Media Jerman: Seragam Dhani Lebih Heboh dari Lirik Lagunya
"Penampilan Ahmad Dhani lebih heboh daripada liriknya sendiri. Dia memakai jaket hitam, sangat mirip dengan seragam pemimpin SS Heinrich Himmler."
Editor: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Spiegel Online, sebuah media online Jerman menyoroti musisi Ahmad Dhani yang melantunkan lagu "Prabowo-Hatta: We Will Rock You." Lagu yang digubah dari karya band legendaris Inggris, The Queen itu, bukan jadi persoalannya.
Sorotan utama Spiegel lebih karena kostum yang dipakai Dhani mirip seragam pimpinan SS (Schutzstaffel) Heinrich Himmler. Ia salah satu tokoh paling berpengaruh di Nazi. Himmler mengendalikan Gestapo, dan organisator utama Holocaust.
"Penampilan Ahmad Dhani lebih heboh daripada liriknya sendiri. Dia memakai jaket hitam, sangat mirip dengan seragam pemimpin SS Heinrich Himmler. Dhani memakai lencana yang sama di bagian kerah, dan badge segitiga merah di bagian dada yang sama dengan Himmler," tulis Spiegel.
Bukan hanya Dhani yang menjadikan simbol Nazi sebagai model. Di Bandung, bahkan ada kafe yang pelayannya berseragam SS. 'The Reich Ketiga' banyak dianggap sebagai model dalam hal kekuatan militer dan efisiensi pemerintahan.
Sorotan bukan saja datang dari luar negeri. Dari dalam negeri banyak yang menghujat Dhani memakai simbol Nazi. Dari pengamat dan artis juga menyesalkan simbol fasisme Nazi dimunculkan untuk sebuah lagi salah satu capres dan cawapres.
"Melibatkan atribut-atribut mereka (Nazi, red) dapat dipandang sebagai persetujuan atas tindakan-tindakan jahat yang pernah mereka lakukan terhadap kemanusiaan. Lebih-lebih atribut tersebut dipakai demi kepentingan kampanye capres tertentu," ujar pengamat politik Ray Rangkuti.
Ray mengimbau timses pasangan Prabowo-Hatta harus cepat meminta Dhani menarik klip itu dari peredaran. Sebab, klip itu tak saja mempermalukan pasangan Prabowo-Hatta, tapi juga mempermalukan bangsa ini secara keseluruhan di mata dunia.
"Kita seolah satu bangsa yang memperkenankan simbol-simbol pelaku kejahatan kemanusiaan untuk dikampanyekan, dan bahkan seolah mendorongnya jadi pemimpin nasional. Jelas hal tersebut sangat memalukan di mata internasional," tegas Ray.