Alasan Artis NM dan PR Tetap Dianggap Korban dalam Kasus Prostitusi
perempuan yang terlibat dalam prostitusi, baik di tempat lokalisasi atau prostitusi online, tetap dapat dianggap korban.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Andri Donnal Putera/Kompas.com
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat kepolisian sekaligus kriminolog Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar menjelaskan, perempuan yang terlibat dalam prostitusi, baik di tempat lokalisasi atau prostitusi online, tetap dapat dianggap korban.
Sang mucikari atau germo yang mempekerjakan mereka adalah tersangka dan dapat dijerat hukuman pidana tentang perdagangan manusia (human trafficking).
"Kalau lihat perkembangan secara universal, perempuan itu dilindungi, sebagai korban. Tidak disalahkan sebagai pelaku kejahatan dan tidak ada unsur crime-nya," kata Bambang saat dihubungi Kompas.com, Jumat (11/12/2015) sore.
Hal yang sama disebut berlaku juga untuk kasus prostitusi online yang melibatkan artis NM dan PR, baru-baru ini.
Pernyataan yang sama sebelumnya telah dituturkan oleh Kepala Subdirektorat III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Komisaris Besar Umar Fana, yang ditangani adalah tindak pidana perdagangan orang (TPPO), bukan prostitusi online.
Menurut Bambang, prinsip yang digunakan oleh polisi untuk menempatkan perempuan sebagai korban adalah hukum sebab-akibat.
Mucikari dinilai sebagai pihak yang menyebabkan terjadinya prostitusi online dan melibatkan artis, sehingga menyebabkan artis seperti NM dan PR ikut terseret dalam perkara ini.
Hal itu diatur lebih jauh dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007. Mucikari yang diamankan polisi adalah O dan F.
O diduga berperan sebagai mucikari yang juga adalah seorang karyawan sebuah kelab malam kelas atas. Sedangkan F merupakan manajer NM. O dan F juga ditetapkan sebagai tersangka.
Keduanya disangka melanggar Pasal 2 Undang-Undang TPPO karena diduga mendapat keuntungan secara ekonomi dengan cara mengeksploitasi.
Dalam kasus ini, bentuk eksploitasinya adalah eksploitasi seksual.