TPNPB Organisasi Papua Merdeka: Perang Tak Akan Berhenti jika Papua Barat Belum Pisah dari Indonesia
TPNPB Organisasi Papua Merdeka (OPM) kirimkan surat terbuka untuk Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo melalui video pada Senin (10/12/2018).
Penulis: Bunga Pradipta Pertiwi
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Sepekan berlalu usai peristiwa penembakan yang menewaskan 19 orang pekerja BUMN PT Istaka Karya Tentara Pembebasan Nasional Papus Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) kirimkan surat terbuka untuk Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.
Melalui akun YouTube Sekertariat Pusat TPNOPM surat terbuka tersebut diunggah bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) pada 10 Desember 2018 lalu.
Dalam video berdurasi 7 menit 59 detik itu, juru bicara TPNBP-OPM, Sebby Sambon didampingi oleh Staff umum TPNPB, yang tidak diketahui namanya.
Mereka membacakan surat terbuka yang ditujukan pada Presiden Jokowi dengan berlatar depan bendera Papua Barat atau bendera Bintang Kejora.
Baca: KKB Papua Mengaku Wilayah Mereka Dihujani Bom, Pihak TNI Langsung Buka Suara
"Surat terbuka,
Yang terhormat, tuan Presiden Republik Indonesia, kami pimpinan Komando Nasional Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, Organisai Papua Merdeka, menyampaikan dengan hati nurani kami yang tulus, kepada anda, bahwa, pembangunan Infrastruktur di Papua Barat adalah bukan yang diinginkan rakyat bangsa Papua.
Rakyat Papua inginkan hak politik penentuan nasibnya sendiri.
Ingin pisah dari Indonesia, untuk merdeka penuh dan berdaulat dari penjajahan dari Indonesia," ujar Sebby Sambom mengawali pembacaan surat terbuka.
Sebby Sambom lalu menyebutkan dasar hukum argumen tuntutan, tawaran, dan penolakan TPNPB.
Juru bicara TPNPB itu lalu menyampaikan penolakan dan sikap organisasinya pada pemerintah Indonesia.
"Penolakan TPNPB,
1. TPNPB menolak permintaan Indonesia untuk menyerah kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
2. TPNPB menolak upaya Indonesia untuk berdamai dengan dialog Jakarta-Papua
Sikap TPNPB
1. TPNPB tidak akan menyerah dengan alasan apapun sebelum kemerdekaan bangsa Papua terwujud dari penjajahan Indonesia.
2. Perang tidak akan berhenti sampai pada sebelum tuntutan dan permintaan TPNPB dilaksanakan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Demikian isi tuntutan dan tawaran dan penolakan tentara TPNPB OPM.
Untuk itu, TPNPB menolak tawaran dalam bentuk apapun, selain yang dicantumkan dalam surat ini.
Apabila pemerintah Indonesia tidak meyetujuinnya, maka TPNPB tidak akan berhenti perang," ujar Sebby Sambom.
Diberitakan sebelumnya, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dikabarkan membunuh sejumlah pekerja BUMN PT Istaka Karya yang membangun jalan di Kali Yigi-Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua pada Minggu (2/12/2018).
Tim gabungan TNI dan Polri pun diterjunkan ke Papua untuk mengevakuasi korban dan memburu kelompok bersenjata (KKB) yang menyerang pekerja BUMN PT Istaka Karya yang mengerjakan proyek jalan Trans Papua di Kabupaten Nduga, Papua.
Para pelaku pembunuhan terhadap 19 pekerja proyek jembatan di Nduga, Papua, bersembunyi di hutan-hutan, dan masih terus dikejar dan dilacak, kata juru bicara Kodam Cendrawasih, Kolonel Muhammad Aidi.
Baca: Terkait Penyerangan di Papua, PPAD Menilai GSB-OPM Sepatutnya Tidak Lagi Disebut KKB
Sementara dikutip dari Kompas.com, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai sudah tak ada lagi peluang berdialog dengan kelompok separatis untuk menyelesaikan konflik di Papua.
Kalla mengatakan Pemerintah Indonesia sudah memberikan semuanya kepada Papua kecuali kemerdekaan.
"Opsi dialog itu juga pertanyaannya apanya lagi yang bisa didialogkan?"
"Semua sudah dikasih ke daerah (Papua) kecuali kemerdekaan," kata Kalla saat ditemui di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (11/12/2018).
Ia menyebutkan, di bidang ekonomi pemerintah sudah memberikan dana otonomi khusus yang besar kepada Papua.
Karena itu Kalla merasa heran dengan pihak yang menyatakan Pemerintah Indonesia merampok kekayaan Papua melalui PT Freeport Indonesia.
Kalla menyatakan hasil yang diberikan Freeport tak sebanding dengan dana transfer yang diberikan pemerintah pusat kepada Papua.
"Freeport itu pada tahun lalu hanya membayar pajak royalti sedikit di atas Rp 10 triliun,"
"Dan dulu pernah Rp 18 triliun. Kita (pemerintah pusat) transfer ke Papua itu hampir Rp 100 triliun,"
"Jadi pikiran kita ini mengambil kekayaan Papua sama sekali tidak," ujar Kalla.
Sementara itu, di sektor politik pemerintah telah memberikan keistimewaan bagi Papua.
Kalla mengatakan di Papua hanya penduduk asli yang bisa menjadi bupati dan gubernur.
Hal itu tak terjadi di Aceh yang sama-sama dilanda masalah separatisme.
Bahkan, kata Kalla, saat ini pemerintah yang sedang membangun jalan Trans Papua demi kemajuan masyarakat di sana justru dipandang negatif oleh kelompok separatis.
Mereka, kata Kalla, menilai dengan dibangunnya jalan Trans Papua justru semakin mendatangkan orang dari luar untuk menguasai Papua.
"Jadi politik sudah dikasih, ekonomi sudah dikuasai,"
"Apanya lagi yang bisa didialogkan coba?"
"Semua sudah maksimum," ujar Kalla.
"Maka tinggal juga pemahaman yang dilakukan oleh masing-masing pihak pimpinan-pimpinan untuk memahami supaya bersih birokrasi di sana, supaya apa yang telah diberikan dinikmati semua pihak," lanjut Kalla.
Simak videonya dibawah ini :
(Tribunnews.com / Bunga)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.