinggian genangan banjirnya bisa meningkat daripada kejadian-kejadian sebelumnya.

Faktor pemicu banjir rob semakin sering dan tinggi Ada beberapa faktor risiko banjir rob yang harus diwaspadai sejak saat ini.

Di antaranya sebagai berikut:

1. Pemanasan global

Faktor pemicu terjadinya banjir rob semakin sering dan semakin tinggi yang pertama adalah kenaikan tinggi permukaan air laut karena efek pemanasan global.

Melihat kondisi yang ada saat ini, para ahli meyakini jika tidak segera direm untuk menekan jejak emisi karbon dari berbagai aspek kehidupan, maka pemanasan global juga akan meningkatkan dampak banjir rob saat siklus nodal bulan 18,6 tahunan terjadi.

Hal ini dikarenakan, kenaikan tinggi permukaan air laut juga bisa disebabkan oleh efek pemanasan global.

“Ini memang menjadi isu global ya, bahwa dengan pemanasan global maka es di kutub dan juga di gunung-gunung es akan mencair dan juga karena memuainya air laut menyebabkan permukaan air laut secara rata-rata global akan naik,” ujarnya.

Lalu pulau-pulau kecil kemudian pantai-pantai yang landai ini, berpotensi untuk tergenang.

Para ahli juga mengaitkan efek pemanasan global dengan berbagai bencana alam yang semakin meningkat kasus kejadiannya, seperti kondisi iklim dan cuaca alam yang semakin ekstrem, suhu muka laut yang semakin hangat dan mengkhawatirkan bagi biodiversitas yang ada di dalamnya, hingga suhu udara yang semakin panas dan lain sebagainya.

2. Siklus nodal

Bulan Faktor pemicu yang kedua disebutkan Thomas adalah kenaikan pasang maksimum karena siklus nodal bulan 18,6 tahunan.

Seperti yang disebutkan di atas, bahwa pasang maksimum air laut biasa saja sudah bisa menyebabkan terjadinya banjir.

Lalu bagaimana kalau pasang maksimum air laut ini meningkat atau naik? Tentunya, akan mengkhawatirkan, karena peluang banjir rob tinggi juga bisa terjadi.

Nah, kenaikan pasang maksimum air laut ini juga dipicu oleh siklus nodal bulan 18,6 tahunan.

Siklus nodal Bulan yang dapat memicu terjadinya banjir rob itu merupakan dampak miringnya posisi bulan 5 derajat dari ekliptika, sehingga mengakibatkan air laut pasang maksimum.

Dijelaskan Thomas, saat siklus nodal bualn 18,6 tahunan itu terjadi, maka posisi bulan atau orbit bulan yang miring sekitar 5 derajat akan menyebabkan bulan berada di posisi dekat dengan ekuator.

“Secara global ketika posisi bulan dengan ekuator itu ada di masa-masa siklus nodal 18,6 tahun, maka berpotensi untuk meningkatkan ketinggian pasang maksimum,” ujarnya.

Menurut kajian dari NASA, potensi meningkatnya pasang maksimum air laut ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di pantai-pantai di Amerika.

“Ini (siklus nodal) akan meningkatkan banjir pasang. Ini perlu diwaspadai pantai di Indonesia, khususnya pantai utara yang pantainya landai,” ujarnya.

Lebih mengkhawatirkan lagi, jika kondisi siklus nodal bulan ini terjadi dengan kombinasi adanya efek atau dampak dari pemanasan global yang belum bisa diketahui bagaimana kondisinya di tahun 2034 mendatang.

3. Penurunan permukaan tanah

Faktor pemicu terjadinya banjir rob semakin sering dan semakin tinggi berikutnya adalah penurunan permukaan tanah wilayah pantai (land subsidence).

Berdasarkan teknologi penginderaan jauh atau data satelit Synthetic Aperture Radar (SAR) yang dimiliki oleh LAPAN BRIN, telah mengamati perubahan lingkungan termasuk land subsidence.

Informasi pemantauan land subsidence atau penurunan tanah di enam wilayah di Indonesia cukup mengejutkan.

DKI Jakarta, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Pekalongan, Kota Semarang, dan Kota Surabaya menunjukkan variasi penurunan rata-rata permukaan tanah yang berbeda-beda.

Berdasarkan perhitungan laju rata-rata land subsidence atau penurunan permukaan tanah selama periode 2015-2022 dapat diperoleh hasil pengukuran di beberapa wilayah sebagai berikut.

- DKI Jakarta berkisar antara 0,1 - 8 cm per tahun

- Kota Bandung berkisar antara 0,1 hingga 4,3 cm per tahun

- Kota Cirebon berkisar antara 0,28 - 4 cm per tahun

- Kota Pekalongan berkisar antara 2,1 - 11 cm per tahun

- Kota Semarang berkisar antara 0,9 - 6 cm per tahun

- Kota Surabaya berkisar antara 0,3 - 4,3 cm per tahun

Saat faktor pemicu terjadinya pasang air laut meningkat, sementara tanah pesisir yang landai atau semakin menurun, ini bisa meningkatkan risiko banjir rob menggenangi wilayah tersebut lebih tinggi. (Ellyvon Pranita/Bestari Kumala)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "3 Faktor Pemicu Banjir Rob Semakin Tinggi dan Semakin Sering Terjadi di Indonesia"

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas