Tanggapi Kampanye Hitam Emak-emak, Mahfud MD Singgung Soal SBY yang Dulu Banyak Dihina
Mahfud MD kembali mengungkit soal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dulu banyak dihina. Inilah yang terjadi pada penghina SBY.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Fathul Amanah
Mahfud MD kembali mengungkit soal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dulu banyak dihina. Inilah yang terjadi pada penghina SBY.
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD mengungkit soal Presiden ke-enam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kerap dihina.
Hal ini bermula saat Mahfud MD menanggapi cuitan netter soal kasus tiga emak yang diduga lakukan kampanye hitam pada pasangan calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Menurut Mahfud MD, tiga emak asal Karawang yang kini ditetapkan sebagai tersangka itu tidak melakukan pelanggaran aturan kampanye.
Baca: Komentari Kampanye Hitam Ibu-ibu di Karawang, Mahfud MD Menduga Ada Produsen yang Terstruktur
Pasalnya, mereka bukanlah bukanlah pasangan calon, calon legistlatif, serta bukan tim pemenangan dalam Pemilu alias peserta Pemilu.
Meski demikian, ketiga emak itu ditetapkan sebagai tersangka karena melanggar hukum pidana.
Ancaman hukuman ini jauh lebih berat ketimbang pelanggaran kampanye.
Masalah ini pun, lanjut Mahfud MD, merupakan ranah kepolisian, bukan Bawaslu.
Baca: Mahfud MD Sebut Ada Produsen Terstruktur di Video Viral Kampanye Hitam yang Disampaikan Emak-emak
"3 emak itu memang tdk melakukan pelanggaran kampanye sebab mereka bkn paslon, bkn caleg, dan bkn tim pemenangan dari siapa dlm pemilu."
"Tp mereka TSK melanggar hkm pidana yg ancaman hukumannya lbh berat daripada pelanggaran kampanye."
"Itu memang urusan polisi, bkn urusan Bawaslu," demikian cuitan Mahfud MD.
Cuitan pria asal Sampang, Madura tersebut pun menuai tanggapan beragam dari netter.
Baca: Mahfud MD Sebut 3 Emak yang Kampanye Hitam Jokowi Tak Lakukan Pelanggaran Kampanye
Satu di antaranya yang menanyakan, apakah obrolan antara tiga emak dengan pria di Karawang itu bisa dipidana.
Sebab, obrolan seperti itu, banyak terjadi mulai dari pasar tradisional, warung pinggir jalan, kafe, hingga supermall.
"Obrolan model gitu banyak kok prof, dari mulai di pasar tradisional sampai di supermall, warung pinggir jalan sampai cafe."
"Yang jadi persoalan, apakah obrolan model gitu bisa dipidana Prof ? Kalau bisa...waduuuh...berapa banyak yg akan jadi terpidana ?????" tanya seorang netter.
Cuitan netter itu pun dibalas Mahfud MD, obrolan seperti itu bisa dipidanakan secara hukum.
Tergantung ada tidaknya pelapor, saksi, hingga pihak berwajib.
"Secara hukum "obrolan spt itu" memang bisa dipidanakan. Tinggal ada yg lapor serta saksinya atau tidak."
"Atau, diketahui oleh yang berwajib apa tidak. Perbuatan pidana itu hrs ada actus reus, mensrea, dan bukti," jelas Mahfud MD.
Komentar Mahfud MD itu pun kembali menuai tanggapan dari netter yang menanyakan soal kasus remaja yang menghina bahkan mengancam kepala negara.
Masih menurut netter itu, kasus remaja tersebut dianggap sebagai kenakalan remaja, bukan tindak pidana.
"Bagaimana dengan remaja yg jelas " menghina kepala negara bahkan mengancam . Kenapa kepolisian hanya memnganggapnya kenakalan remaja bisa kah prof @mohmahfudmd .membandingkan perbedaan perlakuan hukum terhadap warga negara ...mohon jawabannya," tulis netter itu.
