Tanggapan Beberapa Pihak terkait Polemik Muslim Uighur, Ma'ruf Amin Berharap Tak Seperti di Rohingya
Polemik muslim Uighur mendapat banyak tanggapan dari beberapa pihak, termasuk Ma'ruf Amin yang berharap kejadian ini tak seperti di Rohingya.
Penulis: Fitriana Andriyani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Polemik muslim Uighur di Tiongkok mendapat banyak tanggapan dari beberapa pihak, termasuk Ma'ruf Amin yang berharap kejadian ini tak seperti yang terjadi di Rohingnya.
Tanggapan soal polemik yang terjadi pada muslim Uighur di Tiongkok tidak hanya diberikan oleh Ma'ruf Amin.
Sebelumnya, beberapa pihak telah memberikan tanggapan mengenai polemik yang terjadi pada muslim Uighur di Tionkgkok ini.
Muslim Uighur adalah kelompok minoritas yang berada di Provinsi Xianjiang, Tiongkok.
Pemerintah Tiongkok dianggap menindas suku Uighur yang beragama Islam.
Atas penindasan itu, pemerintah Tiongkok juga dihujani berbagai kritik dari masyarakat dunia.
Berdasarkan informasi yang dikutip dari BBC, penindasan yang dilakukan terhadap muslim Uighur berupa penahanan di kamp-kamp khusus dan diawasi secara ketat.
Berikut adalah tanggapan beberapa pihak soal polemik yang terjadi pada muslim Uighur di Tiongkok, dirangkum dari berbagai sumber.
Baca: Prihatin Kondisi Muslim Uighur, Maruf Amin: Jangan Sampai Kejadian Seperti Rohingya
1. Ma'ruf Amin
Calon wakil presiden nomor urut 01, Ma'ruf Amin meminta pemerintah Tiongkok tetap memperlakukan muslim Uighur dengan baik.
"Kita harap supaya pemerintah Republik Rakyat Tiongkok memperlakukan kelompok Uighur yang kebetulan beragama Islam, supaya diperlakukan dengan baik sebagai warga negara Tiongkok,' kata Ma'ruf dalam siaran pers, melansir Kompas.com Sabtu (22/12/2018).
Ma'ruf amin berharap agar pemerintah Tiongkok tidak bertindak berlebihan terhadap muslim Uighur.
"Kita minta Pemerintah bagaimana memfasilitasi supaya konflik dan perlakuan terhadap kaum muslim, bisa dilakukan dengan cara lebih baik dan manusiawi sesuai aturan negara RRT," kata dia.
Ma'ruf Amin mengatakan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa boleh saja terlibat dalam penanganan polemik muslim di Uighur ini.
Ma'ruf Amin juga berharap agar polemik yg terjadi pada muslim Uighur ini tidak sampai seperti etnis Rohingya di Myanmar.
"Kita harap Muslim Uighur tak alami seperti di Rohingya. PBB bisa mengambil peran mengawalnya," kata Ma'ruf Amin.
Baca: 7 Fakta Polemik Muslim Uighur di China, Tuai Tanggapan Sejumlah Pihak hingga Jusuf Kalla dan MUI
2. Kedubes Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
Kedutaan Besar (Kedubes) Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk Indonesia juga buka suara soal polemik muslim Uighur ini.
Kedubes RRT memberi penjelasan lengkap mengenai program pelatihan dan pendidikan vokasi yang dilaksanakan di Xianjiang.
Hal ini mendapat perhatian luas dari masyarakat Indonesia terkait nasib muslim Uighur di Xianjang.
Juru bicara Dubes RRT, Xu Hangtian menegaskan, Tiongkok merupakan negara multisuku dan multiagama.
Hak-hak kebebasan beragama dan kepercayaan warga negara Tiongkok dijamin Undang-undang Dasar. Termasuk bagi Muslim suku Uighur di Xinjiang.
"Pemerintah Tiongkok, memberikan perlindungan kepada setiap warga negaranya, termasuk Muslim suku Uighur di Xinjiang untuk menjalankan kebebasan beragama dan kepercayaan," tegas Xu Hangtian dalam pernyatannya yang diterima redaksi Tribun Jakarta, Kamis (20/12/2018).
Termasuk suku Uighur, menurut Xu Hangtian, ada 10 suku di Xinjiang yang mayoritasnya menganut agama Islam, dengan jumlah penduduk sekitar 14 juta.
Selain itu ada 24,4 ribu masjid di wilayah Xinjiang, atau sekitar 70 persen dari jumlah total masjid di seluruh Tiongkok. Jumlah masjid per kapita berada di jajaran terdepan di dunia.
Begitu juga jumlah ulama ada 29 ribu orang, sekitar 51 persen dari jumlah total di seluruh negara.
Pun di Xinjiang, ada 103 ormas agama Islam, mengambil porsi 92 persen dari seluruh ormas agama di Xinjiang.
"Didirikan pula beberapa pesantren dan madrasah," jelas Xu Hangtian.
