Meski Hidup Sederhana dalam Keluarga yang Tak Utuh Verrys Yamarno Jadi Anak Berbakat
Kenangan Verrys Yamarno di film Laskar Pelangi begitu melekat dalam ingatan bagi siapapun yang pernah menyaksikan kebolehan aktingnya.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Verrys Yamarno telah tiada. Namun, kenangannya di film Laskar Pelangi begitu melekat dalam ingatan bagi siapapun yang pernah menyaksikan kebolehan aktingnya. Di film itu, almarhum memerankan karakter Mahar dalam layar lebar yang diadaptasi dari novel laris karya penulis Andrea Hirata.
Berikut sebuah kisah yang pernah ditulis Tabloidnova.com mengenai cita-cita dan lika-liku kehidupan Verrys Yamarno.
Dengan radio yang selalu menggantung di lehernya, tokoh Mahar selalu terdepan untuk urusan seni. Ia pun senantiasa digambarkan ceria. Nah, karakter dan pembawaan itu tidak jauh berbeda dengan yang dimiliki Verrys. Namun, ada pula perbedaan antara Verrys saat ini dengan Verrys ketika menjadi Mahar.
Tiga kali berkunjung ke Jakarta, tubuh Verrys terlihat lebih gemuk. Maklum, Verys selalu melahap apa saja yang dihidangkan. Apalagi jika sedang berada di Jakarta, jauh dari pengawasan ibunya. Padahal, selama shooting berlangsung, Verrys harus rela menahan nafsu makannya agar tubuhnya tak melebar.
"Waktu syuting, makanan ku memang dibatasi. Itu perintah langsung dari Mas Riri Riza, karena perannya, kan, jadi anak orang miskin. Masa anak orang miskin gemuk?" katanya sambil tertawa geli suatu ketika kepada tabloidnova.com.
Dalam kesehariannya, bungsu dari dua bersaudara ini tak pernah lepas dari musik. Bahkan honor pertamanya dari Laskar Pelangi, sebagian digunakan untuk membeli MP 4 Player dan seperangkat drum mainan. Maklum saja, Verrys sangat menggilai alat musik gebuk itu.
"Maunya beli drum asli, yang sungguhan, tapi tak ada duit. Mahal nian," ujarnya dengan dialek Belitung yang khas.
Saat berusia tujuh tahun, orangtua Verrys, Normala-M Yamin bercerai. Sejak itu, ia tinggal bersama kakak dan ibunya di Desa Gantung, Belitung Timur. Namun, meski besar di keluarga yang tidak utuh, Verrys tumbuh sehat jasmani dan rohani. Yang jelas, ibunya mendidiknya cukup keras.
Kehidupan mereka pun jauh dari mewah. Rumah kayu yang ditempati, belum dilengkapi saluran listrik. Malam hari, mereka mengandalkan lampu minyak sebagai penerangan.
"Mau beli genset tapi tak ada duit. Mending ditabung untuk sekolah. Kalau malam, aku sering ngungsi ke rumah Nenek. Di sana suka nonton TV dan dengar musik," katanya.
Siapa sangka, dalam kesederhanaan, Verrys justru bisa tumbuh menjadi anak yang sangat berbakat. Termasuk untuk urusan musik.
"Aku suka lagu-lagu Chrisye, Ebiet G Ade, dan Koes Plus. Aku juga suka Siti Nurhaliza. Semua lagu mereka indah," ungkap Verrys.
Sesekali, jika ada uang saku berlebih, bersama beberapa teman di kampungnya, ia patungan berlatih band di sebuah studio musik di kampung tetangga. Lalu, apa cita-cita Verrys?
"Aku mau jadi ustaz!" jawabnya lantang.
Mau main film lagi?
"Aku sih, tergantung Uma (ibu dalam bahasa Belitung). Kalau main film bisa bantu Uma mencari nafkah, ya, aku mau-mau saja. Yang penting Uma senang dan bahagia."
Namun, sayang, kini cita-cita Verrys tinggal kenangan setelah ia ditemukan tak bernyawa di usianya yang ke-18, di kamar kosnya di Jalan Kramat V, Kenari, Senen, Jakarta Pusat, Senin (12/1/2015).
Selamat jalan, Verrys.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.