Piyu Tak Rela Kalau Kenaikan Pajak Kendaraan Mewah Disalahgunakan
Piyu sempat mengernyitkan dahi ketika ditanya mengenai keputusan Pemerintah yang telah menaikkan pajak penjualan kendaraan mewah.
Penulis: Willem Jonata
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Piyu sempat mengernyitkan dahi ketika ditanya mengenai keputusan Pemerintah yang telah menaikkan pajak penjualan kendaraan mewah dari 75 persen menjadi 125 persen. Ia berpikir sejenak untuk memberikan jawaban.
Ternyata kenaikan itu dianggapnya hal yang biasa. Ia pun setuju apabila pemerintan menaikkan pajak tersebut. Asalkan Pemerintah, menurut dia, bisa mengelola pajak itu dengan bijaksana. Misalnya dengan membangun infrastruktur yang baik untuk masyarakat.
"Saya sih sebenarnya kalau urusan pajak, cukai, dan segala macamnya setuju-setuju saja. Asalkan, semua itu dikembalikan lagi kepada masyarakat. Karena itu kan uang rakyat. Misalnya, berupa infrastruktur yang bagus, itu kan enggak apa-apa," ucapnya ditemui di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Ia sangat menyayangkan apabila uang rakyat yang berasal dari pajak kemudian digunakan secara serampangan. Misalnya, pelesiran atau kunjungan kerja pejabat yang menurut dia, tidak berdampak apapun terhadap masyarakat.
"Akhirnya hanya hamburkan uang rakyat, kalau itu saya enggak terima, enggak rela. Karena menurut saya masih banyak hal yang bs dilakukan selain untuk itu. Ya, boleh-boleh saja pajak dinaikkan," lanjutnya.
Ia juga berharap kenaikan pajak penjualan kendaraan mewah itu, juga bisa dibarengi dengan kebijakan pembatasan jumlah pembelian kendaraan. Ia berharap demikian supaya pemerintah lebih serius lagi dalam menangani masalah kemacetan.
"Jadi jangan misalnya mumpung rakyat gua banyak duit bisa beli mobil terus dikejar pajaknya," tandasnya.