Menurut Mahfud, hal tersebut termasuk delik aduan, di mana bila korban tidak mengadukan, maka tidak diperkarakan atau tidak ada perkara.
Sementara itu, yang dilakukan tiga emak di Karawang termasuk dalam delik umum, sehingga bisa ditindak tanpa pengaduan dari korban.
"Oh, kalau itu delik aduan, Bung Yoppy. Jika korbannya tdk mengadukan, ya, tidak ada perkara."
"Tapi yg dilakukan oleh emak2 itu delik umum yg bisa ditindak tanpa pengaduan dari korban. Di dlm hkm pidana itu berbeda antara "laporan" dan "pengaduan," kata Mahfud MD.
Saat netter yang berkomentar adanya alasan untuk pembenaran, pria asal Sampang, Madura itu pun langsung menyanggah.
Mahfud MD, komentar netter itu adalah pandangan orang-orang non-hukum.
Sejak dulu, lanjut Mahfud MD, bila dalam delik umum seperti kasus pencurian atau pembunuhan, harus ditindak bila ada laporan.
Sementara dalam delik aduan, seperti kasus fitnah dan perselingkuhan, hanya bisa ditindak bila korban mengadukan.
Mahfud MD pun langsung menyinggung masalah penghinaan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kata Mahfud MD, dulu banyak orang yang menghina SBY, tapi hanya ada dua orang yang dilaporkan oleh SBY sendiri, yaitu Eggi Sudjana dan Zaenal Maarif.
Keduanya pun dihukum.
Eggi Sudjana, misalnya yang dipidana penjara selama 3 bulan penjara dengan masa percobaan 6 bulan.
Saat itu, Eggi melontarkan pernyataan tentang pemberian mobil Jaguar kepada sejumlah pejabat tinggi di Indonesia.
Ia pun menyebut nama Presiden SBY yang ikut menerima mobil mewah tersebut.
Sementara Zaenal Maarif divonis 8 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun.
Zaenal tersangkut kasus pencemaran nama baik sebab menuding SBY sudah pernah menikah sebelum masuk AKABRI.
Selain keduanya, ada beberapa orang juga yang menghina dan menyamakan SBY dengan sapi, tapi tidak dihukum lantaran tidak diadukan.
"Misalnya, dulu Pak Presiden SBY byk dihina tapi hanya dua yang diadukan oleh SBY sendiri yaitu E. Sudjana dan Z. Maarif. Mereka dihukum. Tapi yg tidak diadukan, ya, tak apa2. "
"Yang menyamakan SBY dgn sapi (SiBuYa) tdk diadukan shg tak dihukum. Akan beda halnya dgn delik umum," lanjut Mahfud MD.
Contoh lain dalam kasus penghinaan, kata Mahfud MD, saat TGH Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang, mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dihina dengan sebutan tiko.
Atau Presiden Jokowi yang dibuat komik dengan gambar tak senonoh oleh anak penjual sate.
Para penghina ini tidak dihukum lantaran korban, yaitu Tuan Guru Bajang dan Jokowi, tidak mengadukan.
Perkecualian untuk kasus penganiayaan orang secara fisik bisa dihukum, tanpa harus ada yang mengadukan.
"Contoh lain: Tuan Guru Bajang dihina dgn sebutan Tiko, Presiden Jokowi dikomikkan dgn gambar tak senonoh oleh anak penjual sate tapi pelakunya tidak dihukum karena korbannya sendiri tidak mengadukan."
"Tp menganiaya orng scr fisik misalnya bs dihukum tanpa hrs ada yg mengadukan," sambung Mahfud MD.
Di akhir cuitan, Mahfud MD membalas komentar netter lain yang menulis, tiga emak itu sedang menyuarakan keresahannya.
Menurut Mahfud MD, apa yang ditulis netter itu bisa menjadi bahan pembelaan saat di pengadilan.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)