Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sutopo Bagikan Kondisi Terkini Pesisir Lampung Selatan yang Terdampak Tsunami, 108 Meninggal Dunia

Berikut kondisi terkini pesisir Lampung Selatan yang terdampak tsunami pada Sabtu (22/12/2018), 108 korban meninggal dunia.

Penulis: Siti Nurjannah Wulandari
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Sutopo Bagikan Kondisi Terkini Pesisir Lampung Selatan yang Terdampak Tsunami, 108 Meninggal Dunia
Tribun Lampung/Noval Andriansyah
Ilustrasi - kondisi terkini pesisir Lampung Selatan yang terdampak tsunami pada Sabtu (22/12/2018), 108 korban meninggal dunia. 

TRIBUNNEWS.COM - Kepala Humas Bandan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho bagikan kondisi terkini wilayah terdampak tsunami di Lampung Selatan.

Sebelumnya tsunami menerjang pantai di daerah Pandeglang, Banten, dan Lampung Selatan pada Sabtu (22/12/2018) malam pukul 21.27 WIB.

Hingga 24 Desember 2018, BNPB mencatat ada 373 korban meninggal dunia, 1.459 korban luka-luka, dan 128 hilang.

Tsunami bukan hanya berdampak di Banten, namun pesisir Kecamatan Rajabasa dan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan juga ikut menjadi sasaran tsunami.

Sutopo menjelaskan jika di wilayah pesisir Kecamatan Rajabasa dan Kalianda Lampung Selatan sendiri ada 108 korban meninggal dunia.

Sementara tujuh orang masih belum berhasil diidentifikasi.

Sutopo lebih lanjut juga membagikan potret kerusakan di Pulau Sebesi Lampung Selatan di Twitter pada Rabu (26/12/2018).

Berita Rekomendasi

Karena tsunami Selat Sunda, di Pulau Sebesi ada 40 unit rumah rusak.

Bahkan Sutopo juga membagikan ada seekor penyu yang terdampar di pantai.

Baca: Kaleidoskop 2018 : 10 Bencana Alam Menelan Korban Jiwa Terbanyak Tahun ini, 2 dari Indonesia

Nampak seekor penyu tengah dibawa petugas SAR mendekati bibir laut dengan menggunakan tandu.

Tim gabungan tersebut pun melakukan evakuasi dan melepaskan kembali ke laut.

"Tim SAR gabungan menemukan penyu terdampar di pantai saat mencari korban tsunami di Selat Sunda. Beberapa penyu terdampar di pantai. Tim gabungan melakukan evakuasi penyu dan melepaskan kembali ke laut. Semoga selamat terus," cuit @Sutopo_PN.

Penjelasan BMKG Terkait Fenomena Tsunami Selat Sunda

Dilansir Grid.id BMKG memberikan gambaran mengenai penyebab tsunami Selat Sunda tak terdeteksi sehingga menyebabkan kerugian besar.

Dilansir dari Twitter @infoBMKG, berikut tulisan lengkapnya:

MENJARING AYAM DENGAN PERANGKAP GAJAH (Pelajaran dari peristiwa tsunami Selat Sunda)

Gempabumi tektonik, gunungapi atau longsor adalah bencana geologi yang memiliki karakter berbeda.

Tetapi ketiganya dapat menyebabkan tsunami yang merusak.

Gempabumi dapat menyebabkan tsunami jika kekuatannya cukup besar umumnya magnitudo 7 ke atas atau jika ukuran patahannya sebesar kira-kira 50x10 km persegi dengan pergeseran sekitar 1 meter atau lebih.

Dengan dimensi pergerakan sebesar itu, sinyal gempa ini sangat mudah ditangkap dengan alat seismograf meskipun pada jarak yang cukup jauh.

Selanjutnya kita sebut gempabumi tektonik ini sebagai 'gajah'.

Saat ini, BMKG sudah memiliki perangkap gajah yang ukuran jaringnya kira-kira 100x100 km persegi.

Tsunami Selat Sunda disebabkan oleh erupsi gunungapi yang diikuti longsor.

Ukuran erupsi gunungapi ini jika dikonversi menjadi kekuatan gempa adalah gempa magnitudo 3.

Begitupun longsor yang terjadi jika dikuantifikasi dalam skala gempa hanya sekitar magnitudo 2.

Ukuran ini sangat jauh lebih kecil dari gempabumi tektonik magnitudo 7.

Selanjutnya kita sebut gunungapi sebagai 'ayam' dan longsor sebagai 'anak ayam'.

Tentu sangat sulit menangkap ayam dan anak ayam ini dengan menggunakan perangkap gajah yang dimiliki BMKG.

Selain itu, BMKG hanya disuruh menangkap gajah karena dampak kerusakan yang ditimbulkan gajah ini sangat besar jika dia datang.

Untuk menangkap ayam ini diperlukan ukuran jaring yang lebih kecil sekitar 1 hingga 3 km persegi.

Baca: Suara Dentuman Misterius Kembali Terdengar 3 Kali, Kaca Mobil Warga Jakabaring Sampai Bergetar

Dan saat ini yang diberi wewenang untuk menangkap ayam adalah PVMBG.

Pihak PVMBG pun saat ini dalam kondisi yang terbatas untuk menangkap ayam-ayam tersebut.

Tulisan ini tidak untuk saling menyalahkan.

Justru mendorong pemerintah untuk terus mengembangkan jaring ayam di PVMBG atau membangun kolaborasi BMKG-PVMBG untuk mengelola jaring gajah dan ayam sekaligus.

*Kalau untuk monitoring gempa volkanik jaringan kita terlalu renggang (sesuai jaring untuk menangkap gajah), untuk monitoring gunungapi perlu jaringan yang lebih rapat (sesuai jaring untuk menangkap ayam).

Compiled by Priobudi,"

Penjelasan dengan analogi perangkap gajah, ayam dan anak ayam diharapkan dapat diterima lebih mudah oleh masyarakat.

Itulah alasan mengapa tsunami Selat Sunda tidak terdeteksi. (*)

(Tribunnews.com/ Siti Nurjannah Wulandari)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas