Cerita Susah Payah Tamara Geraldine Menulis Biografi Ruth Sahanaya
Presenter dan penulis Tamara Geraldine mengisahkan suka-duka dan liku proses menulis buku biografi Ruth Sahanaya.
Penulis: Rahmat Patutie
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Wartawan Tribunnews.com
Rahmat Patutie
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presenter dan penulis Tamara Geraldine mengisahkan suka-duka dan liku proses menulis buku biografi Ruth Sahanaya yang susah payah dia jalani.
Ia mengaku sempat menunda waktu deadline hanya untuk menyusun Chapter atau bab. Alasannya, karena dirinya dan Ruth Sahanaya kerap menangis ketika melihat bab per bab. Menurut Tamara, pengalamannya menulis buku itu penuh dengan emosi.
Buku setebal 276 halaman itu terbagi dalam 30 bab. Hal tersebut sesuai dengan karier Uthe yang sudah 30 tahun menjejakkan kaki di dunia musik tanah air.
"Chapter selalu mundur deadline-nya, karena kita berdua nangis, banyak menyita emosi," kata Tamara dalam jumpa pers di De La Rossa Cafe en Resto, Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, Minggu (10/5/2015).
Tamara menyita waktu tiga pekan menuliskan naskah dalam buku.
Ia mengaku, sempat mendapatkan tantangan menulis buku jenis biografi seseorang karena baru pertama kali dihadapinya. Namun demikian, dirinya merasa termudahkan karena mereka sudah saling memahami.
"Kami sudah saling kenal bagaimana Uthe berkarya dan bertutur segalanya jadi dimudahkan," kata pemilik nama asli Maria Geraldine Tambunan itu
Sebelumnya, penyanyi senior Ruth Sahanaya meluncurkan buku barunya dengan judul RUTH Tiga Kali Sepuluh (The Unheard Song).
Buku biografi tersebut ditulis oleh sahabat karibnya, Tamara Geraldine.
"Hari ini terjawab sudah keraguan ketidak pedean saya, terbitnya sebuah buku yang dibantu suamiku dan sahabatku Tamara," kata perempuan akrab di sapa Uthe itu
ujarnya
Buku itu bercerita selama 30 tahun salah satu Diva Indonesia itu berkarir di dunia musik.
Dalam buku juga menuliskan love story dirinya bersama sang suami Jeffry Waworuntu. Sewaktu sebelum menjalin kasih, berikut juga gerakan dibawah tanah keduanya.
Selain itu, ada capture di mana Ruth Sahanaya merasa di titik terendah di hidupnya. Sekitar 80 persen dalam bukuh berisikan naskah dan selebihnya foto-foto.
"Titik terendah saya, saya rasa semua pasangan merasakan hal yang sama, yang saya share adalah bagaimana kami menyelesaikannya, apa yang tetap dengan keegoan kami, ini yang saya ingin bagikan," kata Ruth menjelaskan.
Tamara mungkin menulis karir saya di belakang tahun. Di titik terendah merupakan atmosfer, mungkin tekanan perkerjaan, membuat perasaan yang tidak disengaja itu," ujarnya menambahkan.
Perempuan kelahiran Bandung, Jawa Barat, 1 September 1966 itu berharap, bukunya dapat menjadi keberkatan, inspirasi, dan pelajaran bagi para pembacanya.