Baca: 4 Fakta Terbaru Uighur: Spanduk Bendera China Dibakar hingga Alasan Pemerintah Bersikap Hati-hati
4. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Amirsyah Tambunan mengatakan MUI baru akan mengambil sikap secara resmi terkait etnis Uighur di Tiongkok pada, Jumat (21/12/2018) hari ini.
Namun secara pribadi, ia mengatakan penindasan yang terjadi pada masyarakat etnis Uighur di Tiongkok melukai perasaannya sebagai anak bangsa.
Hal itu diungkapkan Amirsyah pada diskusi di Gondangdia Menteng Jakarta Pusat pada Kamis (20/12/2018), mengutip Tribun Jakarta.
"Ini melukai perasaan kita sebagai bagian anak bangsa. Luka perasaan ini tidak mudah diobati. Karena hubungan bilateral kedua negara bisa bermasalah, baik menyangkut masalah politik, ekonomi, sosial, tatkala Pemerintah Tiongkok diam tanpa melakukan upaya konkret terhadap tindakan diskriminatif dan kesewenang-wenangan," kata Amirsyah.
Ia pun menilai, PBB harus mengambil sikap tegas terkait hal tersebut.
Baca: Bagaimana propaganda pemerintah Cina untuk kaum Uighur di Xinjiang
5. Wakil Presiden RI Jusuf Kalla
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan Indonesia masih menunggu informasi terkait kondisi aktual warga Uighur Xinjiang.
Ia mengatakan, pada 17 Desember lalu, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi telah memanggil Dubes Tiongkok di Indonesia untuk menyampaikan keprihatinan.
Selain itu, juga telah memerintahkan Duta Besar RI di Beijing untuk melihat keadaan sebenarnya di Xinjiang, RRT.
"Semuanya menunggu laporan dari Kedubes kita dan juga follow up dari pertemuan, pemanggilan Dubes Tiongkok ke Menlu pada tanggal 17 lalu," ujar JK, di Kantor Wapres RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (20/12/2018) kemarin.
JK menerangkan, hal itu dilakukan untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi pada warga Uighur, Xinjiang.
"Perlu pemerintah, kami sampaikan bahwa pemerintah sangat prihatin dengan apabila ada pelanggaran HAM, kalau itu terjadi ya. Walaupun pihak Tiongkok selalu membantah tidak demikian, tapi kita prihatin," ujar JK.
"Kalau terjadi diskriminatif dalam agama itu melanggar ketentuan atau ketetapan terhadap HAM internasional yang harus juga ditaati oleh pihak Tiongkok," sambung dia.
Baca: ACT Ajak Masyarakat Indonesia Peduli Nasib Etnis Uighur di Tiongkok
6. Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin
Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin mengatakan, harusnya Pemerintah RRT memberikan penjelasan terbuka terkait kondisi aktual warga Uighur Xinjiang.
Menurutnya, sejumlah informasi beredar tentang kondisi warga Uighur, dimana salah satunya disebutkan telah terjadi separatisme di sana, sehingga menggerakan simpatik masyarakat dunia.
"Dalam dunia global dengan kecepatan arus informasi seperti saat ini, kondisi masyarakat Uighur penting untuk diketahui masyarakat dunia. Maka, akan jauh lebih baik bila pihak otoritas Pemerintah RRT langsung yang menjelaskan ke masyarakat dunia, agar tak menimbulkan dugaan-dugaan yang tak berdasar," ujar Menag di Jakarta, Rabu (19/12/2018).
Meski pemerintah RI telah memanggil Dubes RRT di Jakarta guna menyampaikan perhatian dan kepedulian Indonesia mengenai kondisi masyarakat Uighur RRT.
Namun ujar, penjelasan terbuka dari RRT tentu dibutuhkan masyarakat, apalagi jika bersinggungan dengan persoalan agama.
Baca: Lieus Sungkharisma: Pemerintah Harus Tanggap soal Penganiayaan Muslim Uighur
7. Wakil Ketua DPR Fadli Zon
Dugaan pelanggaran HAM yang dialami lebih dari satu juta masyarakat muslim etnis Uighur di Tiongkok, turut menjadi sorotan serius Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.
Fadli yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, mengecam dan mendesak pemerintah Indonesia untuk bersuara membela muslim Uighur di Xinjiang yang sedang mengalami pelanggaran HAM.
Dari pemberitaan media internasional, perlakuan diskrimiantif dan tindakan represif pemerintah Tiongkok terhadap muslim Uighur, ungkap Fadli sebenarnya sudah berlangsung cukup lama.
Akan tetapi, sayangnya belum ada negara-negara muslim, termasuk Indonesia, yang berani mengecam tindakan pemerintah Tiongkok.
“Meski diberikan status otonomi, penduduk muslim di Xinjiang faktanya justru mengalami perlakuan represif. Lebih dari 10 juta muslim di Xinjiang mengalami perlakukan diskriminatif, baik diskriminasi agama, sosial, maupun ekonomi," kata Fadli Sabtu (15/12/2018).
(Tribunnews.com/Fitriana Andriyani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.